PENDAHULUAN
Kata dasar untuk hukum adalah Torah, yang berarti mengarahkan dan
mengajar. Jadi arti dasarnya adalah pengajaran. Pengajaran di sini sama sekali
tidak terbatas pada lingkungan hukum; pengajaran ini diberikan oleh para ayah (Ams. 3:1; 1:8),
oleh orang-orang yang bijak (Ams. 13:14), oleh nabi-nabi (Yes. 1:10), tetapi
terutama oleh Allah dan Musa sebagai perantara (II Taw. 33:8). Taurat dalam
Perjanjian Lama terdiri dari 5 Kitab yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat,
Bilangan, Ulangan dan inilah yang disebut sebagain Taurat. Namun jika kita
melihat realita yang ada sekarang ini Taurat itu hanya dipahami oleh sebagaian
besar orang hanya sebatas kesepuluh Firman dalam Keluaran 20:1-17, yang selalu
diperdengarkan dalam ibadah hari minggu.
Oleh karena banyak pemahaman
mengenai Taurat, maka perlu kita melihat bagaimana konsep Taurat itu jika
dilihat dari pandangan Perjanjian Lama. Dalam hal ini akan mengantar kita
kepada pemahaman mengenai hukum Taurat itu.
KONSEP TAURAT DALAM PL
A.
Pengertian
Taurat
Kata
Taurat berasal dari Bahasa Ibrani tora yang
artinya ialah hukum, pengajaran, dan petunjuk yang diterjemahkan dalam
Perjanjian Baru oleh kata Yunani nomos (misalnya
Mat. 5:17; Luk. 16:17; Kis. 7:53; dan 1 Kor. 9:8). Taurat adalah bagian
terpenting dari kanaon Yahudi. Kelima kitab pertama dalam Perjanjian Lama yakni
Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan disebut sebagai Taurat. Dalam
bahasa ingris kelima kitab ini disebut sebagai pentateuch, suatu kata yang berasal dari bahasa Yunani Pentateukhos.
Dari kelima kitab itu penuh wibawa, jauh melebihi kumpulan kitab yang lain.
Taurat merupakan bukan suatu kitab undang-undang yang beku, melainkan suatu
petunjuk hidup yang dinamis dan perlu direnungkan dan perlu ditafsirkan ulang
dalam setiap situasi baru. Demikianlah sifat “petunjuk” tetap merupakan sifat
khas tora. Itu juga sebabnya inti
perintah dapat dipelihara agar bentuk peraturan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang berlainan atau perlu dipertajam.
Christopher
Wright berpendapat bahwa Hukum Taurat adalah pemberian hukum Allah dan tuntutan
perjanjian Allah. Allah berada di atas dan di balik hukum Taurat, sehingga
memelihara hukum Taurat bertujuan “mengenal Allah” dalam hubungan perjanjian
yang pribadidalam arti itu, hukum Taurat adalah benar-benar kehidupan. Dengan
hidup seperti yang diperinyahkan Allah, Israel akan menjadi bangsa yang
diinginkan-Nya dan menggenapi rencananya dalam dunia (Kel. 19:5-6).
Menurut
William Dyrness, hukum taurat merupakan ungkapan perjanjian dan senantiasa
tidak sepenting perjanjian. Maksudnya, hukum taurat harus mengungkapkan sifat
kehidupan dalam perjanjian. Pemberian hukum taurat itu merupakan sebagian dari
pemberian diri Allah sendiri kepada umat-Nya dalam perjanjian dan menyatakan
maksud-maksud kasih yang sama (lih. Kel. 19:5-6). Dasar hukum dalam
maksud-maksud perjanjian Allah itu penting untuk dapat memahami hukum taurat
dengan tepat. Jadi hukum taurat menunjukkan kepada bangsa itu perilaku
bagaimana yang sesuai dengan kedukaan mereka sebagai kepunyaan Allah. Pemberian
taurat yang pada permulaannya disertai perjanjian itu merupakan suatu
penyingkapan sebelum merupakan suatu pengajaran. Israel tidak mematuhi hukum
taurat untuk menjadi umat Allah, tetapi justru karena sudah menjadi umat Allah. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa hukum Taurat itu merupakan suatu perjanjian
yang dianugerahkan oleh Allah yang berisi pengajaran kepada manusia bagaimana
hidup berkenan kepada-Nya.
