Mana’
Warisan Di Toraja
Mana’
Warisan orang Toraja
Masyarakat toraja mengenal atau mempunyai dua golongan
warisan yang di namakan mana’ yang sangat erat sekali dengan adat dan
kehidupana pengabdian kepada tongkonan dan hal-hal yang berhubungan dengan
upacara pemakaman yang dalam hal ini mana’ itu adalah :
A. Mana’ yang berpusat dan
bersangku paut dengan tongkonan.
B. Mana’ yang berpusat pada orang
tua atau harta pusaka bapak dan ibu.
Kedua macam golongan mana’ ini satu sama lainnya saling
berkaitan dan saling mempengaruhi karena tunggang menunggang yang tak dapat di
pisahkan begitu saja seperti adanya warisan pada umumnya.
- Mana’ yang berpusat pada tongkonan dapat di bagi atas dua macam dan keadaanya yaitu :
- Mana’ yang merupakan hak dan kekuasaan adat serta kewajiban-kewajiban masyarakat bagi tongkonan pekaindoran/pekamberan.
- Mana’ yang merupakan kewajiban mengabdi kepada tongkonan semata-mata dari suatu rumpun keluarga yang berlaku untuk semua tingkatan tongkonan yaitu tongkonan layuk, Tongkonan pekaindoran/pekamberan dan tongkonan batu a’riri.
Kedua mana’-mana’ tersebut di atas ada sebagian orang
toraja mewarisinya mana’ yang kedua itu, dan adanya warisan tersebut di
masyarakat toraja sangat nampak, karena suatu tongkonan yang tidak
memegang kekuasaan atau fungsi adat
pasti turunannya yang lahir dari tongkonan itu tidak mewarisi kekuasaan adat
pula.
Warisan hak dan kekuasaan adat bagi masyarakat toraja
adalah warisan bersama-sama seluruh keluarga dari rumpun tertentu, berarti
itidak seorang yang mutlak menguasai warisan tersebut sendiri dan hal itu di
buktikan dalam pembangunan suatu tongkonan karena semua turunan yang tersangkut
dalam warisan itu bersama-sama pula mempertahankanya karena hal itu menyangkut
prestige/martabat keluarga. Warisan mengbdi kepada tongkonan semata-mata adalah
merupaka warisan bagi semua manusia yang
berdarah toraja, karena semua manusia toraja baik dari keluarga kasta
tertinggi sampai kepada keluarga kasta rendah kesemuannya pasti mempungai tongkonan
keluarga mereka itu yaitu suatu kewajiban dari seluruh turunan keluargayang
kuat serta menyelesaikan persatuan bangunan tongkonan setiap saat secara gotong
roggong tanpa dipaksa dan tampa ada halangan karena harus bersama-sama
mempertahankan tetap berdirinya tongknan keluarganya itu.
Bahwa latar belakang tersimpul dalam kewajiban memelihara
dan memegang teguh pengapdian kepada tongkonan itu ialah rasa kekeluargaan yang
kuat dan trasah pengapdian dan menghormati orang tua/nenek moyang berdasarkan ajaran
aluk todolo bahwa arwa nenekmoyang yang dinamakan tomambali puang adalah salsah
satu oknum yang dipujah dan disembah karena mempunyai tugas dankewajiban
dan memberikan berkat manusia turunanya
,sebagai pendiri dari tongkonan tersebut darti dahul;ukalah .
- Manak yang berpusat pada orang tua dan harta pusaka orang tua(IBU-BAPA)itu mempengaruhi pulah adanya manak yang berpusat pada tongkonan ,karena seseorang yang peninggal warisan selalu menjadikan .tongkonan itu sebagai tempat mengimpan warisanya ,jadi seorang pewaris ditana Toraja mempunyai kewajibana sekurang –kurangnya kedua macam warisan yaitu sebagai warisan yang berpusat dai orang tua masing –masing :
- Mana’ atau warisan menyapdi pada orang tua .
- Mana’ atau warisan dalam mewarisi pusaka atau harta benda orang tua.
Seseorang mengapdi pada tongkonan
ornag tua harus bersama-sama dengan seluruh keluarga memelihara tetap
berdiringa tongkonan orang tuanya itu sebagai pula tempat dan sumberpembinaan
persatuan kekeluargaan dan hidup kegotongroyongan ,sedang seorang pewaris
pusaka atau harta benda orang tua harus pula memperhatikan pengapdian kepada
orang tua yang maniperstasi pengapdian itu dibuktikan pada waktu pemakaman
orang tua .
Pewaris pada harta pusaka orang tua
bagi manyarakat toraja masing diatur oleh ketentuan –ketentuan pengapdian itu
dengan beberapa aturan mendapat wsarisan tersebut dan tidak karena adanya hak
karena anak yang sah semaa-mata hak atau warisanorang tua itusanyat dipengaruhi
oleh :
- Pengapdian dengan memelihara dan memakamkan orang tua menurut adat pemakaman adat toraja , dan inilah pengapdian utama salam mendapat warisan oang tua disamping karena sebagai anak yang sah .
