BUEN MANIK DAN BATU BERLOBANG
Pada suatu masa di Tana Toraja, hiduplah seorang ibu yang memiliki anak
perempuan usia remaja yang bodoh bernama Buen Manik. Buen Manik
memiliki seorang adik perempuannya bernama Pangi yang masih bayi. Ayah
dari kedua anak ini sudah meninggal, saat ini mereka hidup dari usaha
ibunya yang sehari-hari mencari nafkah dengan menenun.
Suatu hari Buen Manik disuruh ibunya untuk memasak, karena ibunya
sedang sibuk menenun. Buen Manik pun menanak nasi, setelah itu ia
bertanya kepada ibunya, “Ibu, lauk pauk apakah yang akan kumasak hari
ini?”
Ibu-nya pun menjawab tanpa menoleh disebabkan kesibukannya menenun, “Di
situ ada sayur pangi, ambil dan potong-potong lalu masaklah untuk kita
hari ini.” Buen Manik-pun mengambil adiknya “Pangi” lalu
memotong-motongnya dan kemudian memasaknya.
Setelah semua masakan siap disajikan, Buen Manik-pun memanggil ibunya,
“Ibu, marilah kita makan bersama, karena aku sudah sangat lapar.”
Mendengar panggilan anaknya, sang Ibu yang juga merasa lapar
meninggalkan pekerjaan menenunnya dan menghampiri meja makan untuk makan
bersama anaknya.
Sementara makan, sang ibu menemukan jari anak-nya “Pangi” di dalam kuali
masakan. “Kenapa jari ini ada dalam kuali, apakah ini jari-jari adiku
Pangi?” Tanya ibu-nya keheranan.
“Ibu betul, itu memang jari-jari adikku Pangi, bukankah tadi ibu yang
menyuruh saya mengambil dan memotong-motong adikku pangi untuk dimasak?”
jawab Buen Manik tanpa rasa bersalah sedikitpun. Betapa marahnya sang
ibu saat mendengar penuturan Buen Manik, diambilnya peralatan tenunnya
kemudian memukulkan ke kepala Buen Manik sambil berteriak marah, “Dasar
anak tolol, itu kan adikmu sendiri, tega sekali kau memasaknya!!!”
Buen Manik-pun melarikan diri masuk ke dalam hutan bambu, menghindar
dari amukan ibunya, ibu-nya pun mengejarnya dari belakang . Tak berapa
lama Buen Manik tiba di dalam hutan bambu dan berdiri depan sebuah
batu berlobang yang tegak berdiri, lalu mulailah ia bersenandung,
"Duhai batu yang berlobang, duhai batu yang berlobang, bukalah dirimu
agar aku bisa masuk kedalamnya, sebab ibuku sedang mengejarku, karena
orang tuaku sangatlah marah kepada-ku.”
Batu berlobang itu-pun kemudian terbuka dan Buen Manik segera meloncat
masuk kedalamnya, lalu batu berlobang itu-pun menutup kembali saat Buen
Manik sudah ada didalamnya. Ibunya dari jauh melihat kejadian tersebut,
maka menangislah ia di pinggir batu berlobang itu menyesali nasib Buen
Manik . Tak lama kemudian ia mendengar suara dari dalam batu berlobang
itu yang berkata agar dia datang tiga hari lagi.
Tiga hari kemudian ia pun kembali ke tempat batu berlobang itu dan mulai
bersenandung, "Duhai batu yang berlobang, duhai batu yang berlobang,
bukalah dirimu agar aku bisa bertemu dengan anakku, buah hati kekasihku
si Buen Manik.” Tak lama kemudian batu berlobang itu-pun terbuka,
namun bukanlah Buen Manik yang keluar, melainkan ratusan ekor burung
tekukur. Burung tekukur itu pun terbang bertebaran dan menjauh
meninggalkan sang Ibu yang hanya terpana menatap keheranan tanpa bisa
berkata apapun lagi.
0 komentar:
Post a Comment