Wednesday, February 13, 2019

TATA GEREJA TORAJA SSA XXII


GEREJA TORAJA
(draft-Revisi)

Pembukaan

Bahwa sesunguhnya gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil dan percaya kepada Allah Tritunggal yaitu Allah Bapa, Allah Anak dan Rohulkudus sesuai kesaksian Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) seperti yang diterangkan dalam Pengakuan Gereja Toraja dan 3 (Tiga) Pengakuan Oikumenis (Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Nicea Konstantinopel dan Pengakuan Athansius).
Bahwa sesuai dengan hakikat dan pengakuannya, Gereja Toraja adalah pernyataan dari Gereja yang Esa, Kudus dan Am, yang terwujud nyata dalam gereja-gereja setempat yang disebut jemaat dan dipimpim oleh Majelis Gereja dalam ikatan dan ketaatan kepada persidangan-persidangan yang lebih luas.
Bahwa pelayanan Gereja Toraja bersumber dan berdasar pada Firman Tuhan dan Pelayanan Yesus Kristus, yang oleh hidup, kematian dan kebangkitan-Nya telah melakukan pelayanan yang sempurna bagi dunia. Dari Dia-lah gereja menerima tugas pelayanan, pertumbuhan dan pembangunan dirinya dalam kasih: “Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan yaitu Yesus Kristus” (I Kor 3:11).
Bahwa sebagai umat yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, Warga Gereja Toraja dipanggil untuk menerima dan memberitakan kebaikan Tuhan, memuliakan Dia serta menjadi berkat bagi dunia.

Bahwa Pekabaran Injil yang dilakukan oleh para guru sekolah Landschap yang diutus oleh Indiche Kerk yang kehadirannya bersamaan dengan pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1905 telah mengadakan pembaptisan pertama pada tanggal 16 Maret 1913 di Makale yang dipimpin oleh seorang Pendeta tentara dari Bontain. Pekabaran Injil tersebut, yang kemudian dilanjutkan oleh Gereformeerde Zendings Bond (GZB) telah menumbuhkan benih-benih iman percaya masyarakat Toraja pada mulanya. Sehingga pada tanggal 25 Maret 1947 dalam Sidang Majelis Am pertama tanggal 25-27 Maret 1947 di Rantepao, Gereja Toraja resmi berdiri sebagai sebuah Sinode dengan nama Sinode Am Gereja Toraja.

Bahwa untuk memelihara kesucian, kelancaran dan ketertiban pelayanan Gereja Toraja maka disusunlah Tata Gereja Toraja yang sesuai dengan isi Alkitab, sebagai berikut:

BAB I

PENGORGANISASIAN GEREJA

Pasal 1

NAMA GEREJA

Yang dimaksud Gereja dalam Tata Gereja ini adalah persekutuan orang percaya yang berpusat pada penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus, yang ada di suatu tempat tertentu, memiliki Majelis dan telah mampu menanggung semua jenis tanggungjawab baik pemberitaan Injil, pemeliharaan warga gereja, maupun penyelenggaraan organisasi Gereja yang selanjutnya, Gereja itu disebut Gereja Toraja.
Pasal 2
WAKTU, TEMPAT DAN KEDUDUKAN
1. Gereja Toraja berdiri pada tanggal 25 Maret 1947 dalam Sidang Majelis Am pertama tanggal 25-27 Maret 1947 di Rantepao untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya dan dinyatakan sebagai lembaga keagamaan yang bersifat gereja sesuai surat keputusan Menteri Agama R.I No.26 Tahun 1971 tanggal 11 Mei 1971.
2. Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja berkedudukan di Indonesia di tempat yang ditentukan oleh sidang Sinode Am Gereja Toraja.
Pasal 3
PENGAKUAN
Gereja Toraja mengaku bahwa Yesus Kristus itulah Tuhan dan Juruselamat dunia serta Kepala Gereja, yang menebus dan menyelamatkan dari kebinasaan serta memberikan kehidupan yang kekal sesuai kesaksian Alkitab yang adalah Firman Allah.
Pasal 4
ASAS BERMASYARAKAT, BERBANGSA
DAN BERNEGARA
Dalam terang pengakuan seperti tercantum pada pasal 3 (tiga) di atas, Gereja Toraja berasaskan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pasal 5

T U J U A N
Tujuan Gereja Toraja adalah:
1. Mewujudkan panggilanNya di dunia sebagai Gereja yang adalah kepunyaan Allah sendiri untuk menerima dan memberitakan kebaikan Tuhan, memuliakan Dia serta menjadi berkat bagi dunia.
2. Mewujudkan persekutuan umat Allah untuk hidup dalam persekutuan hidup baru yang kudus dan bermoral.
Pasal 6
BENTUK DAN SUSUNAN GEREJA
1. Sistim kepemimpinan Gereja Toraja adalah presbiterial sinodal yang dipimpin oleh Majelis Gereja yang terdiri dari Pendeta, penatua dan syamas.
2. Berdasarkan bentuk ini dalam Gereja Toraja terdapat susunan: Majelis Gereja, Klasis dan Sinode Am.

Pasal 7

WARGA GEREJA

Warga Gereja suatu Gereja adalah:
1. Warga sidi yaitu warga gereja yang telah melakukan pengakuan iman sendiri dihadapan Tuhan di tengah-tengah jemaat.
2. Warga baptisan yaitu: anak waga jemaat yang telah dibaptiskan tetapi belum disidi.
3. Warga calon baptisan, yaitu: anak warga jemaat yang belum dibaptis dan orang dewasa yang mau mengikuti iman Kristen serta sudah mengaku dihadapan jemaat atau Majelis Gereja, tetapi belum dibaptis.

Pasal 8

HAK DAN KEWAJIBAN

1. Setiap Warga Gereja Toraja berhak:
a. mendapat pelayanan dan pemeliharaan gerejawi
b. Imenerima pelayanan sakramen baptisan dan sakramen perjamuan kudus.
c. memilih dan dipilih menjadi anggota Majelis Gereja.
2. Setiap Warga Gereja Toraja berkewajiban:
a. menanggung bersama segala pembiayaan pelayanan gerejawi dengan mempersembahkan sebagian dari harta miliknya sebagai tanda syukur atas anugerah Allah.
b. mendengar, membaca dan memberitakan Firman Allah dengan kata dan perbuatan serta ikut aktif dalam pelaksanaan perwujudan imamat am orang percaya.
c. menjalankan kehidupan etis selaku orang yang telah diselamatkan oleh Allah disegala lapangan kehidupan.

BAB II

JABATAN GEREJAWI
Pasal 9
1. Gereja Toraja mengakui adanya jabatan imamat am orang percaya.
2. Agar pelayanan gereja dapat dilaksanakan secara teratur dan tertib maka Gereja Toraja menetapkan pejabat-pejabat khusus, yaitu pendeta, penatua dan syamas (diaken) yang diikat dalam satu badan yang disebut Majelis Gereja.

Pasal 10

SYARAT-SYARAT PEMANGKU JABATAN KHUSUS
1. Setiap pejabat menandatangani naskah perjanjian bahwa ia di dalam pelayanannya akan menaati Pengakuan Gereja Toraja dan Tata Gereja Toraja.
2. Sesudah menandatangani naskah perjanjian, pejabat bersangkutan diurapi atau diteguhkan di tengah-tengah jemaat dalam suatu kebaktian.

Pasal 11

FUNGSI MAJELIS GEREJA

1. Majelis yang terdiri dari Pendeta, Penatua dan Syamas berfungsi sebagai pemimpin gereja dalam menjalankan tugas dan pelayanan.
2. Memanfaatkan seluruh karunia Tuhan agar tugas Gereja dapat terselenggara dengan teratur, tertib dan terarah serta kehidupan keimanan dapat dijaga dan dikembangkan sejalan dengan perkembangan kebutuhan seluruh warga gereja dan masyarakat.
3. Majelis dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, membentuk Badan Pekerja Majelis (BPM) dan Badan Verifikasi Jemaat untuk masa bakti 3 (tiga) tahun, dan dapat diperpanjang maksimal 2 (kali) berturut-turut.
4. Bagi jemaat yang sudah mempunyai pendeta, ketua Badan Pekerja Majelis adalah pendeta.
5. Anggota Majelis tidak boleh merangkap jabatan dalam badan lainnya.
6. Penatua dan atau Syamas yang pindah ke Gereja lain, dengan sendirinya jabatannya gugur.

