GEREJA TORAJA
(draft-Revisi)
Pembukaan
Bahwa
sesunguhnya gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil dan
percaya kepada Allah Tritunggal yaitu Allah Bapa, Allah Anak dan
Rohulkudus sesuai kesaksian Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru) seperti yang diterangkan dalam Pengakuan Gereja Toraja dan 3
(Tiga) Pengakuan Oikumenis (Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Nicea
Konstantinopel dan Pengakuan Athansius).
Bahwa
sesuai dengan hakikat dan pengakuannya, Gereja Toraja adalah pernyataan
dari Gereja yang Esa, Kudus dan Am, yang terwujud nyata dalam
gereja-gereja setempat yang disebut jemaat dan dipimpim oleh Majelis
Gereja dalam ikatan dan ketaatan kepada persidangan-persidangan yang
lebih luas.
Bahwa
pelayanan Gereja Toraja bersumber dan berdasar pada Firman Tuhan dan
Pelayanan Yesus Kristus, yang oleh hidup, kematian dan kebangkitan-Nya
telah melakukan pelayanan yang sempurna bagi dunia. Dari Dia-lah gereja
menerima tugas pelayanan, pertumbuhan dan pembangunan dirinya dalam
kasih: “Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain
daripada dasar yang telah diletakkan yaitu Yesus Kristus” (I Kor 3:11).
Bahwa sebagai umat yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, Warga Gereja Toraja dipanggil untuk menerima dan memberitakan kebaikan Tuhan, memuliakan Dia serta menjadi berkat bagi dunia.
Bahwa Pekabaran Injil yang dilakukan oleh para guru sekolah Landschap yang diutus oleh Indiche Kerk yang kehadirannya bersamaan dengan pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1905 telah mengadakan pembaptisan pertama pada tanggal 16 Maret 1913 di Makale yang dipimpin oleh seorang Pendeta tentara dari Bontain. Pekabaran Injil tersebut, yang kemudian dilanjutkan oleh Gereformeerde Zendings Bond (GZB) telah menumbuhkan benih-benih iman percaya masyarakat Toraja pada mulanya. Sehingga pada tanggal 25 Maret 1947 dalam Sidang Majelis Am pertama tanggal 25-27 Maret 1947 di Rantepao, Gereja Toraja resmi berdiri sebagai sebuah Sinode dengan nama Sinode Am Gereja Toraja.
Bahwa
untuk memelihara kesucian, kelancaran dan ketertiban pelayanan Gereja
Toraja maka disusunlah Tata Gereja Toraja yang sesuai dengan isi
Alkitab, sebagai berikut:
BAB I
PENGORGANISASIAN GEREJA
Pasal 1
NAMA GEREJA
Yang
dimaksud Gereja dalam Tata Gereja ini adalah persekutuan orang percaya
yang berpusat pada penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus, yang ada
di suatu tempat tertentu, memiliki Majelis dan telah mampu menanggung
semua jenis tanggungjawab baik pemberitaan Injil, pemeliharaan warga
gereja, maupun penyelenggaraan organisasi Gereja yang selanjutnya,
Gereja itu disebut Gereja Toraja.
Pasal 2
WAKTU, TEMPAT DAN KEDUDUKAN
1. Gereja
Toraja berdiri pada tanggal 25 Maret 1947 dalam Sidang Majelis Am
pertama tanggal 25-27 Maret 1947 di Rantepao untuk waktu yang tidak
ditentukan lamanya dan dinyatakan sebagai lembaga keagamaan yang
bersifat gereja sesuai surat keputusan Menteri Agama R.I No.26 Tahun
1971 tanggal 11 Mei 1971.
2. Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja berkedudukan di Indonesia di tempat yang ditentukan oleh sidang Sinode Am Gereja Toraja.
Pasal 3
PENGAKUAN
Gereja
Toraja mengaku bahwa Yesus Kristus itulah Tuhan dan Juruselamat dunia
serta Kepala Gereja, yang menebus dan menyelamatkan dari kebinasaan
serta memberikan kehidupan yang kekal sesuai kesaksian Alkitab yang
adalah Firman Allah.
Pasal 4
ASAS BERMASYARAKAT, BERBANGSA
DAN BERNEGARA
Dalam
terang pengakuan seperti tercantum pada pasal 3 (tiga) di atas, Gereja
Toraja berasaskan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pasal 5
T U J U A N
Tujuan Gereja Toraja adalah:
1. Mewujudkan
panggilanNya di dunia sebagai Gereja yang adalah kepunyaan Allah
sendiri untuk menerima dan memberitakan kebaikan Tuhan, memuliakan Dia
serta menjadi berkat bagi dunia.
2. Mewujudkan persekutuan umat Allah untuk hidup dalam persekutuan hidup baru yang kudus dan bermoral.
Pasal 6
BENTUK DAN SUSUNAN GEREJA
1. Sistim
kepemimpinan Gereja Toraja adalah presbiterial sinodal yang dipimpin
oleh Majelis Gereja yang terdiri dari Pendeta, penatua dan syamas.
2. Berdasarkan bentuk ini dalam Gereja Toraja terdapat susunan: Majelis Gereja, Klasis dan Sinode Am.
Pasal 7
WARGA GEREJA
Warga Gereja suatu Gereja adalah:
1. Warga sidi yaitu warga gereja yang telah melakukan pengakuan iman sendiri dihadapan Tuhan di tengah-tengah jemaat.
2. Warga baptisan yaitu: anak waga jemaat yang telah dibaptiskan tetapi belum disidi.
3. Warga
calon baptisan, yaitu: anak warga jemaat yang belum dibaptis dan orang
dewasa yang mau mengikuti iman Kristen serta sudah mengaku dihadapan
jemaat atau Majelis Gereja, tetapi belum dibaptis.
Pasal 8
HAK DAN KEWAJIBAN
1. Setiap Warga Gereja Toraja berhak:
a. mendapat pelayanan dan pemeliharaan gerejawi
b. Imenerima pelayanan sakramen baptisan dan sakramen perjamuan kudus.
c. memilih dan dipilih menjadi anggota Majelis Gereja.
2. Setiap Warga Gereja Toraja berkewajiban:
a. menanggung
bersama segala pembiayaan pelayanan gerejawi dengan mempersembahkan
sebagian dari harta miliknya sebagai tanda syukur atas anugerah Allah.
b. mendengar,
membaca dan memberitakan Firman Allah dengan kata dan perbuatan serta
ikut aktif dalam pelaksanaan perwujudan imamat am orang percaya.
c. menjalankan kehidupan etis selaku orang yang telah diselamatkan oleh Allah disegala lapangan kehidupan.
BAB II
JABATAN GEREJAWI
Pasal 9
1. Gereja Toraja mengakui adanya jabatan imamat am orang percaya.
2. Agar
pelayanan gereja dapat dilaksanakan secara teratur dan tertib maka
Gereja Toraja menetapkan pejabat-pejabat khusus, yaitu pendeta, penatua
dan syamas (diaken) yang diikat dalam satu badan yang disebut Majelis
Gereja.
Pasal 10
SYARAT-SYARAT PEMANGKU JABATAN KHUSUS
1. Setiap
pejabat menandatangani naskah perjanjian bahwa ia di dalam pelayanannya
akan menaati Pengakuan Gereja Toraja dan Tata Gereja Toraja.
2. Sesudah
menandatangani naskah perjanjian, pejabat bersangkutan diurapi atau
diteguhkan di tengah-tengah jemaat dalam suatu kebaktian.
Pasal 11
FUNGSI MAJELIS GEREJA
1. Majelis yang terdiri dari Pendeta, Penatua dan Syamas berfungsi sebagai pemimpin gereja dalam menjalankan tugas dan pelayanan.
2. Memanfaatkan
seluruh karunia Tuhan agar tugas Gereja dapat terselenggara dengan
teratur, tertib dan terarah serta kehidupan keimanan dapat dijaga dan
dikembangkan sejalan dengan perkembangan kebutuhan seluruh warga gereja
dan masyarakat.
3. Majelis dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, membentuk Badan
Pekerja Majelis (BPM) dan Badan Verifikasi Jemaat untuk masa bakti 3
(tiga) tahun, dan dapat diperpanjang maksimal 2 (kali) berturut-turut.
4. Bagi jemaat yang sudah mempunyai pendeta, ketua Badan Pekerja Majelis adalah pendeta.
5. Anggota Majelis tidak boleh merangkap jabatan dalam badan lainnya.
6. Penatua dan atau Syamas yang pindah ke Gereja lain, dengan sendirinya jabatannya gugur.
Pasal 12
KEWENANGAN MAJELIS GEREJA
1. Majelis
berwenang menetapkan dan merumuskan kebijakan umum dan operasional
gereja dengan memperhatikan konsistensi, prioritas dan kebersamaan.
2. Majelis melaksanakan pengelolaan dan memanfaatkan seluruh harta milik gereja secara berdayaguna dan berhasilguna.
3. Mejelis dapat membentuk badan/unit-unit pelayanan dan kepanitiaan tertentu untuk memperlancar tugas-tugas pelayanan gereja.