B.
Kumpulan
Hukum Yang Disebut Sebagai Taurat
1.
Dasa
Titah
Menurut
cerita peristiwa di Sinai, Dasa Titah atau kesepuluh Firman diberikan oleh
Tuhan Allah kepada Israel (Kel. 20:2-17; Ul. 5:6-21). Meskipun Musa menjadi
perantara, sebagaimana namanya dipakai untuk menyebut hukum-hukum yang lain,
namun perannya dalam pemberian Dasa Titah adalah minimal. Titah itu dikatakan telah
diucapkan dan dipahatkan dalam loh batu oleh Allah sendiri, sehingga dianggap
mutlak dan lengkap, sebagaiman dinyatakan dalam Ulangan: “Firman itulah yang
diucapkan TUHAN..... dan tidak ditambahkan-Nya apa-apa lagi” (Ul. 5:22). Dasa
Titah merupakan ringkasan yang sederhana tetapi menyeluruh tentang
ketentuan-ketentuan hakiki hubungan perjanjian dan membatasi tingkah laku yang
sesuai dengan keanggotaan umat Allah. Dengan kata lain,, Dasa Titah adalah
kebijaksanaan yang menentukan etos dan arah dari semuaundang-undang terinci
lainnya.
2.
Kitab
Undang-undang Perjanjian
Kitab
undang-undang Perjanjian (Kel. 20:22-23:19) terkait erat dengan kisah
perjanjian (bdn. Kel. 24:7). Kitab tersebut dibuka dengan semacam mukadimah
tentang hubungan anta Tuhan dengan umat, Tuhan yang “berbicara dengan kamu dari
langit”, sebagai Allah yang kudus.
Ada
banyak penelitian dan perdebatan mengenai bagian-bagian Kitab Perjanjian itu:
Apakah pada awal mulanya hukum-hukum itu terpisah, dan kalu demikian pada tahap
apa dan oleh siapa bagian-bagian itu disunting dalam bentuknya yang sekarang.
Tetapi umumnya disepakati, Kitab Perjanjian adalah kumpulan hukum yang paling
tua dalam Perjanjian Lama.
3.
Undang-undang
Imamat
Undang-undang
dalam kitab Imamat, tidak lagi terkaitdengan perjanjian di Sinai, tetapi terkai
denga hidup di tanah yang dijanjikan.
Namun, hal itu hanya berhubungan antara umat dan Tuhan, yang kini
berintikan pada ibadah. Sebagai besar hukum-hukum itu merupakan pengetahuan
jabatan pada imam.
4.
Kumpulan
Ulangan
Dalam
pidato pidato Musa itu tertera Kesepuluh Firman (Ul. 5:6). Kitab undang-undang
Ulangan (Ul. 1-11) merupakan renungan atas riwayat umat Allah setelah hukuman
jatuh dengan hilangnya kerajaan Utara dan Yehuda.
Nama
“Ulangan” diambil dari nama Latin kitaba ini Deuteronomium yang berarti hukum kedua . maksudnya bukanlah hukum
yang baru melainkan yang mengulang daan menguatkan hukum yang lenih dahulu.
Kitab Ulangan disebut juga “hukum yang dikhotbahkan” dan memang itulah yang
dikatakan dalam Ualanga 1:5. Hal itu memperlihatkan bahwa hukum itu lebih
daripada sekedar legalisme bagi Israel, dan benar-benar merupakan roti
kehidupan mereka. “ Perkataan ini bukanlah perkataan hampa bagimu, tetapi
itulah hidupmu” (Ul. 32:47).
C.