Pasal 12

KEWENANGAN MAJELIS GEREJA

1. Majelis berwenang menetapkan dan merumuskan kebijakan umum dan operasional gereja dengan memperhatikan konsistensi, prioritas dan kebersamaan.
2. Majelis melaksanakan pengelolaan dan memanfaatkan seluruh harta milik gereja secara berdayaguna dan berhasilguna.
3. Mejelis dapat membentuk badan/unit-unit pelayanan dan kepanitiaan tertentu untuk memperlancar tugas-tugas pelayanan gereja.
4. Majelis melaksanakan pengawasan dan memberikan arahan terhadap organisasi pelayanan yang dibentuk oleh warga gereja.
5. Majelis dapat menunjuk satu atau beberapa anggota Majelis untuk menjalankan fungsi tertentu.
6. Majelis dapat menerbitkan surat keputusan, surat edaran atau bentuk ketentuan tertulis.
Pasal 13
JABATAN PENDETA
Yang dapat memangku jabatan pendeta adalah anggota sidi yang:
1. Mempunyai pengetahuan teologia yang cukup untuk jabatan itu menurut penilaian Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.
2. Sudah melaksanakan pelayanannya dengan baik sebagai proponen sekurang-kurangnya satu tahun ditengah-tengah jemaat.
3. Sudah menjawab secara tertulis panggilan dari Majelis Gereja yang memanggil.
4. Sudah diurapi dalam jabatan pendeta ditengah-tengah jemaat dalam suatu kebaktian yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.
5. Tidak sedang dikenakan disiplin gerejawi.

Pasal 14

PEMANGGILAN PENDETA
1. Pemanggilan pendeta dilaksanakan oleh Majelis Gereja atas nama jemaat atau jemaat-jemaat..
2. Badan Pekerja Sinode mengajukan pendeta atau calon pendeta setelah berkonsultasi bersama Badan Pekerja Klasis dan Majelis Gereja.
3. Majelis Gereja menetapkan dan menerima pendeta atau calon pendeta yang ajaran serta perikehidupannya sudah diperiksa oleh Badan Pekerja Sinode.
4. Nama pendeta atau calon pendeta yang telah ditetapkan oleh Majelis Gereja disampaikan kepada jemaat yang bersangkutan untuk diumumkan dan didoakan dalam kebaktian-kebaktian sekurang-kurangnya dua hari minggu berturut-turut.
5. Jikalau tidak ada keberatan yang sah, pendeta atau calon pendeta yang telah ditetapkan dipanggil oleh Majelis Gereja untuk diteguhkan atau diurapi dalam jemaat yang bersangkutan.
6. Peneguhan atau pengurapan dilangsungkan di tengah-tengah jemaat menurut tata ibadah yang telah ditetapkan sidang Sinode Am. Penumpangan tangan dari pendeta yang melayani kebaktian dan para pendeta lain yang diundang untuk maksud tersebut hanya dilaksanakan pada saat pengurapan untuk calon pendeta.
7. Pemanggilan atas diri seorang yang telah memangku jabatan pendeta tidak lagi dikenakan pemeriksaan ajaran dan penumpangan tangan dalam kebaktian peneguhannya.
8. Seseorang pendeta untuk pelayanan khusus, misalnya pendeta yang mengajar di Sekolah Teologi atau pada lembaga-lembaga gerejawi lainnya dipanggil oleh Badan Pekerja Sinode.
9 Bagi calon yang belum diurapi, pengurapannya dilakukan di dalam satu jemaat setelah melalui prosedure yang telah ditentukan oleh Badan pekerja Sinode.
Pasal 15
TUGAS PENDETA
1. Melayani pemberitaan Firman Tuhan.
2. Melayani Sakramen.
3. Melayani Katekisasi.
4. Meneguhkan Sidi.
5. Meneguhkan pejabat-pejabat khusus.
6. Meneguhkan dan melaksanakan pemberkatan nikah anggota-anggota jemaat.
7. Bersama-sama dengan penatua dan syamas memelihara, melayani dan memimpin jemaat berdasarkan Firman Tuhan serta menjalankan disiplin gerejawi.
8. Memberitakan Injil ke dalam dan ke luar jemaat.
9. Mengunjungi anggota jemaat.
10. Memegang teguh rahasia jabatan.
Pasal 16
NAFKAH PENDETA
1. Pendeta menyerahkan seluruh hidupnya untuk melaksanakan tugas pelayanan gerejawi. Oleh karena itu anggota-anggota jemaat wajib menanggung keperluan hidupnya dengan memberikan fasilitas dan jaminan hidup yang layak, dengan berpedoman pada peraturan pemerintah yang sedang berlaku.
2. Bila seorang pendeta tidak dapat lagi menjalankan tugas karena usia lanjut, sakit atau karena sebab-sebab lain yang dianggap sah maka ia diberhentikan dengan hormat oleh Badan Pekerja Sinode
3. Gereja Toraja setelah berkonsultasi dengan Majelis Gereja. Ia berhak atas tunjangan hidup sesuai ketentuan yang berlaku dalam Gereja Toraja. Demikian pula bagi janda/duda dan anak-anak dari pendeta yang meninggal.
Pasal 17
MASA JABATAN PENDETA
1. Masa jabatan pendeta berlangsung selama masih hidup, tetapi jikalau pendeta itu beralih ke lapangan lain sehingga tidak dapat menjalankan tugas pelayanan sebagai pendeta, maka dengan sendirinya jabatan kependetaannya digugurkan oleh Sidang Sinode Am atas usul Badan Pekerja Sinode.
2. Jika seorang pendeta telah mencapai usia 55 (lima piluh lima) tahun atau tidak dapat lagi menjalankan tugas karena hal-hal yang dianggap sah oleh Badan Pekerja Sinode, maka ia dapat mengajukan permohonan status emiritus. Setelah mencapai usia 60 (enam pulu) tahun dengan sendirinya diberikan status emiritus.
3. Pendeta emiritus dapat sewaktu-waktu menjalankan tugas kependetaannya apabila diminta oleh Majelis Gereja.
Pasal 18
MASA TUGAS PENDETA
1. Masa tugas pendeta disuatu jemaat adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak diurapi/diteguhkan dalam jemaat itu.
2. 6 (enam) bulan menjelang akhir masa tugas 5 (lima) tahun, Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja menghubungi pendeta dan jemaat yang bersangkutan untuk mengingatkan proses mutasi.
3. Sekalipun sudah mencapai masa tugas 5 (lima) tahun tetapi belum dimutasikan karena pertimbangan-pertimbangan khusus, baik oleh
4. Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja maupun oleh jemaat setempat maka masa tugas dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) tahun.
5. Bila masa tugas ditengah-tengah jemaat terdapat hal-hal yang di luar dugaan maka hal itu akan diatur oleh Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja bersama Majelis Gereja setempat dan Badan Pekerja Klasis berdasarkan Tata Gereja Toraja.
6. Masa tugas pendeta untuk pelayanan khusus diatur oleh Badan ekerja Sinode Gereja Toraja.
Pasal 19

PENDETA KONSULEN

Hal-hal yang berkenan dengan pendeta konsulen diatur sebagai berikut:
1. Jemaat yang belum mempunyai pendeta sendiri, berkewajiban meminta seorang pendeta dari jemaat lain untuk menjadi pendeta konsulennya dengan persetujuan Badan Pekerja Klasis.
2. Jemaat yang dikonsulen berkewajiban turut menanggung jaminan hidup pendeta konsulen.
3. Pekerjaan pendeta konsulen dalam jemaat itu ialah melakukan pekerjaan kependetaan.
4. Pendeta konsulen dapat membatalkan keputusan-keputusan Majelis Gereja jemaat yang dikonsulen, yang bertentangan dengan Firman Tuhan, Pengakuan Gereja Toraja dan Tata Gereja Toraja.