4. Majelis melaksanakan pengawasan dan memberikan arahan terhadap organisasi pelayanan yang dibentuk oleh warga gereja.
5. Majelis dapat menunjuk satu atau beberapa anggota Majelis untuk menjalankan fungsi tertentu.
6. Majelis dapat menerbitkan surat keputusan, surat edaran atau bentuk ketentuan tertulis.
Pasal 13
JABATAN PENDETA
Yang dapat memangku jabatan pendeta adalah anggota sidi yang:
1. Mempunyai pengetahuan teologia yang cukup untuk jabatan itu menurut penilaian Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.
2. Sudah melaksanakan pelayanannya dengan baik sebagai proponen sekurang-kurangnya satu tahun ditengah-tengah jemaat.
3. Sudah menjawab secara tertulis panggilan dari Majelis Gereja yang memanggil.
4. Sudah
diurapi dalam jabatan pendeta ditengah-tengah jemaat dalam suatu
kebaktian yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.
5. Tidak sedang dikenakan disiplin gerejawi.
Pasal 14
PEMANGGILAN PENDETA
1. Pemanggilan pendeta dilaksanakan oleh Majelis Gereja atas nama jemaat atau jemaat-jemaat..
2. Badan Pekerja Sinode mengajukan pendeta atau calon pendeta setelah berkonsultasi bersama Badan Pekerja Klasis dan Majelis Gereja.
3. Majelis Gereja menetapkan dan menerima pendeta atau calon pendeta yang ajaran serta perikehidupannya sudah diperiksa oleh Badan Pekerja Sinode.
4. Nama
pendeta atau calon pendeta yang telah ditetapkan oleh Majelis Gereja
disampaikan kepada jemaat yang bersangkutan untuk diumumkan dan didoakan
dalam kebaktian-kebaktian sekurang-kurangnya dua hari minggu
berturut-turut.
5. Jikalau
tidak ada keberatan yang sah, pendeta atau calon pendeta yang telah
ditetapkan dipanggil oleh Majelis Gereja untuk diteguhkan atau diurapi
dalam jemaat yang bersangkutan.
6. Peneguhan
atau pengurapan dilangsungkan di tengah-tengah jemaat menurut tata
ibadah yang telah ditetapkan sidang Sinode Am. Penumpangan tangan dari
pendeta yang melayani kebaktian dan para pendeta lain yang diundang
untuk maksud tersebut hanya dilaksanakan pada saat pengurapan untuk
calon pendeta.
7. Pemanggilan
atas diri seorang yang telah memangku jabatan pendeta tidak lagi
dikenakan pemeriksaan ajaran dan penumpangan tangan dalam kebaktian
peneguhannya.
8. Seseorang
pendeta untuk pelayanan khusus, misalnya pendeta yang mengajar di
Sekolah Teologi atau pada lembaga-lembaga gerejawi lainnya dipanggil
oleh Badan Pekerja Sinode.
9 Bagi
calon yang belum diurapi, pengurapannya dilakukan di dalam satu jemaat
setelah melalui prosedure yang telah ditentukan oleh Badan pekerja
Sinode.
Pasal 15
TUGAS PENDETA
1. Melayani pemberitaan Firman Tuhan.
2. Melayani Sakramen.
3. Melayani Katekisasi.
4. Meneguhkan Sidi.
5. Meneguhkan pejabat-pejabat khusus.
6. Meneguhkan dan melaksanakan pemberkatan nikah anggota-anggota jemaat.
7. Bersama-sama
dengan penatua dan syamas memelihara, melayani dan memimpin jemaat
berdasarkan Firman Tuhan serta menjalankan disiplin gerejawi.
8. Memberitakan Injil ke dalam dan ke luar jemaat.
9. Mengunjungi anggota jemaat.
10. Memegang teguh rahasia jabatan.
Pasal 16
NAFKAH PENDETA
1. Pendeta menyerahkan seluruh hidupnya untuk melaksanakan tugas pelayanan gerejawi. Oleh karena itu anggota-anggota jemaat wajib
menanggung keperluan hidupnya dengan memberikan fasilitas dan jaminan
hidup yang layak, dengan berpedoman pada peraturan pemerintah yang
sedang berlaku.
2. Bila
seorang pendeta tidak dapat lagi menjalankan tugas karena usia lanjut,
sakit atau karena sebab-sebab lain yang dianggap sah maka ia
diberhentikan dengan hormat oleh Badan Pekerja Sinode
3. Gereja
Toraja setelah berkonsultasi dengan Majelis Gereja. Ia berhak atas
tunjangan hidup sesuai ketentuan yang berlaku dalam Gereja Toraja.
Demikian pula bagi janda/duda dan anak-anak dari pendeta yang meninggal.
Pasal 17
MASA JABATAN PENDETA
1. Masa
jabatan pendeta berlangsung selama masih hidup, tetapi jikalau pendeta
itu beralih ke lapangan lain sehingga tidak dapat menjalankan tugas
pelayanan sebagai pendeta, maka dengan sendirinya jabatan kependetaannya
digugurkan oleh Sidang Sinode Am atas usul Badan Pekerja Sinode.
2. Jika seorang pendeta telah mencapai usia 55 (lima piluh lima)
tahun atau tidak dapat lagi menjalankan tugas karena hal-hal yang
dianggap sah oleh Badan Pekerja Sinode, maka ia dapat mengajukan
permohonan status emiritus. Setelah mencapai usia 60 (enam pulu) tahun
dengan sendirinya diberikan status emiritus.
3. Pendeta emiritus dapat sewaktu-waktu menjalankan tugas kependetaannya apabila diminta oleh Majelis Gereja.
Pasal 18
MASA TUGAS PENDETA
1. Masa tugas pendeta disuatu jemaat adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak diurapi/diteguhkan dalam jemaat itu.
2. 6 (enam) bulan menjelang akhir masa tugas 5 (lima) tahun, Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja menghubungi pendeta dan jemaat yang bersangkutan untuk mengingatkan proses mutasi.
3. Sekalipun sudah mencapai masa tugas 5 (lima) tahun tetapi belum dimutasikan karena pertimbangan-pertimbangan khusus, baik oleh
4. Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja maupun oleh jemaat setempat maka masa tugas dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) tahun.
5. Bila
masa tugas ditengah-tengah jemaat terdapat hal-hal yang di luar dugaan
maka hal itu akan diatur oleh Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja bersama
Majelis Gereja setempat dan Badan Pekerja Klasis berdasarkan Tata
Gereja Toraja.
6. Masa tugas pendeta untuk pelayanan khusus diatur oleh Badan ekerja Sinode Gereja Toraja.
Pasal 19
PENDETA KONSULEN
Hal-hal yang berkenan dengan pendeta konsulen diatur sebagai berikut:
1. Jemaat
yang belum mempunyai pendeta sendiri, berkewajiban meminta seorang
pendeta dari jemaat lain untuk menjadi pendeta konsulennya dengan
persetujuan Badan Pekerja Klasis.
2. Jemaat yang dikonsulen berkewajiban turut menanggung jaminan hidup pendeta konsulen.
3. Pekerjaan pendeta konsulen dalam jemaat itu ialah melakukan pekerjaan kependetaan.
4. Pendeta
konsulen dapat membatalkan keputusan-keputusan Majelis Gereja jemaat
yang dikonsulen, yang bertentangan dengan Firman Tuhan, Pengakuan Gereja
Toraja dan Tata Gereja Toraja.
Pasal 20
PENDETA BERJABATAN RANGKAP
Berdasarkan
status Pendeta adalah sebagai pelayan Tuhan penuh waktu maka ia tidak
boleh merangkap jabatan dan atau pekerjaan penuh waktu yang lain, agar
tidak mengurangi integritasnya sebagai Pendeta.
Pasal 21
STUDI LANJUT PENDETA DAN CALON PENDETA
1. Badan
Pekerja Sinode dan atau Majelis Gereja dapat mempertimbangkan untuk
memberi kesempatan kepada Pendeta dan Calon Pendeta dalam memperoleh
tingkatan akademik yang lebih tinggi.
2. Dalam mempertimbangkan kesempatan itu, Badan Pekerja Sinode dan atau Majelis memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kegunaan langsung bagi peningkatan dan pengembangan pelayanan.
b. Persyaratan akademis dari yang bersangkutan, termasuk penguasaan bahasa asing,
c. Tersedianya dana yang memadai
d. Usia dan masa pelayanan yang bersangkutan,
e. Kesehatan
3. Badan
Pekerja Sinode dan atau Majelis Gereja menetapkan ketentuan/persyaratan
dan prosedur pelaksanaan studi lanjut bagi Pendeta dan Calon Pendeta
berdasarkan ketentuan pasal ini.
Pasal 22
JABATAN PENATUA
1. Yang dapat dipilih memangku jabatan penatua ialah anggota sidi yang tidak sedang dikenakan disiplin gerejawi, yang mempunyai
pengetahuan Alkitab dan dapat mengajarkan dasar-dasar iman Kristen serta mempunyai nama baik di dalam dan di luar jemaat.
2. Sebelum
diadakan pemilihan, Majelis Gereja menentukan calon-calon yang diajukan
oleh anggota jemaat. Jumlahnya, sebaiknya dua kali lipat dari jumlah
yang dibutuhkan dan telah diteliti oleh Majelis Gereja. Nama-nama calon
diumumkan dan didoakan dalam kebaktian-kebaktian sekurang-kurangnya dua
hari minggu berturut-turut.