- Pengapdian kepada tongkonan dari orang yang meninggalkan warisan terutama harta yang merupakan harta yang bersumberdari garis tongkonan , karena harta pusaka yan gbersumber dari garis tongkonan tidak lepasdari kaitan dengan tongkonan dan tidak berahir hubungan hak serta hubungan pemiliharaan dari tongkonan tersebut .
Pengapdian seseorang pewaris harta
benda orang tua baik harta dari garis laki –laki /bapa’atau garis perempuan
/ibu tetap mempunyai kedudukan yang sama begitu pula hak atas pengapdiaan
kepada tongkonan baik tongkonan bapa atau tongkonan ibu tetapi mempunyai
kedudukan dan mempunyai kewajiban yang sama ,jadi kedudukan seorang anak apakah
perempuan atau laki –laki pun sama dalam menerima adat dan hukuman warisan ditana
Toraja karena mastarakat toraja tidak
menyenal sistim kekerabatan mattrihat atau pattrihathat seperti didaerah lain .
Dengan adanya penjelasan diatas maka seorang pengenal manak atau warisan ditanan toraja yang baik harus
memperhatikan tiga hal masing masing :
- Soal pengapdian kepada tongkonan orang tua .
- Penyapdian kepada orang tua terutama pada waktu pemakaman orang tua .
- Karena adanya hak sebagai anak / turunan .
Ketiga hal
ersebu diatas saling mempenyaruhui satu denngan lainya karena seorang pewaris
dapat saja hilang hak warisanya atau kurang hak pepenerimaan warisanya jikalau
salah satu faktor tersebut tidak dipengaruhi .
Adapula seseorang mendapat mana’
dari seseorang karenahanya adanya pengapdian semata-mata kepada tongkonan dari
peninggalan warisan apalagi jikalau mana’ itu dinyatakan sesbagai mana’
tongkonan diwarisi tanpa halangan oleh seseorang yang memelihara tongkonan tersebut
, dan dapat saja menjadi mana’turun temurun bagi turunanya karena turunanya itu
tetap mengapdi pada turunanya tetap mengapdi pada tongkonanyaitu.
Bila seseorang tidak memenuhi
keajibanya kepada orang tuanya sebagai serang anak yang sah terutama pada waktu
orang tuanya meninggal dunia apalagi bagi orang yang berketurunan yang terikat
dengan adat , maka dalam pembagian warisan pun tidak mendapat atau kurang
mempunyai hak dan hak sama dengan saudara –saudaranya yang lebih banyak
memperlihatkan dan membuktikan pengapdianya kepada orang tuanya jadi untuk
menjadi pewaris yang baik dari seorang tua maka hares memperhatikan faktor pengapdian yang penuh serta kesetiaan kepada
orang tua baik pada waktu masih hidupnya maupun pada waktu matinya , karena
menurut adat toraja dalam penerimaan harta warisan dari orang tua tidak dapat
diterima begitu saja karena sebagai anak sah , tetapi harus dibentuk pengapdian
serta pengorbanan pada aktu orang tua itu dimakamkan yang dalam halini
merupakan adat yang sanyat menentukan yang dinamakan makrinding , yaitu
menggurbankan hewn –hewan baik berupa kerbau maupun babi dan lain –lain pada
upacara pemakaman orang tua akan dibayar dengan harta warisan yang ditinggalkan
oleh orang tua itu yang akan dibagi menurut pertimbangan harta yang
ditinggalkan serta kurban –kurban seluruhnya , dan setiap pewaris akan menerima
warisan orang tuanya itu sesuai dengan pertimbanyan besarnya pengurbanan
pewaris tersebut , makanya terdapat pewaris yang mendapat warisan lebih banyak
dari pewaris lainya karena lebih banyak pengurbananya .
Bahwa hewan –hewan yang dikurbankan pada pemakaman itu
tidak dikurbanklwn begitu saja tetapi mempunyai
tujuan-tujuanyang tertentu sebagai berikut:
1 (1) Menurut kepercayaan aluk todolo semua hewan atau semua
pengurbanan harta benda mempunyai roh seperti manusia dan roh-roh itu akan
menjadi bekal dari yang mati itu dialam baka .
2(2) Sebagai pangkal dan dasar pembagian warisan dari
seseorang pewaris kepada semua turunan –turunannya/anak-anaknya.
1
(3) Untuk membuktikan balas penghargaan /penberian
daging dari orang lain kepada yang mati itu pada masa hidupnya ,dan pada waktu
matinya itu harus dikembalikannya dibayar setimpal denganyang telah
diterimanya.
2
Untuk menjamin
martabat /prestige dari seluruh turunan dari seluruh keturunan dari yang mati
karena telah membuktikan kepribadian bersosial kepada masyarakat menurut adat
dengan adanya pengurbanan-pengurbanan hewan tersebut.
Disamping itu salah satu pula syarat utama dalam
pembagian warisan di Tana Toraja adalah di tentukan oleh kedudukan seseorang
pewaris dalam hubungan keturunan atau anak, yang bagi masyarakat toraja suatu
hal yang sangat penting dalam pertumbuhan masyarakat karena adanya beberapa
macam adanya kelembagaan anak tersebut masing-masing.