Pasal 20

PENDETA BERJABATAN RANGKAP

Berdasarkan status Pendeta adalah sebagai pelayan Tuhan penuh waktu maka ia tidak boleh merangkap jabatan dan atau pekerjaan penuh waktu yang lain, agar tidak mengurangi integritasnya sebagai Pendeta.
Pasal 21
STUDI LANJUT PENDETA DAN CALON PENDETA
1. Badan Pekerja Sinode dan atau Majelis Gereja dapat mempertimbangkan untuk memberi kesempatan kepada Pendeta dan Calon Pendeta dalam memperoleh tingkatan akademik yang lebih tinggi.
2. Dalam mempertimbangkan kesempatan itu, Badan Pekerja Sinode dan atau Majelis memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kegunaan langsung bagi peningkatan dan pengembangan pelayanan.
b. Persyaratan akademis dari yang bersangkutan, termasuk penguasaan bahasa asing,
c. Tersedianya dana yang memadai
d. Usia dan masa pelayanan yang bersangkutan,
e. Kesehatan
3. Badan Pekerja Sinode dan atau Majelis Gereja menetapkan ketentuan/persyaratan dan prosedur pelaksanaan studi lanjut bagi Pendeta dan Calon Pendeta berdasarkan ketentuan pasal ini.
Pasal 22
JABATAN PENATUA
1. Yang dapat dipilih memangku jabatan penatua ialah anggota sidi yang tidak sedang dikenakan disiplin gerejawi, yang mempunyai
pengetahuan Alkitab dan dapat mengajarkan dasar-dasar iman Kristen serta mempunyai nama baik di dalam dan di luar jemaat.
2. Sebelum diadakan pemilihan, Majelis Gereja menentukan calon-calon yang diajukan oleh anggota jemaat. Jumlahnya, sebaiknya dua kali lipat dari jumlah yang dibutuhkan dan telah diteliti oleh Majelis Gereja. Nama-nama calon diumumkan dan didoakan dalam kebaktian-kebaktian sekurang-kurangnya dua hari minggu berturut-turut.
3. Jika tidak ada keberatan yang sah terhadap calon-calon yang diajukan, diadakan pemilihan.
4. Pemilihan penatua dilakukan ditengah-tengahjemaat lebih dahulu dinaikkan doa kepada Tuhan yang adalah Kepala Gereja. Yang berhak memilih adalah anggota jemaat yang sudah sidi dan tidak sedang dikenai disiplin gerejawi.
5. Setelah Majelis Gereja mengesahkan hasil pemilihan, nama-nama calon yang dipilih itu diumumkan pula dalam kebaktian-kebaktian dua hari minggu berturut-turut.
6. Jika tidak ada keberatan yang sah, dilakukan peneguhan oleh seorang pendeta atas diri meeka dalam suatu kebaktian menurut peraturan yang telah ditetapkan.
7. Masa tugas penatua ialah 3 (tiga) tahun. Mereka meletakkan jabatannya sesudah peneguhan penggantipenggantinya. Penatua yang telah sampai waktunya untuk berhenti dapat dipilih kembali.
Pasal 23
TUGAS PENATUA
1. Bersama-sama dengan pendeta dan syamas memelihara, melayani dan memimpin jemaat berdasarkan Firman Tuhan dan menjalankan disiplin gerejawi.
2. Memperhatikan segala pengajaran dan khotbah dari semua pelayan Firman Tuhan dan memberikan peringatan kepadanya apabila tidak sesuai dengan Firman Tuhan dan Pengakuan Gereja Toraja.
3. Turut bertanggungjawab atas pelayanan sakramen.
4. Mengunjungi anggota-anggota jemaat.
5. Memberitakan Injil.
6. Memegang teguh rahasia jabatan.
7. Jemaat yang belum mempunyai Pendeta, Majelis Gereja menunjuk seorang penatua yang bertugas sebagai pengajar dan pengatur tugas sehari-hari di jemaat itu, dengan nama guru jemaat.
Pasal 24
JABATAN SYAMAS (DIAKEN)
1. Yang dapat dipilih memangku jabatan syamas ialah anggota sidi yang tidak sedang dikenakan disiplin gerejawi, yang mempunyai pengetahuan Alkitab dan dapat mengajarkan dasar-dasar iman Kristen serta mempunyai nama baik di dalam dan di luar jemaat.
2. Sebelum diadakan pemilihan, Majelis Gereja menentukan calon-calon yang diajukan oleh anggota jemaat. Jumlahnya, sebaiknya dua kali lipat dari jumlah yang dibutuhkan dan telah diteliti oleh Majelis Gereja. Nama-nama calon diumumkan dan didoakan dalam kebaktian-kebaktian sekurang-kurangnya dua hari minggu berturut-turut.
3. Jika tidak ada keberatan yang sah terhadap calon-calon yang diajukan, diadakan pemilihan.
4. Pemilihan syamas dilakukan ditengah-tengah jemaat lebih dahulu dinaikkan doa kepada Tuhan yang adalah Kepala Gereja. Yang berhak memilih adalah anggota jemaat yang sudah sidi dan tidak sedang dikenai disiplin gerejawi.
5. Setelah Majelis Gereja mengesahkan hasil pemilihan, nama-nama calon yang dipilih itu diumumkan pula dalam kebaktian-kebaktian dua hari minggu berturut-turut.
6. Jika tidak ada keberatan yang sah, dilakukan peneguhan oleh seorang pendeta atas diri mereka dalam suatu kebaktian menurut peraturan yang telah ditetapkan.
7. Masa tugas syamas ialah 3 (tiga) tahun. Mereka meletakkan jabatannya sesudah peneguhan pengganti-penggantinya. Syamas yang telah sampai waktunya untuk berhenti dapat dipilih kembali.
Pasal 25
TUGAS SYAMAS (DIAKEN)
1. Menyelengarakan dengan kasih sayang, terciptanya kesejahteraan anggota-anggota jemaat dan sesama manusia yang berkekurangan.
2. Mengusahakan dana dan pekerjaan-pekerjaan diakonia, dalam arti yang luas.
3. Mengunjungi anggota jemaat yang membutuhkan pertolongan.
4. Bersama-sama dengan pendeta dan penatua memelihara, melayani dan memimpin jemaat berdasarkan Firman Tuhan serta menjalankan disiplin gerejawi.
5. Memegang teguh rahasia jabatan.
6. Memberitakan Injil.

Pasal 26

KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTAR PEMANGKU JABATAN
1. Kedudukan diantara pemangku jabatan adalah kemitraan dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
2. Seorang pemangku jabatan tidak boleh memerintah pemangku jabatan yang lain. Semuanya berkasih-kasihan, bertolong-tolongan, memperingati satu dengan yang lain supaya masing-masing dan bersama-sama dapat melaksanakan pelayanan gerejawi.
3. Jika ada perselisihan dikalangan anggota-anggota Majelis Gereja, haruslah diselesaikan dengan segera dan sebaik-baiknya sehingga hal itu tidak menjadi batu sandungan bagi anggota jemaat.

BAB III

PELAYANAN GEREJAWI
Pasal 27
Gereja Toraja mengenal bentuk-bentuk pelayanan sebagai berikut:
1. Ibadah Jemaat.
2. Pelayanan baptisan kudus.
3. Pelayanan perjamuan kudus.
4. Peneguhan sidi.
5. Pemberkatan nikah.
6. Penggembalaan.
7. Diakonia.
8. Pembinaan warga gereja.
9. Pemberitaan Injil.
Pasal 28
IBADAH JEMAAT
1. Ibadah yang dilaksanakan anggota jemaat bersama-sama ialah: kebaktian hari minggu, kebaktian hari raya gerejawi, kebaktian rumah tangga, kebaktian pengucapan syukur, kebaktian doa, kebaktian penyegaran iman, kebaktian penghiburan dan kebaktian-
kebaktian lainnya yang diatur oleh Majelis Gereja.
2. Setiap kebaktian hari minggu dilaksanakan menurut liturgi yang sudah ditetapkan oleh sidang Sinode Am.
3. Nyanyian yang dipakai dalam kebaktian-kebaktian ialah mazmur dan nayanyian-nyanyian rohani lain yang telah disahkan oleh sidang Sinode Am. Nyanyian-nyanyian paduan suara dan sejenisnya diteliti oleh Majelis Gereja.
4. Dalam ibadah jemaat anggota-anggota mendengarkan Firman Tuhan, memuji-muji Tuhan, mengaku dosa, bersekutu dengan Allah dan sesama manusia, menerima berkat, menaikkan doa syafaat untuk gereja, negara dan dunia serta memberikan persembahan syukur.
Pasal 29
PELAYANAN BAPTISAN KUDUS
1. Pelayanan baptisan kudus dilakukan di dalam ibadah jemaat di tempat kebaktian hari minggu kepada:
a. Warga dewasa yang telah mengikuti pengajaran agama Kristen secara teratur sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan dianggap layak menerima baptisan kudus.
b. Anak-anak warga jemaat atas pengakuan dan janji orang tua atau walinya.
2. Para orang tua atau wali yang hendak menyerahkan anaknya untuk dibaptis harus diberi penjelasan oleh Majelis Gereja mengenai arti baptisan serta tanggungjawab orang tua atau wali untuk mendewasakan anak-anak itu dalam imannya.
3. Anak-anak dari warga jemaat yang tidak dapat dibaptis atas tanggungan orang tua, misalnya orang tua berada dalam penjara, menderita sakit ingatan dan sebab-sebab lainnya yang dipandang sah oleh Majelis Gereja, dapat dibaptiskan atas tanggungan seorang anggota jemaat sidi yang bertanggungjawab dan bersedia
membimbing anak itu sampai dewasa dalam iman.
4. Setiap warga gereja hanya sekali saja dibaptiskan ke dalam Nama Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus.
5. Baptisan kudus dilaksanakan sesudah diumumkan dan didoakan dalam kebaktian-kebaktian 2 (dua) hari minggu berturut-turut.
6.
Pasal 30
PELAYANAN PERJAMUAN KUDUS
1. Pelayanan perjamuan kudus dilakukan di dalam ibadah jemaat di tempat yang ditetapkan Majelis Gereja kepada anggota sidi yang tidak sedang dikenakan disiplin gerejawi.
2. Perjamuan kudus dilaksanakan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali setahun.
3. Dua minggu sebelum perjamuan kudus dilaksanakan, haruslah diberitahukan kepada anggota-anggota jemaat, agar tiap-tiap anggota sidi mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
4. Majelis Gereja dalam kesempatan itu mengadakan perkunjungan untuk menjelaskan maksud dan pentingnya perjamuan kudus.
5. Dalam ibadah hari minggu sebelum perjamuan kudus dilayankan, diadakan khotbah persiapan serta pembacaan sebagian formulir mengenai perjamuan kudus.
Pasal 31
PENEGUHAN SIDI
1. Peneguhan sidi dilakukan dalam ibadah jemaat di tempat yang ditetapkan oleh Majelis Gereja, kepada anggota baptisan yang telah berusia 16 (enam belas) tahun dan telah mengikuti katekisasi dari Majelis Gereja sesuai bahan katekisasi yang telah ditetapkan.
2. Sebelum calon sidi mengaku kepercayaannya, Majelis Gereja memeriksa pengetahuan Alkitab yang dimiliki dan perikehidupan mereka.
3. Sebelum diadakan peneguhan sidi, nama-nama calon sidi diumumkan dan didoakan dalam kebaktian-kebaktian sekurang-kurangnya 2 (dua) hari minggu berturut-turut.
Pasal 32
PEMBERKATAN NIKAH
1. Pemberkatan nikah dilakukan dalam ibadah jemaat di tempat yang ditetapkan oleh Majelis Gereja kepada anggota-anggota jemaat.
2. Setiap anggota jemaat berkewajiban mencatatkan nikahnya pada pemerintah.
3. Anggota jemaat yang ingin diberkati pernikahannya, menyampaikannya keada Majelis Gereja dan Majelis Gereja mengumumkan dan mendoakannya dalam kebaktian-kebaktian sekurang-kurangnya 2 (dua) hari minggu berturut-turut. Bila tidak ada keberatan yang sah maka dilaksanakan pemberkatan nikah itu.
4. Sebelum pemberkatan nikah, Majelis Gereja mengadakan katekisasi nikah, percakapan dan memberikan nasihat perkawinan kepada yang bersangkutan, sesuai bahan ketekisasi nikah yang telah ditetapkan.
5. Anggota jemaat yang sudah merusakkan nikahnya tidak dapat diberkati untuk kedua kalinya.
6. Jika salah satu pasangan berasal dari denominasi yang berbeda, pemberkatan nikahnya dapat dilakukan setelah diteliti dan dipertimbangnkan dengan sungguh-sungguh oleh Majelis Gereja setempat dan telah dilaksanakan katekisasi nikah sesuai bahan yang telah ditetapkan.
Pasal 33