3. Jika tidak ada keberatan yang sah terhadap calon-calon yang diajukan, diadakan pemilihan.
4. Pemilihan
penatua dilakukan ditengah-tengahjemaat lebih dahulu dinaikkan doa
kepada Tuhan yang adalah Kepala Gereja. Yang berhak memilih adalah
anggota jemaat yang sudah sidi dan tidak sedang dikenai disiplin
gerejawi.
5. Setelah
Majelis Gereja mengesahkan hasil pemilihan, nama-nama calon yang
dipilih itu diumumkan pula dalam kebaktian-kebaktian dua hari minggu
berturut-turut.
6. Jika
tidak ada keberatan yang sah, dilakukan peneguhan oleh seorang pendeta
atas diri meeka dalam suatu kebaktian menurut peraturan yang telah
ditetapkan.
7. Masa
tugas penatua ialah 3 (tiga) tahun. Mereka meletakkan jabatannya
sesudah peneguhan penggantipenggantinya. Penatua yang telah sampai
waktunya untuk berhenti dapat dipilih kembali.
Pasal 23
TUGAS PENATUA
1. Bersama-sama
dengan pendeta dan syamas memelihara, melayani dan memimpin jemaat
berdasarkan Firman Tuhan dan menjalankan disiplin gerejawi.
2. Memperhatikan
segala pengajaran dan khotbah dari semua pelayan Firman Tuhan dan
memberikan peringatan kepadanya apabila tidak sesuai dengan Firman Tuhan
dan Pengakuan Gereja Toraja.
3. Turut bertanggungjawab atas pelayanan sakramen.
4. Mengunjungi anggota-anggota jemaat.
5. Memberitakan Injil.
6. Memegang teguh rahasia jabatan.
7. Jemaat
yang belum mempunyai Pendeta, Majelis Gereja menunjuk seorang penatua
yang bertugas sebagai pengajar dan pengatur tugas sehari-hari di jemaat
itu, dengan nama guru jemaat.
Pasal 24
JABATAN SYAMAS (DIAKEN)
1. Yang
dapat dipilih memangku jabatan syamas ialah anggota sidi yang tidak
sedang dikenakan disiplin gerejawi, yang mempunyai pengetahuan Alkitab
dan dapat mengajarkan dasar-dasar iman Kristen serta mempunyai nama baik
di dalam dan di luar jemaat.
2. Sebelum
diadakan pemilihan, Majelis Gereja menentukan calon-calon yang diajukan
oleh anggota jemaat. Jumlahnya, sebaiknya dua kali lipat dari jumlah
yang dibutuhkan dan telah diteliti oleh Majelis Gereja. Nama-nama calon
diumumkan dan didoakan dalam kebaktian-kebaktian sekurang-kurangnya dua
hari minggu berturut-turut.
3. Jika tidak ada keberatan yang sah terhadap calon-calon yang diajukan, diadakan pemilihan.
4. Pemilihan
syamas dilakukan ditengah-tengah jemaat lebih dahulu dinaikkan doa
kepada Tuhan yang adalah Kepala Gereja. Yang berhak memilih adalah
anggota jemaat yang sudah sidi dan tidak sedang dikenai disiplin
gerejawi.
5. Setelah
Majelis Gereja mengesahkan hasil pemilihan, nama-nama calon yang
dipilih itu diumumkan pula dalam kebaktian-kebaktian dua hari minggu
berturut-turut.
6. Jika
tidak ada keberatan yang sah, dilakukan peneguhan oleh seorang pendeta
atas diri mereka dalam suatu kebaktian menurut peraturan yang telah
ditetapkan.
7. Masa
tugas syamas ialah 3 (tiga) tahun. Mereka meletakkan jabatannya sesudah
peneguhan pengganti-penggantinya. Syamas yang telah sampai waktunya
untuk berhenti dapat dipilih kembali.
Pasal 25
TUGAS SYAMAS (DIAKEN)
1. Menyelengarakan dengan kasih sayang, terciptanya kesejahteraan anggota-anggota jemaat dan sesama manusia yang berkekurangan.
2. Mengusahakan dana dan pekerjaan-pekerjaan diakonia, dalam arti yang luas.
3. Mengunjungi anggota jemaat yang membutuhkan pertolongan.
4. Bersama-sama
dengan pendeta dan penatua memelihara, melayani dan memimpin jemaat
berdasarkan Firman Tuhan serta menjalankan disiplin gerejawi.
5. Memegang teguh rahasia jabatan.
6. Memberitakan Injil.
Pasal 26
KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTAR PEMANGKU JABATAN
1. Kedudukan diantara pemangku jabatan adalah kemitraan dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
2. Seorang
pemangku jabatan tidak boleh memerintah pemangku jabatan yang lain.
Semuanya berkasih-kasihan, bertolong-tolongan, memperingati satu dengan
yang lain supaya masing-masing dan bersama-sama dapat melaksanakan
pelayanan gerejawi.
3. Jika
ada perselisihan dikalangan anggota-anggota Majelis Gereja, haruslah
diselesaikan dengan segera dan sebaik-baiknya sehingga hal itu tidak
menjadi batu sandungan bagi anggota jemaat.
BAB III
PELAYANAN GEREJAWI
Pasal 27
Gereja Toraja mengenal bentuk-bentuk pelayanan sebagai berikut:
1. Ibadah Jemaat.
2. Pelayanan baptisan kudus.
3. Pelayanan perjamuan kudus.
4. Peneguhan sidi.
5. Pemberkatan nikah.
6. Penggembalaan.
7. Diakonia.
8. Pembinaan warga gereja.
9. Pemberitaan Injil.
Pasal 28
IBADAH JEMAAT
1. Ibadah
yang dilaksanakan anggota jemaat bersama-sama ialah: kebaktian hari
minggu, kebaktian hari raya gerejawi, kebaktian rumah tangga, kebaktian
pengucapan syukur, kebaktian doa, kebaktian penyegaran iman, kebaktian
penghiburan dan kebaktian-
kebaktian lainnya yang diatur oleh Majelis Gereja.
2. Setiap kebaktian hari minggu dilaksanakan menurut liturgi yang sudah ditetapkan oleh sidang Sinode Am.
3. Nyanyian
yang dipakai dalam kebaktian-kebaktian ialah mazmur dan
nayanyian-nyanyian rohani lain yang telah disahkan oleh sidang Sinode
Am. Nyanyian-nyanyian paduan suara dan sejenisnya diteliti oleh Majelis
Gereja.
4. Dalam
ibadah jemaat anggota-anggota mendengarkan Firman Tuhan, memuji-muji
Tuhan, mengaku dosa, bersekutu dengan Allah dan sesama manusia, menerima
berkat, menaikkan doa syafaat untuk gereja, negara dan dunia serta
memberikan persembahan syukur.
Pasal 29
PELAYANAN BAPTISAN KUDUS
1. Pelayanan baptisan kudus dilakukan di dalam ibadah jemaat di tempat kebaktian hari minggu kepada:
a. Warga
dewasa yang telah mengikuti pengajaran agama Kristen secara teratur
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan dianggap layak menerima baptisan
kudus.
b. Anak-anak warga jemaat atas pengakuan dan janji orang tua atau walinya.
2. Para
orang tua atau wali yang hendak menyerahkan anaknya untuk dibaptis
harus diberi penjelasan oleh Majelis Gereja mengenai arti baptisan serta
tanggungjawab orang tua atau wali untuk mendewasakan anak-anak itu
dalam imannya.
3. Anak-anak
dari warga jemaat yang tidak dapat dibaptis atas tanggungan orang tua,
misalnya orang tua berada dalam penjara, menderita sakit ingatan dan
sebab-sebab lainnya yang dipandang sah oleh Majelis Gereja, dapat
dibaptiskan atas tanggungan seorang anggota jemaat sidi yang
bertanggungjawab dan bersedia
membimbing anak itu sampai dewasa dalam iman.
4. Setiap warga gereja hanya sekali saja dibaptiskan ke dalam Nama Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus.
5. Baptisan kudus dilaksanakan sesudah diumumkan dan didoakan dalam kebaktian-kebaktian 2 (dua) hari minggu berturut-turut.
6.
Pasal 30
PELAYANAN PERJAMUAN KUDUS
1. Pelayanan
perjamuan kudus dilakukan di dalam ibadah jemaat di tempat yang
ditetapkan Majelis Gereja kepada anggota sidi yang tidak sedang
dikenakan disiplin gerejawi.
2. Perjamuan kudus dilaksanakan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali setahun.
3. Dua
minggu sebelum perjamuan kudus dilaksanakan, haruslah diberitahukan
kepada anggota-anggota jemaat, agar tiap-tiap anggota sidi mempersiapkan
diri sebaik-baiknya.
4. Majelis Gereja dalam kesempatan itu mengadakan perkunjungan untuk menjelaskan maksud dan pentingnya perjamuan kudus.
5. Dalam
ibadah hari minggu sebelum perjamuan kudus dilayankan, diadakan khotbah
persiapan serta pembacaan sebagian formulir mengenai perjamuan kudus.
Pasal 31
PENEGUHAN SIDI
1. Peneguhan
sidi dilakukan dalam ibadah jemaat di tempat yang ditetapkan oleh
Majelis Gereja, kepada anggota baptisan yang telah berusia 16 (enam
belas) tahun dan telah mengikuti katekisasi dari Majelis Gereja sesuai
bahan katekisasi yang telah ditetapkan.