Kumpulan
Hukum-hulum
Semua
hukum itu dinyatakan pada waktu pembentukan perjanjian Allah Di Gunung Sinai,
dan semua disampaikan dengan perantaraan Musa. Hukum-hukum Allah merupakan
piagam yang bersatu padu dan seragam. Berikut diperlihatkan kersatuan itu dari
segi-segi utama; urutan yang sembarang dapar dibenarkan.
1. Seluruh
hukum Taurat “diberi” pada waktu penyataan dasar di atas puncak “gunung Allah”,
yakni gunung Sinai atau Herob pada lereng atau kaki gunung itu. Gunung inilah
satu-satunya yang menjadi tempat pancaran undang-undang Tuhan! Jika menurut
arus kesaksian yang terpenting dalam tradisi Sinai, perjanjian Allah telah
diikat di tempat yang satu, pastilah segala hukum perjanjian (bdn. Kel. 34:28)
itu pun telah diberi di sana. Hanya hukum secara langsung (atau tidak langsung)
berasal di Sinai itulah yang beribawa di Israel.
2. Seluruh
hukum Taurat itu telah diberi dengan perantaraan seorang manusia yang terpilih
dan tertentu dan terpilih, yakni Musa. Dialah satu-satunya yang menjadi
“saluran” untuk penyataan kehendak Allah. Segenap Kitab Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru mendengungkan pengakuan ini: hanya “hukum-hukum Musa” itulah
yang beribawa di Israel.
3. Seluruh
Hukum Taurat telah diberikan kepada umat Israel sebagai penyataan dan Firman
Tuhan. Allah mereka sendiri. Itulah sebabnya mengapa hukum Taurat beribawa di
Israel.
4. Seluruh
hukum Taurat diberi denga serentak, dan berlaku tetap untuk selama-lamanya.
Umat Israel percaya bahwa Allah memberi hukum-hukum yang sempurna (Mzm. 119).
Jadi pastilah hukum Taurat pun bersifat tunggal, lengkap, cukup, dan adil
sehingga beribawa bagi Israel turun temurun.
5. Hukum
Taurat diberikan sebagai undang-undang untuk umat Israel dan bukan kepada
bangsa-bangsa lain. Di sudut pandang lain, Taurat diberikan Tuhan sebagai
bagian dari perjanjian yang diikat-Nya dengan Israel dan beribawa bagi
orang-orang yang setia kepada-Nya di dalam umat tersebut.
6. Selurruh
Hukum Taurat itu bersifat hukum Perjanjian. Allah memberikannya untuk
memelihara umat-Nya dalam perjanjian yang telah diikat-Nya.
1.
Jangkauan
yang Luas
hukuTaurat
meliputi banyak hal dalam jangkauaanya. Pengertian yang tepat mengenai hukum
Taurat menyebabkan kita mengerti bahwa seluruh kehidupan berada dalan kontrol
kehendak Allah. Karena seluruh kehidupan terbuka terbuka di hadapan Allah, maka
terdapatlah kaitan yang tersembunyi antara hukum yang berlaku dalam
pemerintahanaa dan yang ada sangkut pautnya dengan ibadah. Jadi tujuannya
adalah menghindari kesalahan-kesalahan, sehingga tercipta kebebasan untuk
mengejar suatu kehidupan yang berkelimpahan. Semuanya itu dirangkumkan dalam
penyataan Perjanjian Lama tentang “jalan”. Taat kepada hukum adalah suatu cara
hidup, suatu cara berjalan pada jalan yang benar (Mzm.1). Atau tujuannya adalah
berjalan dan hidup besama Allah, karena untuk itulah manusia diciptakan (Yes.
2:3).
2.