PEMBINAAN WARGA GEREJA

1. Gereja wajib melakukan pembinaan warga gereja untuk melaksanakan fungsi pemeliharaan atau penggembalaan gereja melalui perkunjungan, percakapan, nasihat dan doa.
2. Pembinaan itu meliputi manusia seutuhnya, jasmaniah dan rohaniah.
3. Tujuan pembinaan adalah agar warga gereja sebagai orang yang telah diselamatkan, mampu menjalani kehidupan di dunia dengan layak dan wajar dengan iman yang benar dan teguh, dan berfungsi dalam pekerjaan penyelamatan Allah menuju penyempurnaan keselamatan.
4. Pembinaan dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Pada dasarnya pembinaan adalah tanggungjawab Majelis, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun evaluasinya.
b. Sesuiai dengan jabatan imamat am orang percaya, segenap warga gereja ikut melaksanakan pembinaan.
c. Pembinaan dilakukan bagi semua warga gereja sebagai manusia seutuhnya, dalam kondisi nyata.
d. Hubungan antara yang membina dan yang dibina adalah saling sebagai subyek.
e. Pembinaan harus memperhatikan perkembangan fisik, psikis, kemampuan seseorang, kategori umur serta profesi atau fungsi.
f. Pembinaan warga gereja dilaksanakan secara teratur, terencana dan selamanya.
5. Pelaksanaan teknis pembinaan yang berkenaan dengan materi, cara atau metode dan bentuk, baik berupa kegiatan gerejawi maupun kegiatan masyarakat, ditentukan oleh Majelis Gereja dengan melibatkan organisasi intra gerejawi dan lembaga-lembaga pembinaan yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Sinode.
6. Yang dimaksud dengan organisasi intra gerejawi adalah unit pelayanan kategorial yang terdiri dari:
a. Persekutuan Wanita Gereja Toraja (PWGT)
b. Persekutuan Pemuda Gereja Toraja (PPGT)
c. Sekolah Minggu Kebaktian Madya Gereja Toraja (SMKM-GT).

Pasal 34

DIAKONIA
Gereja berkewajiban mengadakan pelayanan diakonia dalam memelihara, menolong dan mensejahterakan anggota jemaat dan sesama manusia yang lemah dan berkekurangan serta berusaha membendung dan mencegah (menanggulangi) sebab-sebab kesengsaraan dan kemelaratan manusia.
Pasal 35
PEMBERITAAN INJIL
1. Gereja berkewajiban memberitakan Injil kepada orang-orang yang belum mengenal dan belum menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya.
2. Pemberitaan dilaksanakan oleh setiap anggota jemaat baik sendiri maupun bersama-sama dengan mempergunakan komunikasi yang tepat guna. Dalam pelaksanaan pekabaran Injil, Majelis Gereja bekerjasama dengan lembaga-lembaga pekabaran Injil yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Sinode.
3. Gereja Toraja melalui Badan Pekerja Sinode mengutus tenaga-tenaga pemberita Injil ke daerah-daerah Pekabaran Injil.

Pasal 36

PERPINDAHAN WARGA GEREJA
1. Setiap warga gereja yang pindah dari jemaat yang satu ke jemaat yang lain, atau ke gereja yang seasas wajib menyampaikan permohonan atestasi kepada Majelis Gereja.
2. Kepindahan warga gereja diwartakan dalam kebaktian minggu.
3. Atestasi yang diperoleh disampaikan kepada Majelis Gereja yang dituju. Penerimaan warga gereja yang bersangkutan diwartakan di dalam kebaktian minggu.
4. Warga gereja yang pindah dari gereja yang tidak seasas harus mengaku dihadapan jemaat atau dalam hal-hal yang sangat khusus dihadapan Majelis Gereja untuk menaati Pengakuan Gereja Toraja dan Tata Gereja Toraja.
5. Warga yang pindah dari gereja yang tidak seasas tidak dibaptis lagi apabila sudah dibaptis ke dalam nama Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus.
6. Seorang warga gereja dari Gereja bukan Gereja Toraja yang ingin menjadi Wraga Gereja Toraja tetapi tidak mendapat atestasi dari Gereja asalnya, dapat diterima menjadi Warga Gereja Toraja dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Orang yang bersangkutan membuat surat permohonan kepada Majelis Gereja yang dituju, yang juga berisi pernyataan atas kehendak sendiri ingin menjadi Warga Gereja Toraja yang tembusannya disampaikan ke Gereja asal.
b. Majelis gereja mengadakan percakapan gerejawi dengan yang bersanhgkutan, untuk memutuskan menerima atau menolak permohonannya itu.
c. Apabila permohonannya diterima, penerimaan orang tersebut sebagai warga gereja dilakukan sesuai dengan ayat 4 pasal ini.

BAB IV

PERSIDANGAN GEREJAWI

Pasal 37

PERSIDANGAN GEREJAWI
Dalam Gereja Toraja ada 3 (tiga) jenjang persidangan gerejawi yaitu:

1. Sidang Majelis Gereja

2. Sidang Klasis
3. Sidang Sinode Am
Pasal 38
PERSIDANGAN MAJELIS GEREJA
1. Majelis Gereja adalah Badan tetap yang memelihara, melayani dan memimpin jemaat berdasarkan Firman Tuhan dan mewakili jemaat ke dalam dan ke luar.
2. Sidang Majelis Gereja beranggotakan pendeta, penatua, syamas dalam suatu jemaat.
3. Sidang Majelis Gereja diadakan 1 (satu) kali dalam sebulan atau sesuai kebutuhan.
4. Pimpinan sidang rutin Majelis Gereja adalah Badan Pekerja Majelis.
5. Sidang Majelis Gereja dihadiri oleh wakil pengurus organisasi intra gerejawi sebagai konsultan atas undangan Majelis Gereja. Pendeta tugas khusus yang menjadi anggota jemaat yang bersangkutan dengan sendirinya menjadi penasihat persidangan.
6. Sebelum sidang Majelis Gereja, terlebih dahulu pengumuman disampaikan kepada anggota-anggota jemaat.
7. Sekurang-kurangnya sekali dalam setahun diadakan sidang Majelis Gereja yang diperluas yang dihadiri oleh anggota-anggota jemaat yang diundang oleh Majelis Gereja.
8. Sidang Majelis Gereja membicarakan dan memutuskan hal-hal sebagai berikut:
a. Keputusan sidang Sinode Am yang sudah dijabarkan dalam bentuk rencana dan program kerja pada sidang klasis untuk merumuskan langkah-langkah operasionalnya di jemaat.
b. Hal-hal khusus yang muncul dalam jemaat.
c. Laporan pertanggungjawaban badan-badan pelaksana keputusan sidang Majelis Gereja.
d. Produk-produk Tim Perencana Program Pengembangan Gereja Tiraja (TP3-GT).
e. Hal-hal lain dalam jemaat yang berhubungan dengan pemeliharaan, pelayanan, kehidupan dan perkembangan Gereja Toraja.
10. Majelis Gereja mengadakan rapat kerja tahunan untuk membicarakan dan menetapkan program kerja dan anggaran pendapatan dan belanja. Peserta rapat kerja jemaat adalah seluruh anggota Majelis Gereja dan ketua-ketua organisasi intra gerejawi tingkat jemaat sebagai ex officio. Ketua pimpinan rapat kerja Majelis Gereja dipilih dari Majelis Gereja melalui pemilihan.
11. Majelis Gereja masing-masing jemaat mengatur tata tertib persidangannya.
Pasal 39