2. Sebelum calon sidi mengaku kepercayaannya, Majelis Gereja memeriksa pengetahuan Alkitab yang dimiliki dan perikehidupan mereka.
3. Sebelum
diadakan peneguhan sidi, nama-nama calon sidi diumumkan dan didoakan
dalam kebaktian-kebaktian sekurang-kurangnya 2 (dua) hari minggu
berturut-turut.
Pasal 32
PEMBERKATAN NIKAH
1. Pemberkatan nikah dilakukan dalam ibadah jemaat di tempat yang ditetapkan oleh Majelis Gereja kepada anggota-anggota jemaat.
2. Setiap anggota jemaat berkewajiban mencatatkan nikahnya pada pemerintah.
3. Anggota
jemaat yang ingin diberkati pernikahannya, menyampaikannya keada
Majelis Gereja dan Majelis Gereja mengumumkan dan mendoakannya dalam
kebaktian-kebaktian sekurang-kurangnya 2 (dua) hari minggu
berturut-turut. Bila tidak ada keberatan yang sah maka dilaksanakan
pemberkatan nikah itu.
4. Sebelum
pemberkatan nikah, Majelis Gereja mengadakan katekisasi nikah,
percakapan dan memberikan nasihat perkawinan kepada yang bersangkutan,
sesuai bahan ketekisasi nikah yang telah ditetapkan.
5. Anggota jemaat yang sudah merusakkan nikahnya tidak dapat diberkati untuk kedua kalinya.
6. Jika
salah satu pasangan berasal dari denominasi yang berbeda, pemberkatan
nikahnya dapat dilakukan setelah diteliti dan dipertimbangnkan dengan
sungguh-sungguh oleh Majelis Gereja setempat dan telah dilaksanakan
katekisasi nikah sesuai bahan yang telah ditetapkan.
Pasal 33
PEMBINAAN WARGA GEREJA
1. Gereja
wajib melakukan pembinaan warga gereja untuk melaksanakan fungsi
pemeliharaan atau penggembalaan gereja melalui perkunjungan, percakapan,
nasihat dan doa.
2. Pembinaan itu meliputi manusia seutuhnya, jasmaniah dan rohaniah.
3. Tujuan
pembinaan adalah agar warga gereja sebagai orang yang telah
diselamatkan, mampu menjalani kehidupan di dunia dengan layak dan wajar
dengan iman yang benar dan teguh, dan berfungsi dalam pekerjaan
penyelamatan Allah menuju penyempurnaan keselamatan.
4. Pembinaan dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Pada dasarnya pembinaan adalah tanggungjawab Majelis, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun evaluasinya.
b. Sesuiai dengan jabatan imamat am orang percaya, segenap warga gereja ikut melaksanakan pembinaan.
c. Pembinaan dilakukan bagi semua warga gereja sebagai manusia seutuhnya, dalam kondisi nyata.
d. Hubungan antara yang membina dan yang dibina adalah saling sebagai subyek.
e. Pembinaan harus memperhatikan perkembangan fisik, psikis, kemampuan seseorang, kategori umur serta profesi atau fungsi.
f. Pembinaan warga gereja dilaksanakan secara teratur, terencana dan selamanya.
5. Pelaksanaan
teknis pembinaan yang berkenaan dengan materi, cara atau metode dan
bentuk, baik berupa kegiatan gerejawi maupun kegiatan masyarakat,
ditentukan oleh Majelis Gereja dengan melibatkan organisasi intra
gerejawi dan lembaga-lembaga pembinaan yang ditetapkan oleh Badan
Pekerja Sinode.
6. Yang dimaksud dengan organisasi intra gerejawi adalah unit pelayanan kategorial yang terdiri dari:
a. Persekutuan Wanita Gereja Toraja (PWGT)
b. Persekutuan Pemuda Gereja Toraja (PPGT)
c. Sekolah Minggu Kebaktian Madya Gereja Toraja (SMKM-GT).
Pasal 34
DIAKONIA
Gereja
berkewajiban mengadakan pelayanan diakonia dalam memelihara, menolong
dan mensejahterakan anggota jemaat dan sesama manusia yang lemah dan
berkekurangan serta berusaha membendung dan mencegah (menanggulangi)
sebab-sebab kesengsaraan dan kemelaratan manusia.
Pasal 35
PEMBERITAAN INJIL
1. Gereja
berkewajiban memberitakan Injil kepada orang-orang yang belum mengenal
dan belum menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya.
2. Pemberitaan
dilaksanakan oleh setiap anggota jemaat baik sendiri maupun
bersama-sama dengan mempergunakan komunikasi yang tepat guna. Dalam
pelaksanaan pekabaran Injil, Majelis Gereja bekerjasama dengan
lembaga-lembaga pekabaran Injil yang ditetapkan oleh Badan Pekerja
Sinode.
3. Gereja Toraja melalui Badan Pekerja Sinode mengutus tenaga-tenaga pemberita Injil ke daerah-daerah Pekabaran Injil.
Pasal 36
PERPINDAHAN WARGA GEREJA
1. Setiap
warga gereja yang pindah dari jemaat yang satu ke jemaat yang lain,
atau ke gereja yang seasas wajib menyampaikan permohonan atestasi kepada
Majelis Gereja.
2. Kepindahan warga gereja diwartakan dalam kebaktian minggu.
3. Atestasi
yang diperoleh disampaikan kepada Majelis Gereja yang dituju.
Penerimaan warga gereja yang bersangkutan diwartakan di dalam kebaktian
minggu.
4. Warga
gereja yang pindah dari gereja yang tidak seasas harus mengaku
dihadapan jemaat atau dalam hal-hal yang sangat khusus dihadapan Majelis
Gereja untuk menaati Pengakuan Gereja Toraja dan Tata Gereja Toraja.
5. Warga
yang pindah dari gereja yang tidak seasas tidak dibaptis lagi apabila
sudah dibaptis ke dalam nama Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus.
6. Seorang
warga gereja dari Gereja bukan Gereja Toraja yang ingin menjadi Wraga
Gereja Toraja tetapi tidak mendapat atestasi dari Gereja asalnya, dapat
diterima menjadi Warga Gereja Toraja dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Orang yang bersangkutan membuat surat
permohonan kepada Majelis Gereja yang dituju, yang juga berisi
pernyataan atas kehendak sendiri ingin menjadi Warga Gereja Toraja yang
tembusannya disampaikan ke Gereja asal.
b. Majelis
gereja mengadakan percakapan gerejawi dengan yang bersanhgkutan, untuk
memutuskan menerima atau menolak permohonannya itu.
c. Apabila permohonannya diterima, penerimaan orang tersebut sebagai warga gereja dilakukan sesuai dengan ayat 4 pasal ini.
BAB IV
PERSIDANGAN GEREJAWI
Pasal 37
PERSIDANGAN GEREJAWI
Dalam Gereja Toraja ada 3 (tiga) jenjang persidangan gerejawi yaitu:
1. Sidang Majelis Gereja
2. Sidang Klasis
3. Sidang Sinode Am
Pasal 38
PERSIDANGAN MAJELIS GEREJA
1. Majelis
Gereja adalah Badan tetap yang memelihara, melayani dan memimpin jemaat
berdasarkan Firman Tuhan dan mewakili jemaat ke dalam dan ke luar.
2. Sidang Majelis Gereja beranggotakan pendeta, penatua, syamas dalam suatu jemaat.
3. Sidang Majelis Gereja diadakan 1 (satu) kali dalam sebulan atau sesuai kebutuhan.
4. Pimpinan sidang rutin Majelis Gereja adalah Badan Pekerja Majelis.
5. Sidang
Majelis Gereja dihadiri oleh wakil pengurus organisasi intra gerejawi
sebagai konsultan atas undangan Majelis Gereja. Pendeta tugas khusus
yang menjadi anggota jemaat yang bersangkutan dengan sendirinya menjadi
penasihat persidangan.
6. Sebelum sidang Majelis Gereja, terlebih dahulu pengumuman disampaikan kepada anggota-anggota jemaat.
7. Sekurang-kurangnya
sekali dalam setahun diadakan sidang Majelis Gereja yang diperluas yang
dihadiri oleh anggota-anggota jemaat yang diundang oleh Majelis Gereja.
8. Sidang Majelis Gereja membicarakan dan memutuskan hal-hal sebagai berikut:
a. Keputusan
sidang Sinode Am yang sudah dijabarkan dalam bentuk rencana dan program
kerja pada sidang klasis untuk merumuskan langkah-langkah
operasionalnya di jemaat.
b. Hal-hal khusus yang muncul dalam jemaat.
c. Laporan pertanggungjawaban badan-badan pelaksana keputusan sidang Majelis Gereja.
d. Produk-produk Tim Perencana Program Pengembangan Gereja Tiraja (TP3-GT).
e. Hal-hal lain dalam jemaat yang berhubungan dengan pemeliharaan, pelayanan, kehidupan dan perkembangan Gereja Toraja.
