Saturday, November 10, 2018

Ma' Barata


Ma' Barata
 
Sampai Sekarang mungkin ada yang bertanya tanya atau hanya sebatas dengar dan penasaran apakah betul di peradatan Toraja ada pengurbanan manusia ?
Jawabannya adalah YA,……..
Namun tentunya sekarang sudah tidak ada dan diperbolehkan,hmm Selain melanggar HAM tentunya kita sebagai generasi jaman ‘now’ sebagai warga negara yang dilindungi oleh hukum sudah pasti men-cap bahwa perbuatan tersebuat adalah sebuah kebiadaban.
Namun kejadian ini adalah sebuah fakta sejarah kita Sangtorayan ,Pada permulaan abad ke 17 dari berbagai sumeber nyata dan hidup yang ada bahwa ini benar-benar ada yang bukan merupakan sebuah tatanan/Aluk dalam ALUK TODOLO namun hanya sebagai adat,kemudian dilarang setelah masuknya belanda ke wilayah Sangtorayan.
Adat Ma’ Barata ini sendiri dengan maksud dan tujuannya yaitu sebagai penghormatan dan sebagai tanda kepahlawanan/keberanian dari seorang bangsawan atau sebagai pahlawan dalam perang Topada tindo saat itu.
Adapun Maksud dan philosopi dari pengurbanan ini adalah :
  1. Sebuah tanda penghormatan kepada seorang pahlawan yang telah mempertahankan kedaulatan negeri atau kehormatan keluarganya bahkan masyarakatnya
  2. Sebuah tanda penghormatan kepada seseorang yang wafat dalam peperangan dalam hal ini khususnya dalam perang saudara yang terjadi di Toraja dahulu kala.
  3. Sebuah Tanda penghormatan kepada seseorang yang telah berjasa.
Ma’ Barata ini sendiri hanya dilakukan pada upacara rapasan yaitu upacara pemakaman (Rambu Solo’) kasta tertinggi di Toraja Dengan Standar Tunuan (Pengurbanan) Tertentu Jumlahnya.
Dalam prosesi ini Seorang yang akan dijadikan kurban Barata di ikat tertambat pada Batu Simbuang menunggu saatnya dipancung,Kurban batara ini boleh laki-laki ataupun perempuan yang di tangkap saat berada di medan perang namun jika tidak ada peperangan maka kurbannya di tangkap dengan cara Mangaun (di intip untuk ditangkap) dari orang yang telah disepakati oleh Topadatindo dan dalam kesepakatan mereka yang disepakati secara turun temurun oleh penerusnya bahwa yang menjadi Kurban Batara adalah tawanan dalam perang atau orang-orang yang tidak ikut dalam persatuan melawan Arung Palakka yang di istilakan Toribang La’bo’,Tosimpo Mataran Dari sebuah daerah tertentu yang terletak di bagian utara pegunungan Toraja penduduk inilah yang di jadikan buron Ma’Barata melalui pertarungan sengit karena mereka selalu mengadakan perlawanan mati-matian.
Oleh karena dalam pmburuannya biasa terjadi pertarungan hebat sehingga mereka yang diburu kadang tewas dalam pertarungan tersebut sehingga kurban untuk Barata ini tidak mutlak dikurbankan hidup-hidup namun jika sudah mati maka yang dibawa dalam upacaranya hanyalah kepalanya saja dan telah di anggap kurban sebagai tanda penghargaan dan penghormatan terhadap perannya dalam masyarakat semasa hidupnya.
Orang yang mendapat penghormatan seperti ini disebut TO DIPA’BARATAN ,Hingga saat ini walaupun adat ini sudah dilarang atau tidak dilakukan lagi namun masih ada Tongkonan yang menyimpan tengkorak atau sisa jasad dari Korban Barata sebagai bukti dan tanda bahwa mereka adalah keturunan bangsawan,pahlawan atau pemberani pada masa itu.
Sangat membuat pangling dan merinding bukan ? jika membayang jika berada pada masa dan kejadian itu,namun sejarah berbicara dan itulah faktanya baik dari cerita turun temurun bahkan dari berbagai sumber.
Namun bukan berarti kita harus mempraktekkannya di masa sekarang,Sekarang kita adalah masyarakat yang menganut keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang dilindungi oleh hukum di negara kita,
Sekian dan terima kasih,

sumber: https://sangtorayanid.wordpress.com

0 komentar:

Post a Comment