PERSIDANGAN KLASIS

1. Sidang Klasis beranggotakan utusan-utusan Majelis Gereja dari jemaat yang mempersatukan diri dalam suatu klasis.
2. Untuk menghadiri sidang klasis, Majelis Gereja mengutus 4 (empat) orang utusan yang terdiri atas pendeta, penatua, syamas dan beberapa utusan cadangan yang adalah anggota Majelis Gereja. Wakil pengurus organisasi intra gerejawi dapat hadir atas undangan Majelis Gereja masing-masing.
3. Sidang Klasis diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 5 (lima) tahun, yaitu 1 (satu) tahun sesudah sidang Sinode Am dan 2
(dua) tahun sebelum sidang Sinode Am berikutnya dan diundang oleh Majelis Gereja jemaat penghimpun.
4. Setiap utusan wajib membawa surat kredensi dari Majelis Gereja yang mengutusnya.
5. Materi sidang Klasis terdiri atas:
a. Keputusan sidang Sinode Am, sidang Klasis dan keputusan sidang Majelis Gereja yang berupa usul ke dalam sidang Klasis.
b. Laporan pertanggungjawaban badan-badan pelaksana keputusan sidang klasis.
c. Produk-produk Tim Perencana Pengembangan Gereja Toraja (TP3GT).
d. Hal-hal lain dalam klasis yang berhubungan dengan pemeliharaan, pelayanan, kehidupan dan perkembangan Gereja Toraja.
6. Sidang Klasis dipimpin oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Pimpinan Sidang yakni; seorang ketua yang adalah pendeta, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris.
7. Pimpinan Sidang dari sidang Klasis, kecuali sekretaris dipilih dari dan oleh utusan. Sekretaris persidangan klasis adalah sekretaris Badan Pekerja Klasis yang ditetapkan langsung dan bertanggungjawab terhadap notulensi dan laporan hasil sidang klasis.
8. Sidang Klasis dihadiri oleh wakil pengurus organisasi intra gerejawi sebagai konsultan atas undangan Badan Pekerja Klasis. Badan Pekerja Klasis dapat pula mengundang konsultan lainnya.
9. Untuk melaksanakan keputusan-keputusan sidang klasis membentuk Badan Pekerja Klasis yang terdiri atas sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang ketuanya adalah pendeta dan Badan Verifikasi Klasis. Hasil pekerjaannya dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada sidang klasis berikutnya disertai usul-usul dan saran-saran.
10. Badan Pekerja Klasis mengadakan rapat kerja tahunan untuk membicarakan dan menetapkan program kerja dan anggaran pendapatan dan belanja. Peserta rapat kerja Badan Pekerja Klasis adalah anggota Badan Pekerja Klasis, unit-unit kerja Badan
11. Pekerja Klasis, Badan Verifikasi Klasis dan ketua Badan Pekerja majelis dalam klasis tersebut, serta ketua-ketua OIG tingkat klasis sebagai ex officio.

Pasal 40

PERSIDANGAN DAN RAPAT KERJA SINODE AM
1. Sidang Sinode Am beranggotakan utusan-utusan sidang Sinode Klasis yang diberi mandat oleh Sidang Klasis.
2. Sidang Sinode Am diadakan satu kali dalam 5 (lima) tahun.
3. Sidang Sinode Am membicarakan dan menetapkan:
a. Tata Gereja Toraja
b. Pokok-pokok Tugas Panggilan Gereja Toraja 5 (lima) tahun, (Naskah Kebijaksanaan Umum 5 (lima) tahun yang bersifat visioner, konsepsional dan strategis}.
c. Laporan pertanggungjawaban badan-badan pelaksana keputusan sidang Sinode Am.
d. Produk-produk Tim Perencana Program Pengembangan Gereja Toraja (TP3-GT).
e. Peraturan peraturan umum dan peraturan-peraturan khusus Gereja Toraja.
f. Pengurus Badan Pekerja sinode Gereja Toraja, Badan Verifikasi Gereja Toraja dan Majelis Pertimbangan Gereja Toraja.
g. Pelaksanaan keputusan Sinode Am sebelumnya yang erat hubungannya dengan pemeliharaan, pelayanan, kehidupan dan perkembangan semua jemaat dalam Gereja Toraja.
4. Setiap utusan wajib membawa surat kredensi dari sidang Klasis yang mengutusnya.
5. Sidang Sinode Am dipimpin oleh Pimpinan Sidang yang terdiri atas 5 (lima) orang. 4 (empat) orang ketua dipilih dari utusan dan 1 (satu) orang yakni Sekretaris Umum Sinode Am, ditetapkan sebagai Sekretaris persidangan Sinode Am yang bertanggungjawab terhadap notulen dan laporan hasil Sidang Sinode Am.
6. Sidang Sinode Am dihadiri pula oleh wakil pengurus organisasi intra gerejawi tingkat klasis sebagai konsultan atas undangan Badan Pekerja Sinode. Badan Pekerja Sinode dapat pula mengundang konsultan lainnya.
7. Untuk melaksanakan keputusan-keputusan dan amanat dari Sidang Sinode Am, sidang memilih dan mengangkat Badan Pekerja Sinode, Badan Verifikasi dan Majelis Pertimbangan.
8. Susunan anggota Badan Pekerja Sinode, Badan Verifikasi Sinode dan Mejelis Pertimbangan ditetapkan oleh sidang sidang Sinode Am.
9. Badan Pekerja Sinode mengundang rapat kerja tahunan Gereja Toraja untuk mengevaluasi laporan pelaksanaan program kerja tahunan badan-badan pelaksana keputusan sidang Sinode Am, serta membahas dan menetapkan program dan anggaran pendapatan dan belanja untuk tahun berikutnya.
10. Peserta rapat kerja Gereja Toraja adalah: 2 (dua)) orang wakil dari setiap klasis, Pimpinan Sidang Sinode Am, Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja dan unit kerjanya (ketua, sekretaris dan bendahara), Majelis Pertimbangan Gereja Toraja, Badan Verifikasi Gereja Toraja, dan organisasi intra gerejawi tingkat pusat.
11. Rapat kerja Gereja Toraja tahun pertama dan keempat dipimpin oleh pimpinan sidang Sinode Am Gereja Toraja. Rapat kerja Gereja Toraja untuk tahun kedua, ketiga dan kelima dipimpin oleh pimpinan sidang yang dipilih dari peserta rapat kerja yang adalah utusan dalam sidang Sinode Am Gereja Toraja.
12. Rapat kerja mengesahkan peraturan peraturan umum dan peraturan-peraturan khusus Gereja Toraja sesuai dengan mandat atau kewenangan yang diberikan oleh sidang Sinode Am Gereja Toraja.
13. yang adalah Sekretaris Umum Badan Pekerja Sinode yang ditetapkan langsung sebagai sekretaris persidangan.
14. Konsekuensi pendanaan penyelenggaraan rapat kerja Gereja Toraja dibebankan pada anggaran belanja dari badan, lembaga/klasis pengutus.
Pasal 41
TUGAS BADAN PEKERJA SINODE
1. Mengamankan pelaksanaan keputusan-keputusan sidang Sinode Am.
2. Membentuk badan/unit-unit kerja dan mengangkat dan memberhentikan personalianya sesuai kebutuhan.
3. Mengangkat pendeta tugas khusus dan petugas-petugas lainnya.
4. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada sidang Sinode Am.
Pasal 42
MASA BAKTI DAN STRUKTUR BADAN PEKERJA SINODE
1. Masa bakti anggota Badan Pekerja Sinode setinggi-tingginya 2 (dua) kali periode berturut-turut.
2. Jumlah personil Badan Pekerja Sinode adalah 7 (tujuh) orang yang terdiri dari; 1 (satu) orang Ketua Umum, 3 (tiga) orang Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris Umum, 1 (satu) orang Wakil Sekretaris dan 1 (satu) orang Bendahara.