10. Majelis
Gereja mengadakan rapat kerja tahunan untuk membicarakan dan menetapkan
program kerja dan anggaran pendapatan dan belanja. Peserta rapat kerja
jemaat adalah seluruh anggota Majelis Gereja dan ketua-ketua organisasi
intra gerejawi tingkat jemaat sebagai ex officio. Ketua pimpinan rapat kerja Majelis Gereja dipilih dari Majelis Gereja melalui pemilihan.
11. Majelis Gereja masing-masing jemaat mengatur tata tertib persidangannya.
Pasal 39
PERSIDANGAN KLASIS
1. Sidang Klasis beranggotakan utusan-utusan Majelis Gereja dari jemaat yang mempersatukan diri dalam suatu klasis.
2. Untuk
menghadiri sidang klasis, Majelis Gereja mengutus 4 (empat) orang
utusan yang terdiri atas pendeta, penatua, syamas dan beberapa utusan
cadangan yang adalah anggota Majelis Gereja. Wakil pengurus organisasi
intra gerejawi dapat hadir atas undangan Majelis Gereja masing-masing.
3. Sidang Klasis diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 5 (lima) tahun, yaitu 1 (satu) tahun sesudah sidang Sinode Am dan 2
(dua) tahun sebelum sidang Sinode Am berikutnya dan diundang oleh Majelis Gereja jemaat penghimpun.
4. Setiap utusan wajib membawa surat kredensi dari Majelis Gereja yang mengutusnya.
5. Materi sidang Klasis terdiri atas:
a. Keputusan sidang Sinode Am, sidang Klasis dan keputusan sidang Majelis Gereja yang berupa usul ke dalam sidang Klasis.
b. Laporan pertanggungjawaban badan-badan pelaksana keputusan sidang klasis.
c. Produk-produk Tim Perencana Pengembangan Gereja Toraja (TP3GT).
d. Hal-hal lain dalam klasis yang berhubungan dengan pemeliharaan, pelayanan, kehidupan dan perkembangan Gereja Toraja.
6. Sidang
Klasis dipimpin oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Pimpinan Sidang
yakni; seorang ketua yang adalah pendeta, seorang wakil ketua, dan
seorang sekretaris.
7. Pimpinan
Sidang dari sidang Klasis, kecuali sekretaris dipilih dari dan oleh
utusan. Sekretaris persidangan klasis adalah sekretaris Badan Pekerja
Klasis yang ditetapkan langsung dan bertanggungjawab terhadap notulensi
dan laporan hasil sidang klasis.
8. Sidang
Klasis dihadiri oleh wakil pengurus organisasi intra gerejawi sebagai
konsultan atas undangan Badan Pekerja Klasis. Badan Pekerja Klasis dapat
pula mengundang konsultan lainnya.
9. Untuk melaksanakan keputusan-keputusan sidang klasis membentuk Badan Pekerja Klasis yang terdiri atas sekurang-kurangnya 5 (lima)
orang yang ketuanya adalah pendeta dan Badan Verifikasi Klasis. Hasil
pekerjaannya dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada sidang klasis
berikutnya disertai usul-usul dan saran-saran.
10. Badan
Pekerja Klasis mengadakan rapat kerja tahunan untuk membicarakan dan
menetapkan program kerja dan anggaran pendapatan dan belanja. Peserta
rapat kerja Badan Pekerja Klasis adalah anggota Badan Pekerja Klasis,
unit-unit kerja Badan
11. Pekerja
Klasis, Badan Verifikasi Klasis dan ketua Badan Pekerja majelis dalam
klasis tersebut, serta ketua-ketua OIG tingkat klasis sebagai ex officio.
Pasal 40
PERSIDANGAN DAN RAPAT KERJA SINODE AM
1. Sidang Sinode Am beranggotakan utusan-utusan sidang Sinode Klasis yang diberi mandat oleh Sidang Klasis.
2. Sidang Sinode Am diadakan satu kali dalam 5 (lima) tahun.
3. Sidang Sinode Am membicarakan dan menetapkan:
a. Tata Gereja Toraja
b. Pokok-pokok Tugas Panggilan Gereja Toraja 5 (lima) tahun, (Naskah Kebijaksanaan Umum 5 (lima) tahun yang bersifat visioner, konsepsional dan strategis}.
c. Laporan pertanggungjawaban badan-badan pelaksana keputusan sidang Sinode Am.
d. Produk-produk Tim Perencana Program Pengembangan Gereja Toraja (TP3-GT).
e. Peraturan peraturan umum dan peraturan-peraturan khusus Gereja Toraja.
f. Pengurus Badan Pekerja sinode Gereja Toraja, Badan Verifikasi Gereja Toraja dan Majelis Pertimbangan Gereja Toraja.
g. Pelaksanaan
keputusan Sinode Am sebelumnya yang erat hubungannya dengan
pemeliharaan, pelayanan, kehidupan dan perkembangan semua jemaat dalam
Gereja Toraja.
4. Setiap utusan wajib membawa surat kredensi dari sidang Klasis yang mengutusnya.
5. Sidang Sinode Am dipimpin oleh Pimpinan Sidang yang terdiri atas 5 (lima)
orang. 4 (empat) orang ketua dipilih dari utusan dan 1 (satu) orang
yakni Sekretaris Umum Sinode Am, ditetapkan sebagai Sekretaris
persidangan Sinode Am yang bertanggungjawab terhadap notulen dan laporan
hasil Sidang Sinode Am.
6. Sidang
Sinode Am dihadiri pula oleh wakil pengurus organisasi intra gerejawi
tingkat klasis sebagai konsultan atas undangan Badan Pekerja Sinode.
Badan Pekerja Sinode dapat pula mengundang konsultan lainnya.
7. Untuk
melaksanakan keputusan-keputusan dan amanat dari Sidang Sinode Am,
sidang memilih dan mengangkat Badan Pekerja Sinode, Badan Verifikasi dan
Majelis Pertimbangan.
8. Susunan anggota Badan Pekerja Sinode, Badan Verifikasi Sinode dan Mejelis Pertimbangan ditetapkan oleh sidang sidang Sinode Am.
9. Badan Pekerja Sinode mengundang rapat kerja tahunan Gereja Toraja untuk
mengevaluasi laporan pelaksanaan program kerja tahunan badan-badan
pelaksana keputusan sidang Sinode Am, serta membahas dan menetapkan
program dan anggaran pendapatan dan belanja untuk tahun berikutnya.
10. Peserta rapat kerja Gereja Toraja adalah: 2
(dua)) orang wakil dari setiap klasis, Pimpinan Sidang Sinode Am, Badan
Pekerja Sinode Gereja Toraja dan unit kerjanya (ketua, sekretaris dan
bendahara), Majelis Pertimbangan Gereja Toraja, Badan Verifikasi Gereja
Toraja, dan organisasi intra gerejawi tingkat pusat.
11. Rapat
kerja Gereja Toraja tahun pertama dan keempat dipimpin oleh pimpinan
sidang Sinode Am Gereja Toraja. Rapat kerja Gereja Toraja untuk tahun
kedua, ketiga dan kelima dipimpin oleh pimpinan sidang yang dipilih dari
peserta rapat kerja yang adalah utusan dalam sidang Sinode Am Gereja
Toraja.
12. Rapat
kerja mengesahkan peraturan peraturan umum dan peraturan-peraturan
khusus Gereja Toraja sesuai dengan mandat atau kewenangan yang diberikan
oleh sidang Sinode Am Gereja Toraja.
13. yang adalah Sekretaris Umum Badan Pekerja Sinode yang ditetapkan langsung sebagai sekretaris persidangan.
14. Konsekuensi
pendanaan penyelenggaraan rapat kerja Gereja Toraja dibebankan pada
anggaran belanja dari badan, lembaga/klasis pengutus.
Pasal 41
TUGAS BADAN PEKERJA SINODE
1. Mengamankan pelaksanaan keputusan-keputusan sidang Sinode Am.
2. Membentuk badan/unit-unit kerja dan mengangkat dan memberhentikan personalianya sesuai kebutuhan.
3. Mengangkat pendeta tugas khusus dan petugas-petugas lainnya.
4. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada sidang Sinode Am.
Pasal 42
MASA BAKTI DAN STRUKTUR BADAN PEKERJA SINODE
1. Masa bakti anggota Badan Pekerja Sinode setinggi-tingginya 2 (dua) kali periode berturut-turut.
2. Jumlah
personil Badan Pekerja Sinode adalah 7 (tujuh) orang yang terdiri dari;
1 (satu) orang Ketua Umum, 3 (tiga) orang Ketua, 1 (satu) orang
Sekretaris Umum, 1 (satu) orang Wakil Sekretaris dan 1 (satu) orang
Bendahara.
Pasal 43
TATA CATA PEMILIHAN
BADAN PEKERJA SINODE
1. Badan Pekerja Sinode dipilih dengan sistem formatur penuh dan atau semi formatur.
2. Formatur dipilih oleh klasis dengan sistem voting block yakni satiap klasis memiliki hak satu suara.
Alternatif I: Formatur Penuh
§ Panitia nominasi dibentuk dan ditetapkan oleh sidang sinode am.
§ Panitia nominasi menyaring nama-nama calon formatur yang memenuhi syarat/kriteria untuk ditetapkan sidang sinode am.
§ Nama-nama
yang memenuhi syarat menjadi Formatur diajukan ke sidang sinode am
untuk dipilih langsung oleh utusan klasis dengan sistem voting block yakni setiap klasis memiliki hak satu suara.