Imbauan
yang Bersifat Pribadi
Walaupun
jangkauaan hukum itu luas, imbauannya bersifat pribadi juga. Pertama-tama; ini
berarti bahwa Taurat dikemukakan berdasarkan apa yang telah diperbuat Allah
untuk Israel. Terminologinya bukan penjelasan hukum, melainkan imbauan yang
bersifat pribadi. Terutama sekali, mereka harus ingat siapa yang telah
memanggil mereka dan perbuatan-perbuatan yang besar yang telah diperbuat-Nya
bagi mereka. Mereka harus ingat (sebuah kata yang penting dalam PL) DAN
mematuhi kata-kata ini, karena “Akulah Allahmu dan kamulah umat-Ku” (lih. Ul.
10:16-22).
Jadi
alasan yang paling kuat untuk taat kepada hukum haruslah hati yang tergugah,
suatu keputusan batin dan moral yang pribadi. Dan pangsaan dari luar tidak akan
pernah cukup dan juga bukan maksud Allah.
3.
Kekuatan
Mutlak
Hukum
Taurat juga bersifat mutlak dalam kekuatannya. Karena didasarkan atas
ke3kudusan Allah jadi hukum ini menuntut kesempurnaan pada pihak umat-Nya (Im.
11:44). Jadi setiap orang yang tidak terus menaati hukum Taurat dikutuk (Ul.
27:26).
4.
Penerapan
Universal
kita
harus mengerti bahwa hukum Taurat berlaku untuk umum. Pada mulanya ini bererti
bahwa hukum itu berlaku untuk seluruh Israel tanpa memperdulikan status sosial
atau politik masing-masing. Memang benar bahwa hukum Taurat bangsa Israel merupakan sesuatu yang
unik diantara sekian bangsa di bumi, tetapi hal ini bukan karena kaitannya
terbatas pada bangsa Israel itu sendiri, melainkan kerena sesungguhnya tak ada
bangsa lain yang mengenal hukum yang serupa.
KESIMPULAN
Hukum
Taurat itu merupakan suatu perjanjian yang dianugerahkan oleh Allah yang berisi
pengajaran kepada manusia bagaimana hidup berkenan kepada-Nya. Hukum Taurat
dianugerahkan oleh Allah kepada semua bangsa dalam artian berlaku untuk semua
bangsa, yang dimana tujuan dari pemberian hukum Taurat ini adalah untuk
mengetahui bagaimana sebenarnya kita mengenal Allah dan berpirilaku yang sesuai
dengan kehendak Allah. Namun perlu juga diperhatikan bahwa untuk melaksanakan
hukum itu tidak seorang pun dipaksakan melainkan harus dengan kesungguhan hati.
IMPLIKASI
Yang perlu kita ingat di sini bahwa
Israel kuno tidak menganggap hukum Taurat sebagai beban, melainkan sebagai
pemberian anegerah, suatu kesukaan, justru karena hukum Taurat menyatakan
hubungan mereka dengan Allah. Meskipun saat ini orang Kristen tidak lagi berada
di baeah hukum Taurat (Rm. 3:19; 6:14), yaitu tidak terikat dengan hukum
perjanjian yang lama, namun ia tidaklah “hidup di luar hukum Allah” (I Kor.
9:21), seolah-olah hukum tidak mempunyai makna lagi bagi dia. Malah, kuasa Roh
Allah yang tinggal di dalamnya memungkinkan tuntutan hukum Taurat digenapi
dalam kita, yang hidup menurut roh (Rm. 8:4).
Jadi di dalam PL sendiri ada
kesadaran bahwa hukum Taurat yang diberikan secara unik kepada bangsa Israel,
juga berlaku kepada semua bangsa, sama seperti panggilan untuk menjadi bangsa
yang kudus bertujuan agar Israel menjadi suatu keimanan yang terang bagi
bangsa-bangsa lain. Hukum Taurat sebagai cara untuk mengenal Allah. Jadi kita
mengandaikan bahwa prinsip-prinsip dari pemberian hukum kepada bangsa Israel
itu secara universal berlaku, karena Allah yang memberikan hukum itu kepada
bangsa Israel dan Dialah pencipta dan penguasa semua manusia. Maka pendekatan
dan pengandaiaan itu berkenan dengan implikasi hukum PL, tidak hanya dengan
penerapannya.