Pasal 43

TATA CATA PEMILIHAN

BADAN PEKERJA SINODE
1. Badan Pekerja Sinode dipilih dengan sistem formatur penuh dan atau semi formatur.
2. Formatur dipilih oleh klasis dengan sistem voting block yakni satiap klasis memiliki hak satu suara.
Alternatif I: Formatur Penuh
§ Panitia nominasi dibentuk dan ditetapkan oleh sidang sinode am.
§ Panitia nominasi menyaring nama-nama calon formatur yang memenuhi syarat/kriteria untuk ditetapkan sidang sinode am.
§ Nama-nama yang memenuhi syarat menjadi Formatur diajukan ke sidang sinode am untuk dipilih langsung oleh utusan klasis dengan sistem voting block yakni setiap klasis memiliki hak satu suara.
§ Formatur berjumlah 13 (tiga belas) orang yang dipilih langsung dari peserta utusan.
§ Formatur bersidang memilih dan menetapkan Ketua Umum, Sekretaris Umum dan 5 (lima) orang personil lainnya dari nama-nama yang terjaring berdasarkan syarat/kriteria yang ditetapkan oleh sidang sinode am.
Alternatif II: Semi Formatur
§ Setiap Klasis mengusulkan maksimal 5 orang untuk dipilih menjadi Badan Pengurus Sinode.
§ Nama-nama yang diajukan klasis disaring oleh panitia nominasi Sidang Sinode Am yang khusus dibuat untuk itu.
§ Formatur terdiri dari 13 (tiga belas) orang yakni: Ketua Umum dan Sekretaris Umum terpilih, ditambah 11 (sebelas) orang yang dipilih langsung dari peserta utusan Sidang Sinode Am.
§ Ketua Umum dan Sekretaris Umum dipilih langsung oleh utusan klasis dengan sistem voting block yakni 1 (satu) suara tiap klasis.
§ Ketua Umum dan Sekretaris Umum terpilih, secara otomatis menjadi Ketua dan Sekretaris formatur.
§ Ketua Umum dan Sekretaris Umum terpilih bersama formatur terpilih melengkapi struktur Badan Pekerja Sinode dari nama-nama yang telah disaring oleh panitia nominasi.
Pasal 44
TUGAS BADAN VERIFIKASI
1. Melakukan pembinaan, pengawasan dan pemeriksaaan atas sumber dan penggunaan dana, serta harta milik Gereja Toraja pada tingkat Badan Pekerja sesuai lingkupnya.
2. Menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya secara tertulis kepada sidang yang membentuk Badan Verifikasi yang bersangkutan.
3. Tanggungjawab pengawasan langsung (melekat) atas pengelolaan sumber dan penggunaan dana serta harta milik Gereja Toraja yang ada pada masing-masing badan dan unit dilaksanakan oleh Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.
Pasal 45
TUGAS MAJELIS PERTIMBANGAN
1. Majelis Pertimbangan berkewajiban memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada badan-badan yang dibentuk oleh Sidang Sinode Am diminta atau tidak diminta yang berkaitan erat dengan pelaksanaan keputusan-keputusan sidang Sinode Am.
2. Majelis Pertimbangan melaporkan hasil kerjanya kepada sidang Sinode Am diserta usul-usul dan saran-saran.
3. Majelis Pertimbangan melakukan rapat sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa kerjanya.

Pasal 46

HAL-HAL UMUM UNTUK PERSIDANGAN GEREJAWI
1. Setiap persidangan kecuali Sidang Majelis Gereja menunjuk salah satu jemaat sebagai jemaat penghimpun yang berkewajiban mengatur seluruh persidangan berikutnya.
2. Jemaat penghimpun membuka dan memimpin persidangan hingga dilakukan serah terima pimpinan sidang yang dibentuk untuk itu.
3. Tiap-tiap persidangan dapat mengangkat penasihat yang memberikan nasihat-nasihat kepada persidangan, diminta atau tidak diminta. Jumlah dan anggota penasihat ditentukan oleh persidangan.
4. Anggota-anggota atau oknum-oknum yang masalahnya dibicarakan tidak diikutsertakan dalam mengambil keputusan mengenai masalah itu.
5. Setiap utusan persidangan gerejawi hanya mempunyai 1 (satu) hak suara.
6. Keputusan-keputusan dalam persidangan gerejawi sedapat mungkin diambil dengan jalan musyawarah untuk mufakat, tetapi kalau tidak dapat maka keputusan diambil dengan pemungutan suara terbanyak mutlak (setengah tambah satu peserta yang hadir). Bila jumlah suara tetap sama, maka Pimpinan Sidang lah yang berhak memutuskannya setelah mendapat pertimbangan dari penasihat.
7. Untuk menjaga kelancaran persidangan gerejawi maka persidangan membuat tata tertib persidangan.
8. Anggota jemaat, Majelis Gereja, Klasis yang merasa halnya tidak diperlakukan adil, dapat mengajukan halnya ke persidangan yang lebih luas.
9. Dalam hal-hal yang dirasa perlu, persidangan dapat mengadakan rapat tertutup dan rapat terbatas.
10. Keputusan sidang Klasis dan sidang Sinode Am wajib ditaati oleh Majelis Gereja, Klasis yang menjadi anggota dari persidangan itu, kecuali kalau bertentangan dengan Firman Tuhan. Begitupun dengan keputusan Majelis Gereja wajib ditaati oleh anggota-anggota jemaat.

BAB V

TIM DAN PEDOMAN VISITASI

Pasal 45

TIM VISITASI
1. Badan Pekerja Klasis atas penugasan sidang Klasis, sesuai dengan kebutuhan jemaat-jemaat, mengutus beberapa orang yang disebut tim visitasi untuk melawat dan memeriksa jemaat-jemaat dalam lingkup pelayanannya setelah melakukan koordinasi dengan Majelis Gereja jemaat setempat.
2. Tim visitasi melaksanakan tugasnya sesuai dengan pedoman visitasi yang telah ditetapkan oleh sidang Sinode Am.

Pasal 47

PEDOMAN VISITASI
Hasil lawatan dan pemeriksaan tim visitasi dilaporkan kepada persidangan klasis berikutnya.

BAB VI

BERDIRINYA JEMAAT DAN KLASIS

Pasal 48
BERDIRINYA JEMAAT
1. Jemaat adalah gereja setempat, yaitu persekutuan orang percaya disuatu tempat yang melaksanakan pemberitaan Firman Allah dan sakramen di bawah pimpinan Majelis Gereja serta menjalankan tugas panggilannya untuk menjadi berkat bagi dunia.
2. Di tempat-tempat dimana dilakukan kebaktian tetap yang belum memenuhi syarat-syarat di atas, maka persekutuan kebaktian itu disebut cabang kebaktian dan berdiri di bawah pemeliharaan Majelis Gereja jemaat terdekat.
3. Jika cabang kebaktian itu bertumbuh hingga mempunyai semangat serta pengertian akan kedewasaan jemaat dan bilangan anggota yang dirasa cukup untuk berdiri sebagai suatu jemaat serta dapat memilih Majelis Gereja sekurang-kurangnya 5 (lima) orang, dapatlah ditetapkan sebagai satu jemaat dengan persetujuan sidang klasis.
4. Permintaan untuk berdirinya satu jemaat diajukan oleh Majelis Gereja yang memelihara calon jemaat itu dengan berdasarkan alasan-alasan dan keterangan-keterangan yang cukup kepada sidang klasis.
5. Dalam hal satu jemaat, karena perkembangannya perlu dimekarkan menjadi lebih dari satu jemaat maka Majelis Gerejanya mengajukannya kepada sidang klasis.
6. Berdasarkan permintaan itu, sidang klasis mengutus tim visitasi untuk memeriksa apakah calon jemaat itu sudah memenuhi syarat untuk disahkan sebagai satu jemaat.
7. Hasil pemeriksaan tim visitasi dilaporkan dalam sidang klasis untuk menentukan dapat tidaknya calon jemaat itu disahkan menjadi satu jemaat. Keputusan tentang berdirinya satu jemaat dilaporkan ke Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

Pasal 49

BERDIRINYA KLASIS
1. Klasis merupakan persekutuan jemaat-jemaat yang diikat oleh pelayanan bersama dalam suatu daerah tertentu.
2. Berdirinya klasis diusulkan oleh sidang klasis kepada Badan Pekerja Sinode atas permintaan jemaat-jemaat yang bersangkutan.
3. Berdasarkan usul itu sidang Badan Pekerja Sinode mengutus tim visitasi untuk memeriksa jemaat-jemaat itu.
4. Hasil pemeriksaan tim visitasi dilaporkan Badan Pekerja Sinode. Berdasarkan laporan tim visitasi, Badan Pekerja Sinode melaporkan kepada sidang sinode am berikutnya untuk menentukan dapat tidaknya klasis itu disahkan menjadi satu klasis.

BAB VII

DISIPLIN GEREJAWI

Pasal 50
HAKIKAT DISIPLIN GEREJAWI
Atas perintah Tuhan Yesus Kristus yang adalah Kepala Gereja, Majelis Gereja dengan kasih sayang menjalankan disiplin gerejawi yang bersifat rohani dan yang mengenai kepercayaan dan hidup anggota-anggota jemaat.
Pasal 51

MAKSUD DAN TUJUAN DISIPLIN GEREJAWI

1. Agar kemurnian dan kesucian pengajaran Firman Allah tetap terjaga.
2. Agar pintu keselamatan orang-orang yang berdosa tetap terbuka melalui pertobatan.
3. Menjadi peringatan dan pengajaran bagi seluruh anggota jemaat untuk memelihara kekudusan bagi dirinya dan bagi seluruh jemaat Kristus.