§ Formatur berjumlah 13 (tiga belas) orang yang dipilih langsung dari peserta utusan.
§ Formatur bersidang memilih dan menetapkan Ketua Umum, Sekretaris Umum dan 5 (lima) orang personil lainnya dari nama-nama yang terjaring berdasarkan syarat/kriteria yang ditetapkan oleh sidang sinode am.
Alternatif II: Semi Formatur
§ Setiap Klasis mengusulkan maksimal 5 orang untuk dipilih menjadi Badan Pengurus Sinode.
§ Nama-nama yang diajukan klasis disaring oleh panitia nominasi Sidang Sinode Am yang khusus dibuat untuk itu.
§ Formatur
terdiri dari 13 (tiga belas) orang yakni: Ketua Umum dan Sekretaris
Umum terpilih, ditambah 11 (sebelas) orang yang dipilih langsung dari peserta utusan Sidang Sinode Am.
§ Ketua Umum dan Sekretaris Umum dipilih langsung oleh utusan klasis dengan sistem voting block yakni 1 (satu) suara tiap klasis.
§ Ketua Umum dan Sekretaris Umum terpilih, secara otomatis menjadi Ketua dan Sekretaris formatur.
§ Ketua
Umum dan Sekretaris Umum terpilih bersama formatur terpilih melengkapi
struktur Badan Pekerja Sinode dari nama-nama yang telah disaring oleh
panitia nominasi.
Pasal 44
TUGAS BADAN VERIFIKASI
1. Melakukan
pembinaan, pengawasan dan pemeriksaaan atas sumber dan penggunaan dana,
serta harta milik Gereja Toraja pada tingkat Badan Pekerja sesuai
lingkupnya.
2. Menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya secara tertulis kepada sidang yang membentuk Badan Verifikasi yang bersangkutan.
3. Tanggungjawab
pengawasan langsung (melekat) atas pengelolaan sumber dan penggunaan
dana serta harta milik Gereja Toraja yang ada pada masing-masing badan
dan unit dilaksanakan oleh Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.
Pasal 45
TUGAS MAJELIS PERTIMBANGAN
1. Majelis
Pertimbangan berkewajiban memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada
badan-badan yang dibentuk oleh Sidang Sinode Am diminta atau tidak
diminta yang berkaitan erat dengan pelaksanaan keputusan-keputusan
sidang Sinode Am.
2. Majelis Pertimbangan melaporkan hasil kerjanya kepada sidang Sinode Am diserta usul-usul dan saran-saran.
3. Majelis Pertimbangan melakukan rapat sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa kerjanya.
Pasal 46
HAL-HAL UMUM UNTUK PERSIDANGAN GEREJAWI
1. Setiap
persidangan kecuali Sidang Majelis Gereja menunjuk salah satu jemaat
sebagai jemaat penghimpun yang berkewajiban mengatur seluruh persidangan
berikutnya.
2. Jemaat penghimpun membuka dan memimpin persidangan hingga dilakukan serah terima pimpinan sidang yang dibentuk untuk itu.
3. Tiap-tiap
persidangan dapat mengangkat penasihat yang memberikan nasihat-nasihat
kepada persidangan, diminta atau tidak diminta. Jumlah dan anggota
penasihat ditentukan oleh persidangan.
4. Anggota-anggota
atau oknum-oknum yang masalahnya dibicarakan tidak diikutsertakan dalam
mengambil keputusan mengenai masalah itu.
5. Setiap utusan persidangan gerejawi hanya mempunyai 1 (satu) hak suara.
6. Keputusan-keputusan
dalam persidangan gerejawi sedapat mungkin diambil dengan jalan
musyawarah untuk mufakat, tetapi kalau tidak dapat maka keputusan
diambil dengan pemungutan suara terbanyak mutlak (setengah tambah satu
peserta yang hadir). Bila jumlah suara tetap sama, maka Pimpinan Sidang
lah yang berhak memutuskannya setelah mendapat pertimbangan dari
penasihat.
7. Untuk menjaga kelancaran persidangan gerejawi maka persidangan membuat tata tertib persidangan.
8. Anggota
jemaat, Majelis Gereja, Klasis yang merasa halnya tidak diperlakukan
adil, dapat mengajukan halnya ke persidangan yang lebih luas.
9. Dalam hal-hal yang dirasa perlu, persidangan dapat mengadakan rapat tertutup dan rapat terbatas.
10. Keputusan
sidang Klasis dan sidang Sinode Am wajib ditaati oleh Majelis Gereja,
Klasis yang menjadi anggota dari persidangan itu, kecuali kalau
bertentangan dengan Firman Tuhan. Begitupun dengan keputusan Majelis
Gereja wajib ditaati oleh anggota-anggota jemaat.
BAB V
TIM DAN PEDOMAN VISITASI
Pasal 45
TIM VISITASI
1. Badan
Pekerja Klasis atas penugasan sidang Klasis, sesuai dengan kebutuhan
jemaat-jemaat, mengutus beberapa orang yang disebut tim visitasi untuk
melawat dan memeriksa jemaat-jemaat dalam lingkup pelayanannya setelah
melakukan koordinasi dengan Majelis Gereja jemaat setempat.
2. Tim visitasi melaksanakan tugasnya sesuai dengan pedoman visitasi yang telah ditetapkan oleh sidang Sinode Am.
Pasal 47
PEDOMAN VISITASI
Hasil lawatan dan pemeriksaan tim visitasi dilaporkan kepada persidangan klasis berikutnya.
BAB VI
BERDIRINYA JEMAAT DAN KLASIS
Pasal 48
BERDIRINYA JEMAAT
1. Jemaat
adalah gereja setempat, yaitu persekutuan orang percaya disuatu tempat
yang melaksanakan pemberitaan Firman Allah dan sakramen di bawah
pimpinan Majelis Gereja serta menjalankan tugas panggilannya untuk
menjadi berkat bagi dunia.
2. Di
tempat-tempat dimana dilakukan kebaktian tetap yang belum memenuhi
syarat-syarat di atas, maka persekutuan kebaktian itu disebut cabang
kebaktian dan berdiri di bawah pemeliharaan Majelis Gereja jemaat
terdekat.
3. Jika
cabang kebaktian itu bertumbuh hingga mempunyai semangat serta
pengertian akan kedewasaan jemaat dan bilangan anggota yang dirasa cukup
untuk berdiri sebagai suatu jemaat serta dapat memilih Majelis Gereja
sekurang-kurangnya 5 (lima) orang, dapatlah ditetapkan sebagai satu jemaat dengan persetujuan sidang klasis.
4. Permintaan
untuk berdirinya satu jemaat diajukan oleh Majelis Gereja yang
memelihara calon jemaat itu dengan berdasarkan alasan-alasan dan
keterangan-keterangan yang cukup kepada sidang klasis.
5. Dalam
hal satu jemaat, karena perkembangannya perlu dimekarkan menjadi lebih
dari satu jemaat maka Majelis Gerejanya mengajukannya kepada sidang
klasis.
6. Berdasarkan
permintaan itu, sidang klasis mengutus tim visitasi untuk memeriksa
apakah calon jemaat itu sudah memenuhi syarat untuk disahkan sebagai
satu jemaat.
7. Hasil
pemeriksaan tim visitasi dilaporkan dalam sidang klasis untuk
menentukan dapat tidaknya calon jemaat itu disahkan menjadi satu jemaat.
Keputusan tentang berdirinya satu jemaat dilaporkan ke Badan Pekerja
Sinode Gereja Toraja.
Pasal 49
BERDIRINYA KLASIS
1. Klasis merupakan persekutuan jemaat-jemaat yang diikat oleh pelayanan bersama dalam suatu daerah tertentu.
2. Berdirinya klasis diusulkan oleh sidang klasis kepada Badan Pekerja Sinode atas permintaan jemaat-jemaat yang bersangkutan.
3. Berdasarkan usul itu sidang Badan Pekerja Sinode mengutus tim visitasi untuk memeriksa jemaat-jemaat itu.
4. Hasil
pemeriksaan tim visitasi dilaporkan Badan Pekerja Sinode. Berdasarkan
laporan tim visitasi, Badan Pekerja Sinode melaporkan kepada sidang
sinode am berikutnya untuk menentukan dapat tidaknya klasis itu disahkan menjadi satu klasis.
BAB VII
DISIPLIN GEREJAWI
Pasal 50
HAKIKAT DISIPLIN GEREJAWI
Atas
perintah Tuhan Yesus Kristus yang adalah Kepala Gereja, Majelis Gereja
dengan kasih sayang menjalankan disiplin gerejawi yang bersifat rohani
dan yang mengenai kepercayaan dan hidup anggota-anggota jemaat.
Pasal 51
MAKSUD DAN TUJUAN DISIPLIN GEREJAWI
1. Agar kemurnian dan kesucian pengajaran Firman Allah tetap terjaga.
2. Agar pintu keselamatan orang-orang yang berdosa tetap terbuka melalui pertobatan.
3. Menjadi
peringatan dan pengajaran bagi seluruh anggota jemaat untuk memelihara
kekudusan bagi dirinya dan bagi seluruh jemaat Kristus.