Pasal 52

CARA MELAKUKAN DISIPLIN GEREJAWI
Disiplin gerejawi dilakukan menurut Matius 18:15-16 sebagai berikut:
1. Seorang anggota jemaat yang telah jatuh ke dalam dosa dengan penuh kasih sayang ditegur dihadapan 4 (empat) mata oleh anggota jemaat yang mengetahuinya. Janganlah hal itu diberitahukan dengan segera kepada Majelis Gereja atau kepada siapapun.
2. Jika orang yang bersangkutan itu tidak mendengar nasihat itu, mintalah seorang atau 2 (dua) orang saudara untuk turut sebagai saksi dan memberi nasihat kepadanya.
3. Kalau jalan ini tidak berhasil, hendaklah diberitahukan kepada Mejelis Gereja supaya Majelis Gereja memberikan nasihat atau teguran lebih lanjut.
4. Kalau nasihat dan teguran itu tidak membawa hasil terlebih pula karena dosa telah diketahui umum maka yang bersangkutan tidak diperkenankan turut dalam perjamuan kudus dan membawa anak-anaknya untuk dibaptis. Haknya untuk memilih dan dipilih sebagai pemangku jabatan dalam gereja diberhentikan untuk sementara waktu.
5. Jika anggota yang dikenakan disiplin gerejawi itu kemudian mendengar dan menerima nasihat yang diberikan kepadanya, serta ingin turut dalam perjamuan kudus atau ingin turut dalam perjamuan kudus atau ingin menyerahkan anak-anaknya untuk menerima baptisan kudus haruslah ia terlebih dahulu mengaku dosanya di hadapan Majelis Gereja atau jemaat.
6. Jika nasihal dan teguran yang berulang-ulang itu tidak berhasil maka hal itu diberitahukan kepada jemaat, supaya jemaat mendoakan orang itu. Jika nasihat yang berulang-ulang dari Majelis Gereja itu belum diperhatikan dan yang bersangkutan itu tetap berkanjang dalam dosanya maka hal itu diajukan oleh Majelis gereja kepada sidang klasis untuk diminta pertimbangannya. Dengan persetujuan sidang klasis halnya diberitahukan kepada jemaat dengan menyebut dosa dan nama orang itu. Jemaat diminta untuk tetap menasihati dan mendoakan orang itu.
7. Kalau jalan itu tidak membawa orang itu kepada pertobatan, berlakulah tingkat yang terakhir yakni pengucilan.
8. Pengucilan itu dilakukan dalam kebaktian hari minggu menurut peraturan dan syarat yang telah ditetapkan setelah terlebih dahulu diumumkan kepada jemaat 2 (dua) hari minggu berturut-turut.
Pasal 53
PENERIMAAN KEMBALI
Jikalau anggota yang dikucilkan menyesal dan bertobat serta ingin menjadi anggota jemaat kembali, ditempuh cara-cara berikut:
1. Hal itu haruslah diselidiki dan dibicarakan oleh Majelis Gereja dengan sebaik-baiknya.
2. Setelah ternyata bahwa orang itu dapat diterima kembali dalam jemaat, hal itu diumumkan kepada jemaat dengan menyebut nama orang itu 2 (dua) hari minggu berturut-turut.
3. Kalau tidak ada keberatan-keberatan yang sah dari anggota jemaat, dilakukan penerimaan kembali saudara tersebut menurut ketentuan yang telah ditetapkan.
Pasal 54
DISIPLIN KEPADA PARA PEJABAT GEREJAWI
1. Jika ada seorang Majelis Gereja berbuat sesuatu kesalahan, umpamanya melalaikan kewajiban, menggunakan salah jabatannya, hendaknyalah anggota yang mengetahuinya menasihati dan menegurnya.
2. Jika nasihat itu tidak diperhatikan oleh yang bersangkutan, hal itu dibawa kepada Majelis Gereja untuk dinasihati.
3. Kalau ia tetap berkeras hati tidak mau menerima nasihat maka setelah menerima nasihat dan pertimbangan dari Majelis Gereja Toraja jemaat terdekat, saudara itu diberhentikan untuk sementara atau seterusnya. Pemberhentian sementara atas diri seorang pendeta dilaksanakan oleh Majelis Gereja setelah mendapat persetujuan dari Badan Pekerja Sinode. Pemberhentian untuk seterusnya atas diri seorang pendeta haruslah dengan persetujuan sidang klasis dan sidang sinode Am.
Pasal 55
ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN
Alasan-alasan untuk pemberhentian sementara atau seterusnya seorang pejabat gerejawi ialah:
1. Mengutarakan atau mengajarkan pengajaran sesat.
2. Melalaikan tugas kewajibannya.
3. Mempergunakan salah jabatannya.
4. Menimbulkan kesangsian atau perpecahan dalam jemaat.
5. Melakukan dosa-dosa lain yang menyebabkan dilakukannya disiplin gerejawi terhadap anggota-anggota jemaat.

Pasal 56

Seorang pendeta yang telah diberhentikan untuk sementara dari jabatannya, biaya penghidupannya ditanggung oleh jemaat yang jumlahnya dan lamanya ditentukan oleh Majelis Gereja dengan persetujuan Badan Pekerja Sinode sesuai dengan keadaan dan keperluan. Jika pendeta itu diberhentikan untuk seterusnya, hal itu ditentukan sidang Sinode Am atas usul Bdan Pekerja Sinode.

Pasal 57

Seorang pendeta yang telah diberhentikan demikian bila jemaat membutuhkannya, hendaknyalah Majelis Gereja dan sidang klasis serta Badan Pekerja Sinode menelitinya dengan saksama.
Pasal 58

DISIPLIN KEPADA JEMAAT

1. Jikalau ada 1 (satu) jemaat yang mempunyai haluan dan pengajaran yang bertentangan dengan Firman Tuhan atau menyimpang dari Pengakuan dan Tata Gereja Toraja, haruslah jemaat itu disasihati dan ditegur oleh sidang klasis berdasarkan Alkitab.
2. Jikalau jemaat itu tidak mengindahkan nasihat klasis, halnya diteruskan kepada sidang Sinode Am. Bilamana jemaat itu menolak keputusan sidang sinode Am maka hubungannya diputuskan dengan Gereja Toraja.
3. Meskipun ia telah dikeluarkan dari persekutuan, haruslah jemaat itu dinasihati dan didoakan terus menerus agar ia dapat meninggalkan pengajaran atau haluan yang sesat itu.
4. Apabila jemaat yang bersangkutan itu menyadari dan menyesali kelakuannya serta ingin bersekutu pula dengan jemaat-jemaat dalam lingkungan Gereja Toraja, maka sidang klasis dan sidang Sinode Am memeriksa dan mengambil keputusan atas permintaan itu.
BAB VIII
PERBENDAHARAAN GEREJA
Pasal 59

PERBENDAHARAAN GEREJA

Semua bentuk perbendaharaan Gereja Toraja adalah milik Gereja Toraja yang merupakan anugerah Tuhan Allah, baik benda yang bergerak maupun tidak bergerak yang diperoleh melalui:
a. Persembahan dengan sukarela dari anggota jemaat atau rumah tangga Kristen tiap bulan atau tiap tahun.
b. Persembahan-persembahan dalam ibadah jemaat.
c. Usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan Tata Gereja Toraja.
d. Persembahan dan pemberian berupa hibah kepada Gereja Toraja.
e. Semua pembelian/pengadaan.
f. Semua pemberian/hadiah dan sumbangan yang tidak mengikat.

Pasal 60

Semua harta benda yang bergerak dan tidak bergerak milik jemaat/lembaga/badan lainnya didaftarkan sebagai milik Gereja Toraja.

Pasal 61

Setiap jemaat/lembaga harus mempunyai buku inventaris dan memelihara buku inventaris itu serta dokumen-dokumen asli yang dirawat teratur dan disimpan oleh bendahara masing-masing.

Pasal 62

1. Semua harta benda milik jemaat/lembaga/badan dari Gereja Toraja dipergunakan untuk menunjang dan membiayai seluruh pelayanan gerejawi secara bertanggungjawab.
2. Setiap jemaat/lembaga/badan dari Gereja Toraja membuat laporan sumber dan penggunaan dana pada awal bulan untuk bulan yang baru lalu, pada awal tahun untuk tahun yang baru lalu.
3. Badan Verifikasi melakukan pemeriksaan atas laporan bulanan/tahunan dan membuat laporan hasil pemeriksaannya secara tertulis.

Pasal 63

Tiap-tiap kali terjadi penggantian yang ada sangkut pautnya dengan perbendaharaan dan harta milik gereja tersebut di atas haruslah diadakan serah terima kepada pengganti-penggantinya dengan disertai lampiran-lampiran daftar yang diserahterimakan.