Pasal 52
CARA MELAKUKAN DISIPLIN GEREJAWI
Disiplin gerejawi dilakukan menurut Matius 18:15-16 sebagai berikut:
1. Seorang
anggota jemaat yang telah jatuh ke dalam dosa dengan penuh kasih sayang
ditegur dihadapan 4 (empat) mata oleh anggota jemaat yang
mengetahuinya. Janganlah hal itu diberitahukan dengan segera kepada
Majelis Gereja atau kepada siapapun.
2. Jika
orang yang bersangkutan itu tidak mendengar nasihat itu, mintalah
seorang atau 2 (dua) orang saudara untuk turut sebagai saksi dan memberi
nasihat kepadanya.
3. Kalau
jalan ini tidak berhasil, hendaklah diberitahukan kepada Mejelis Gereja
supaya Majelis Gereja memberikan nasihat atau teguran lebih lanjut.
4. Kalau
nasihat dan teguran itu tidak membawa hasil terlebih pula karena dosa
telah diketahui umum maka yang bersangkutan tidak diperkenankan turut
dalam perjamuan kudus dan membawa anak-anaknya
untuk dibaptis. Haknya untuk memilih dan dipilih sebagai pemangku
jabatan dalam gereja diberhentikan untuk sementara waktu.
5. Jika
anggota yang dikenakan disiplin gerejawi itu kemudian mendengar dan
menerima nasihat yang diberikan kepadanya, serta ingin turut dalam
perjamuan kudus atau ingin turut dalam perjamuan kudus atau ingin
menyerahkan anak-anaknya untuk menerima baptisan kudus haruslah ia
terlebih dahulu mengaku dosanya di hadapan Majelis Gereja atau jemaat.
6. Jika
nasihal dan teguran yang berulang-ulang itu tidak berhasil maka hal itu
diberitahukan kepada jemaat, supaya jemaat mendoakan orang itu. Jika
nasihat yang berulang-ulang dari Majelis Gereja itu belum diperhatikan
dan yang bersangkutan itu tetap berkanjang dalam dosanya maka hal itu
diajukan oleh Majelis gereja kepada sidang klasis untuk diminta
pertimbangannya. Dengan persetujuan sidang klasis halnya diberitahukan
kepada jemaat dengan menyebut dosa dan nama orang itu. Jemaat diminta
untuk tetap menasihati dan mendoakan orang itu.
7. Kalau jalan itu tidak membawa orang itu kepada pertobatan, berlakulah tingkat yang terakhir yakni pengucilan.
8. Pengucilan
itu dilakukan dalam kebaktian hari minggu menurut peraturan dan syarat
yang telah ditetapkan setelah terlebih dahulu diumumkan kepada jemaat 2
(dua) hari minggu berturut-turut.
Pasal 53
PENERIMAAN KEMBALI
Jikalau anggota yang dikucilkan menyesal dan bertobat serta ingin menjadi anggota jemaat kembali, ditempuh cara-cara berikut:
1. Hal itu haruslah diselidiki dan dibicarakan oleh Majelis Gereja dengan sebaik-baiknya.
2. Setelah
ternyata bahwa orang itu dapat diterima kembali dalam jemaat, hal itu
diumumkan kepada jemaat dengan menyebut nama orang itu 2 (dua) hari
minggu berturut-turut.
3. Kalau
tidak ada keberatan-keberatan yang sah dari anggota jemaat, dilakukan
penerimaan kembali saudara tersebut menurut ketentuan yang telah
ditetapkan.
Pasal 54
DISIPLIN KEPADA PARA PEJABAT GEREJAWI
1. Jika
ada seorang Majelis Gereja berbuat sesuatu kesalahan, umpamanya
melalaikan kewajiban, menggunakan salah jabatannya, hendaknyalah anggota
yang mengetahuinya menasihati dan menegurnya.
2. Jika nasihat itu tidak diperhatikan oleh yang bersangkutan, hal itu dibawa kepada Majelis Gereja untuk dinasihati.
3. Kalau
ia tetap berkeras hati tidak mau menerima nasihat maka setelah menerima
nasihat dan pertimbangan dari Majelis Gereja Toraja jemaat terdekat,
saudara itu diberhentikan untuk sementara atau seterusnya. Pemberhentian
sementara atas diri seorang pendeta dilaksanakan oleh Majelis Gereja
setelah mendapat persetujuan dari Badan Pekerja Sinode. Pemberhentian
untuk seterusnya atas diri seorang pendeta haruslah dengan persetujuan
sidang klasis dan sidang sinode Am.
Pasal 55
ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN
Alasan-alasan untuk pemberhentian sementara atau seterusnya seorang pejabat gerejawi ialah:
1. Mengutarakan atau mengajarkan pengajaran sesat.
2. Melalaikan tugas kewajibannya.
3. Mempergunakan salah jabatannya.
4. Menimbulkan kesangsian atau perpecahan dalam jemaat.
5. Melakukan dosa-dosa lain yang menyebabkan dilakukannya disiplin gerejawi terhadap anggota-anggota jemaat.
Pasal 56
Seorang
pendeta yang telah diberhentikan untuk sementara dari jabatannya, biaya
penghidupannya ditanggung oleh jemaat yang jumlahnya dan lamanya
ditentukan oleh Majelis Gereja dengan persetujuan Badan Pekerja Sinode
sesuai dengan keadaan dan keperluan. Jika pendeta itu diberhentikan
untuk seterusnya, hal itu ditentukan sidang Sinode Am atas usul Bdan
Pekerja Sinode.
Pasal 57
Seorang
pendeta yang telah diberhentikan demikian bila jemaat membutuhkannya,
hendaknyalah Majelis Gereja dan sidang klasis serta Badan Pekerja Sinode
menelitinya dengan saksama.
Pasal 58
DISIPLIN KEPADA JEMAAT
1. Jikalau
ada 1 (satu) jemaat yang mempunyai haluan dan pengajaran yang
bertentangan dengan Firman Tuhan atau menyimpang dari Pengakuan dan Tata
Gereja Toraja, haruslah jemaat itu disasihati dan ditegur oleh sidang
klasis berdasarkan Alkitab.
2. Jikalau
jemaat itu tidak mengindahkan nasihat klasis, halnya diteruskan kepada
sidang Sinode Am. Bilamana jemaat itu menolak keputusan sidang sinode Am
maka hubungannya diputuskan dengan Gereja Toraja.
3. Meskipun
ia telah dikeluarkan dari persekutuan, haruslah jemaat itu dinasihati
dan didoakan terus menerus agar ia dapat meninggalkan pengajaran atau
haluan yang sesat itu.
4. Apabila
jemaat yang bersangkutan itu menyadari dan menyesali kelakuannya serta
ingin bersekutu pula dengan jemaat-jemaat dalam lingkungan Gereja
Toraja, maka sidang klasis dan sidang Sinode Am memeriksa dan mengambil keputusan atas permintaan itu.
BAB VIII
PERBENDAHARAAN GEREJA
Pasal 59
PERBENDAHARAAN GEREJA
Semua
bentuk perbendaharaan Gereja Toraja adalah milik Gereja Toraja yang
merupakan anugerah Tuhan Allah, baik benda yang bergerak maupun tidak
bergerak yang diperoleh melalui:
a. Persembahan dengan sukarela dari anggota jemaat atau rumah tangga Kristen tiap bulan atau tiap tahun.
b. Persembahan-persembahan dalam ibadah jemaat.
c. Usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan Tata Gereja Toraja.
d. Persembahan dan pemberian berupa hibah kepada Gereja Toraja.
e. Semua pembelian/pengadaan.
f. Semua pemberian/hadiah dan sumbangan yang tidak mengikat.
Pasal 60
Semua harta benda yang bergerak dan tidak bergerak milik jemaat/lembaga/badan lainnya didaftarkan sebagai milik Gereja Toraja.
Pasal 61
Setiap
jemaat/lembaga harus mempunyai buku inventaris dan memelihara buku
inventaris itu serta dokumen-dokumen asli yang dirawat teratur dan
disimpan oleh bendahara masing-masing.
Pasal 62
1. Semua
harta benda milik jemaat/lembaga/badan dari Gereja Toraja dipergunakan
untuk menunjang dan membiayai seluruh pelayanan gerejawi secara
bertanggungjawab.
2. Setiap
jemaat/lembaga/badan dari Gereja Toraja membuat laporan sumber dan
penggunaan dana pada awal bulan untuk bulan yang baru lalu, pada awal
tahun untuk tahun yang baru lalu.
3. Badan Verifikasi melakukan pemeriksaan atas laporan bulanan/tahunan dan membuat laporan hasil pemeriksaannya secara tertulis.
Pasal 63
Tiap-tiap
kali terjadi penggantian yang ada sangkut pautnya dengan perbendaharaan
dan harta milik gereja tersebut di atas haruslah diadakan serah terima
kepada pengganti-penggantinya dengan disertai lampiran-lampiran daftar
yang diserahterimakan.
Pasal 64
Hal-hal
yang sehubungan dengan harta dan milik gereja yang belum terdapat dalam
Tata Gereja ini, diatur oleh Badan Pekerja Sinode.