Pasal 64

Hal-hal yang sehubungan dengan harta dan milik gereja yang belum terdapat dalam Tata Gereja ini, diatur oleh Badan Pekerja Sinode.
BAB IX

PERHUBUNGAN GEREJAWI

Pasal 65
HUBUNGAN ANTAR JEMAAT
Tiap-tiap jemaat dalam lingkungan Gereja Toraja harus memelihara persekutuan dan hubungan oikumenis dengan jemaat lain serta mempunyai hubungan-hubungan yang saling memperhatikan dan melayani seperti tercantum dalam Tata Gereja ini.
Pasal 66
HUBUNGAN ANTAR GEREJA
1. Gereja Toraja memelihara kerjasama dan hubungan-hubungan oikumenis dengan gereja-gereja lainnya.
2. Perbedaan-perbedaan kecil tidak boleh menyebabkan renggangnya hubungan melainkan hendaklah gereja tolong menolong dan berkasih-kasihan. Perhubungan itu dilakukan dalam bentuk surat menyurat, pengiriman utusan-utusan ke sinode gereja-gereja dan pertukaran-pertukaran tenaga serta bentuk-bentuk kerjasama lainnya.

BAB X

HUBUNGAN DAN KERJASAMA
Pasal 67
HUBUNGAN KERJASAMA GEREJA DENGAN LEMBAGA PELAYANAN KRISTEN
Hunungan kerjsama Gereja Toraja dengan Lembaga Pelayanan Kristen dilaksanakan dengan ketentuan:
1. Berdasarkan motivasi imaniah yang sama, yaitu mewujudkan kasih sebagai bentuk kesaksian.
2. Saling mendukung, menguatkan dan mengingatkan selaku kawan sekerja Allah.

Pasal 68

HUBUNGAN DAN KERJASAMA GEREJA DENGAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Hubungan dan kerjasama Gereja dengan Lembaga Kemasyarakatan dilaksanakan dengan ketentuan:

1. Berdasarkan motivasi solidaritas kemanusiaan dan demi manfaat kesejahteraan masyarakat.
2. Saling menghormati kedaulatan lembaga masing-masing sebagai mitra dalam rangka mewujudkan tujuan bersama.
Pasal 69
HUBUNGAN DAN KERJASAMA GEREJA DENGAN AGAMA SERTA KEPERCAYAAN LAIN
Hubungan dan kerjasama dengan agama serta kepercayaan lain dilaksanakan dengan ketentuan:
1. Berdasarkan realitas bahwa agama dan kepercayaan itu merupakan fenomena universal, serta pluralitas agama dan kepercayaan itu hidup disekitr Gereja.
2. Demi kesejahteraan bersama yang menjadi tujuan, kewajiban dan saling tanggungjawab bersama.
3. Saling menghormati keyakinan dan tradisi masing-masing agama dan kepercayaan.
4. Dilaksanakan dalam bentuk dialog yang jujur dan terbuka.
Pasal 70
HUBUNGAN DAN KERJASAMA GEREJA DENGAN PEMERINTAH
Hubungan kerjasama Gereja dengan Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan negara dilaksanakan dengan ketentuan:
1. Berdasarkan realiytas keharusan kemanusiaan manusia untuk menjalani kehidupan bersama, yang salah satu bentuknya adalah negara.
2. Sebagai pelaksanaan fungsi keimanan dan kenabian Gereja yang dilakukan secara aktif, positif, kreatif dan realistis terhadap penyelenggaraan negara.
3. Demi terwujudnya tujuan bersama yaitu kesejahteraan rakyat.
4. Saling mendukung dan mengingatkan dengan menghormati otonominya masing-masing.

BAB XI

YAYASAN/BADAN PELAYANAN

Pasal 71
PERSYARATAN PEMBENTUKAN
1. Beberapa warga gereja yang terpanggil untuk berpartisipasi dalam membina, meningkatkan dan mengembangkan kegiatan pelayanan tertentu, baik yang ditujukan kepada seluruh warga gereja maupun kepada masyarakat umum, dapat membentuk/mendirikan yayasan atau badan tertentu.
2. Dalam melakukan pelayanan yang dimaksudkan ayat 1 Pasal ini, disyaratkan:
a. Perlu dilakukan pengkajian yang mendalam terlebih dahulu akan kegunaan dan manfaatnya
b. Tidak bertentangan dan ataupun tumpang tindih dengan kegiatan pelayanan yang sudah ada.
c. Dalam pengadaan dana dan sarana penunjang, tidak sepenuhnya menggantungkan diri kepada Majelis.
3. Untuk menjamin keabsahan, Yayasan atau Badan sebagai organisasi pelayanan perlu diberikan izin tertulis atau Surat
4. Keputusan Majelis tentang pendiriannya dan perlu dibuat akta notaris atau badan hukum lain yang sah.

Pasal 72

STATUS DAN FUNGSI YAYASAN/BADAN
1. Status Yayasan/Badan yang didirikan menurut persyaratan seperti yang dimaksud oleh ayat 2 Pasal 71, adalah sebagai organisasi pelayanan yang otonom dan non struktural.
2. Fungsi dari Yayasan/Badan tersebut adalah untuk membantu Majelis dan Warga Gereja dalam memperkuat dan mengembangkan pelayanan kepada warga atau masyarakat umum.
3. Fungsi dari Yayasan/Badan tersebut adalah untuk membantu Majelis dan Warga Gereja dalam memperkuat dan mengembangkan pelayanan kepada warga atau masyarakat umum.
Pasal 73
RUANG LINGKUP DAN LOKASI KEGIATAN YAYASAN/BADAN
1. Kegistsn ysng dilakukan oleh Yayasan/Badan ditekankan pada pelayanan tertentu yang diselenggarakan sesuai dengan tujuan dan maksud didirikannya organisasi bersangkutan.
2. Pengurus Yayasan/Badan dapat memilih dan menetapkan lokasi kegiatan pelayanan dimanapun dalam batas kemampuan pengelolaannya.
Pasal 74
HUBUNGAN KERJA ANTARA YAYASAN/BADAN DENGAN GEREJA SERTA ORGANISASI PELAYANAN LAIN
1. Tanpa mengurangi arti dan maksud dalam memilih/merencanakan kegiatan seperti yang dimaksudkan oleh ayat 2 Pasal 73, pengurus Yayasan/Badan wajib memperhatikan saran/pendapat/petunjuk dari Majelis Gereja dan organisasi pelayanan lainnya.
2. Majelis Gereja dapat membantu kemudahan antara lain:
a. Surat menyurat yang diperlukan untuk memperlancar tugasnya,
b. Ruangan dan peralatan yang dianggap perlu, sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas gereja,
c. Kebutuhan dana seperlunya sepanjang hal itu sangat diperlukan dalam batas kemampuan Gereja.
3. Antara Yayasan/Badan dan organisasi pelayanan lain yang telah ada, perlu terjalin hubungan kerja untuk saling mendukung dan saling meningkatkan pelayanan.
4. Pengurus Yayasan/Badan menyerahkan laporan tahunan kepada Majelis Gereja atau Badan Pekerja Sinode.
Pasal 75

KEWENANGAN YAYASAN/BADAN

1. Susunan organisasi dan anggota pengurus serta petugas pelaksana Yayasan/Badan ditetapkan sendiri oleh para pendirinya, dengan kewajiban untuk memberitahukan kepada Majelis Gereja. Demikian pula setiap terjadi perubahan organisasi dan pengurus.
2. Yayasan/Badan dapat melaksanakan kegiatan pelayanan dengan memperhatikan ketentuan yang tercantum pada Pasal 72 di atas.
3. Yayasan/Badan dengan seizin Majelis Gereja dapat menggunakan semua fasilitas milik Gereja dalam suasana yang saling membantu dan dimanfaatkan dengan penuh tanggung jawab.
4. Yayasan/Badan sesuai dengan aktanya dapat mengadakan perjanjian kerjasama dengan lembaga tertentu, baik di dalam maupun di luar lingkungan gereja untuk meningkatkan kemampuan pelayanan.
5. Yayasan/badan berwenang untuk menyelenggarakan tata administrasi dan keuangan sendiri dengan penuh tanggung jawab.
Pasal 76

DUKUNGAN TERHADAP YAYASAN/BADAN

YANG TELAH DIBENTUK
1. Dalam kaitan kebersamaan kehidupan bergereja, Warga Gereja tetap mendukung Yayasan Pendikan Kristen Toraja, yayasan Tallu Lolona, Yayasan Kesehatan Gereja Toraja, Yayasan Pendidikan Kristen Makale dan Yayasan Pendidikan Theologia.
2. Terhadap Yayasan/Badan yang dibentuk kemudian oleh Gereja- gereja Toraja sepanjang memberikan manfaat kepada Gereja, wajib masuk sebagai anggota.

BAB XII

PERATURAN PENUTUP
Pasal 77
PERATURAN PENUTUP
1. Dengan disahkannya perubahan (revisi) Tata Gereja Toraja ini maka Tata Gereja Toraja sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.
2. Tata Gereja Toraja ini hanya dapat diubah oleh sidang Sinode Am Gereja Toraja.
3. Perubahan Tata Gereja Toraja dilakukan apabila ½+ 1 (setengah ditambah satu) jumlah Klasis mengusulkan diadakan perubahan.
4. Usul perubahan diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum Sidang Sinode Am berlangsung.
5. Tata Gereja Toraja ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Sidang Sinode Am Gereja Toraja.
Jakarta, April 2005
?

0 komentar:

Post a Comment