BAB IX
PERHUBUNGAN GEREJAWI
Pasal 65
HUBUNGAN ANTAR JEMAAT
Tiap-tiap
jemaat dalam lingkungan Gereja Toraja harus memelihara persekutuan dan
hubungan oikumenis dengan jemaat lain serta mempunyai hubungan-hubungan
yang saling memperhatikan dan melayani seperti tercantum dalam Tata
Gereja ini.
Pasal 66
HUBUNGAN ANTAR GEREJA
1. Gereja Toraja memelihara kerjasama dan hubungan-hubungan oikumenis dengan gereja-gereja lainnya.
2. Perbedaan-perbedaan
kecil tidak boleh menyebabkan renggangnya hubungan melainkan hendaklah
gereja tolong menolong dan berkasih-kasihan. Perhubungan itu dilakukan
dalam bentuk surat menyurat, pengiriman utusan-utusan ke sinode gereja-gereja dan pertukaran-pertukaran tenaga serta bentuk-bentuk kerjasama lainnya.
BAB X
HUBUNGAN DAN KERJASAMA
Pasal 67
HUBUNGAN KERJASAMA GEREJA DENGAN LEMBAGA PELAYANAN KRISTEN
Hunungan kerjsama Gereja Toraja dengan Lembaga Pelayanan Kristen dilaksanakan dengan ketentuan:
1. Berdasarkan motivasi imaniah yang sama, yaitu mewujudkan kasih sebagai bentuk kesaksian.
2. Saling mendukung, menguatkan dan mengingatkan selaku kawan sekerja Allah.
Pasal 68
HUBUNGAN DAN KERJASAMA GEREJA DENGAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN
Hubungan dan kerjasama Gereja dengan Lembaga Kemasyarakatan dilaksanakan dengan ketentuan:
1. Berdasarkan motivasi solidaritas kemanusiaan dan demi manfaat kesejahteraan masyarakat.
2. Saling menghormati kedaulatan lembaga masing-masing sebagai mitra dalam rangka mewujudkan tujuan bersama.
Pasal 69
HUBUNGAN DAN KERJASAMA GEREJA DENGAN AGAMA SERTA KEPERCAYAAN LAIN
Hubungan dan kerjasama dengan agama serta kepercayaan lain dilaksanakan dengan ketentuan:
1. Berdasarkan
realitas bahwa agama dan kepercayaan itu merupakan fenomena universal,
serta pluralitas agama dan kepercayaan itu hidup disekitr Gereja.
2. Demi kesejahteraan bersama yang menjadi tujuan, kewajiban dan saling tanggungjawab bersama.
3. Saling menghormati keyakinan dan tradisi masing-masing agama dan kepercayaan.
4. Dilaksanakan dalam bentuk dialog yang jujur dan terbuka.
Pasal 70
HUBUNGAN DAN KERJASAMA GEREJA DENGAN PEMERINTAH
Hubungan kerjasama Gereja dengan Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan negara dilaksanakan dengan ketentuan:
1. Berdasarkan realiytas keharusan kemanusiaan manusia untuk menjalani kehidupan bersama, yang salah satu bentuknya adalah negara.
2. Sebagai
pelaksanaan fungsi keimanan dan kenabian Gereja yang dilakukan secara
aktif, positif, kreatif dan realistis terhadap penyelenggaraan negara.
3. Demi terwujudnya tujuan bersama yaitu kesejahteraan rakyat.
4. Saling mendukung dan mengingatkan dengan menghormati otonominya masing-masing.
BAB XI
YAYASAN/BADAN PELAYANAN
Pasal 71
PERSYARATAN PEMBENTUKAN
1. Beberapa
warga gereja yang terpanggil untuk berpartisipasi dalam membina,
meningkatkan dan mengembangkan kegiatan pelayanan tertentu, baik yang
ditujukan kepada seluruh warga gereja maupun kepada masyarakat umum,
dapat membentuk/mendirikan yayasan atau badan tertentu.
2. Dalam melakukan pelayanan yang dimaksudkan ayat 1 Pasal ini, disyaratkan:
a. Perlu dilakukan pengkajian yang mendalam terlebih dahulu akan kegunaan dan manfaatnya
b. Tidak bertentangan dan ataupun tumpang tindih dengan kegiatan pelayanan yang sudah ada.
c. Dalam pengadaan dana dan sarana penunjang, tidak sepenuhnya menggantungkan diri kepada Majelis.
3. Untuk menjamin keabsahan, Yayasan atau Badan sebagai organisasi pelayanan perlu diberikan izin tertulis atau Surat
4. Keputusan Majelis tentang pendiriannya dan perlu dibuat akta notaris atau badan hukum lain yang sah.
Pasal 72
STATUS DAN FUNGSI YAYASAN/BADAN
1. Status
Yayasan/Badan yang didirikan menurut persyaratan seperti yang dimaksud
oleh ayat 2 Pasal 71, adalah sebagai organisasi pelayanan yang otonom
dan non struktural.
2. Fungsi
dari Yayasan/Badan tersebut adalah untuk membantu Majelis dan Warga
Gereja dalam memperkuat dan mengembangkan pelayanan kepada warga atau
masyarakat umum.
3. Fungsi
dari Yayasan/Badan tersebut adalah untuk membantu Majelis dan Warga
Gereja dalam memperkuat dan mengembangkan pelayanan kepada warga atau
masyarakat umum.
Pasal 73
RUANG LINGKUP DAN LOKASI KEGIATAN YAYASAN/BADAN
1. Kegistsn
ysng dilakukan oleh Yayasan/Badan ditekankan pada pelayanan tertentu
yang diselenggarakan sesuai dengan tujuan dan maksud didirikannya
organisasi bersangkutan.
2. Pengurus Yayasan/Badan dapat memilih dan menetapkan lokasi kegiatan pelayanan dimanapun dalam batas kemampuan pengelolaannya.
Pasal 74
HUBUNGAN KERJA ANTARA YAYASAN/BADAN DENGAN GEREJA SERTA ORGANISASI PELAYANAN LAIN
1. Tanpa
mengurangi arti dan maksud dalam memilih/merencanakan kegiatan seperti
yang dimaksudkan oleh ayat 2 Pasal 73, pengurus Yayasan/Badan wajib
memperhatikan saran/pendapat/petunjuk dari Majelis Gereja dan organisasi
pelayanan lainnya.
2. Majelis Gereja dapat membantu kemudahan antara lain:
a. Surat menyurat yang diperlukan untuk memperlancar tugasnya,
b. Ruangan dan peralatan yang dianggap perlu, sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas gereja,
c. Kebutuhan dana seperlunya sepanjang hal itu sangat diperlukan dalam batas kemampuan Gereja.
3. Antara
Yayasan/Badan dan organisasi pelayanan lain yang telah ada, perlu
terjalin hubungan kerja untuk saling mendukung dan saling meningkatkan
pelayanan.
4. Pengurus Yayasan/Badan menyerahkan laporan tahunan kepada Majelis Gereja atau Badan Pekerja Sinode.
Pasal 75
KEWENANGAN YAYASAN/BADAN
1. Susunan
organisasi dan anggota pengurus serta petugas pelaksana Yayasan/Badan
ditetapkan sendiri oleh para pendirinya, dengan kewajiban untuk
memberitahukan kepada Majelis Gereja. Demikian pula setiap terjadi
perubahan organisasi dan pengurus.
2. Yayasan/Badan dapat melaksanakan kegiatan pelayanan dengan memperhatikan ketentuan yang tercantum pada Pasal 72 di atas.
3. Yayasan/Badan
dengan seizin Majelis Gereja dapat menggunakan semua fasilitas milik
Gereja dalam suasana yang saling membantu dan dimanfaatkan dengan penuh
tanggung jawab.
4. Yayasan/Badan
sesuai dengan aktanya dapat mengadakan perjanjian kerjasama dengan
lembaga tertentu, baik di dalam maupun di luar lingkungan gereja untuk
meningkatkan kemampuan pelayanan.
5. Yayasan/badan berwenang untuk menyelenggarakan tata administrasi dan keuangan sendiri dengan penuh tanggung jawab.
Pasal 76
DUKUNGAN TERHADAP YAYASAN/BADAN
YANG TELAH DIBENTUK
1. Dalam
kaitan kebersamaan kehidupan bergereja, Warga Gereja tetap mendukung
Yayasan Pendikan Kristen Toraja, yayasan Tallu Lolona, Yayasan Kesehatan
Gereja Toraja, Yayasan Pendidikan Kristen Makale dan Yayasan Pendidikan
Theologia.
2. Terhadap
Yayasan/Badan yang dibentuk kemudian oleh Gereja- gereja Toraja
sepanjang memberikan manfaat kepada Gereja, wajib masuk sebagai anggota.
BAB XII
PERATURAN PENUTUP
Pasal 77
PERATURAN PENUTUP
1. Dengan disahkannya perubahan (revisi) Tata Gereja Toraja ini maka Tata Gereja Toraja sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.
2. Tata Gereja Toraja ini hanya dapat diubah oleh sidang Sinode Am Gereja Toraja.
3. Perubahan Tata Gereja Toraja dilakukan apabila ½+ 1 (setengah ditambah satu) jumlah Klasis mengusulkan diadakan perubahan.
4. Usul perubahan diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum Sidang Sinode Am berlangsung.
5. Tata Gereja Toraja ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Sidang Sinode Am Gereja Toraja.
Jakarta, April 2005
0 komentar:
Post a Comment