- Anak dadian (Anak sah ) yang lahir dari perkawinan seorang ibu dan seorang bapak berhak atas warisan secara penuh dan anak dadian ini terdiri atas dua tingkatan :
1.1 Anak dadian anak tana’ yaitu anak yang lahir
dari perkawinan yang di lakukan menurut adat karena ibu bapanya mempunyai tana’
( kasta ) yang sama, mendapat warisan secara penuh.
Anak dadian bukan anak tana’ yaitu ibu dari anak ini
tidak sama derajatnya dengan bapanya malahan sering terjadi ibunya adalah hamba
dari bapanya dan anak ini dinyatakan sebagai anak matutu’ yang setelah bapanya
meninggal dunia mendapat hak kurang dari anak tana’ atau pembagiannya di
tentukan oleh anak tana’.
- Anak tepo yaitu seseorang yang di nyatakan dua bapak kandungnya yang biasanya terjadi karena umpamanya seseorang bapak kawin dengan seorang ibu kemudian sementara duduk perut dalam umur muda maka bapak itu menceraikan lalu datang seorang bapa lain memperistrikannya maka anak yang akan lahir itu di nyatakan berbapa dua dan seorang bapa yaitu yang duluan menyatakan anak tepo pada anak tersebut dan mendapat warisan pula sama dengan anak-anak sah lainnya hanya saja biasanya lebih kurang dari anak sah anak tana’ lainnya.
Juga terjadi
anak tepo ini jikalau seorang bapak sementara berhubungan dengan seorang
perempuan dan belum kawin dan tiba-tiba
tidak jadi kawin sah maka karena perempuan itu sedang mulai duduk perut maka
nantinya anaknya itu manjadi anak tepo dari bapaknya tadi dan sama kedudukanya
dengan anak tepo yang tersebut di atas yang berhak atas warisan dari bapak
teponya yang kurang dari pada anak tana’ yang sah lainnya.
Menurut hukum
adat toraja ada lagi beberapa sebab adanya tepo tersebut di atas selai dari
pada yang sudah di sebutkan itu
1.1 Anak
tepo tangdialla’ ialah seseorang laki-laki menceraikan seorang ibu dan datang
laki-laki lain memperistrikan perempuan itu dan dari perkawinan laki-laki yang
kedua itu lahir seorang anak maka suami
yang duluan datang menyatakan mengangkat anak
angkat tepo anak ini, maka anak ini mempunyai hak atas warisan dari bapak
tersebut dan berhak atas warisan dari bapak teponya dengan di tentuksn oleh
anak sah bapak itu atau pewaris utamanya.
1.2 Anak
tepo anak pengngan ialah seseorang anak yang di angkat anak tepo oleh seseorang
bapak karena adanya perhubungan gelap dengan perempuan itu akhirnya perempuan
itu mengandung dan anak ini di nyatakan sebagai anak tepo dari bapak tersebut
dan berhak atas warisan sama dengan anak tepo tangdialla’
1.3 Anak
tepo di kambaroan yaitu seseorang bapak mengakui seorang anak sebagai anak
teponya karena adanya suatu hubungan itu sementara di kandung apakah ba[pak ini
sakit dan mendapat pertolongan atau hal-hal lainnya maka sebelum anak itu lahir
maka sudah di katakan menjadi anak angkat teponya dan biasanya pada waktu lahir
di beri harta sebagi tanda yang di namkan ba’gi’ dan biasanya anak itu menjadi
meningkat manjadi anak di anak bitti’( anak angkat kecil ) tetapi sebelum
menjadi anak bitti’ haknya sebagai anak tepo sama dengan anak tepo tangdialla’
dan anak tepo anak pangngan , tetapi kalau jadi anak di anak bitti’ harus
melalui suatu pengesahan yang di namakan di rarai ( di beri darah ) dengan
suatu upacara pengresmian di mana secara umum di nyatakan bapak itu bahwa anak
ini menjadi anak sahnya dan berhak sama dengan anak-anak sah lainnya.
Baik anak dadian
dan anak tepo yang tersebut di atas itu kesemuanya mempunyai kewajiban seperti
hal tersebut di depan mengenai kedudukannya seorang waris hanya saja macam anak
tersebut di atas berhak mewarisi semua macam bentuk warisan baik pencarian sendiri
dari yang meninggalkan warisan maupun warisan dari harta pusaka garis tongkonan
, karena berikut ini terdapat pula anak-anak yang tidak berhak atas pusaka
garis tongkonan.
Anak di anak
bitti’ yaitu adalh anak yang sama dengan yang sudah di katakan di atas dalam
prosesnya tetapi di samping itu ada pula seorang anak yang di anak bitti’ itu
adalah anak orang laim yang di ambil oleh seorang bapak pada masa kecilnya dan
di piarah setelah anak itu besar dan anak itu di angkat lagi anak dengan satu
upacsara penabisan/ pelantikan anak yang di namakan di rarai yaitu pada waktu
upacara di kurbankan babi dan ayam maka bapak tadi menaru tanda dara pada dahi
dari anak itu sebagai tanda sahnya anak itu sebagai anak sahnya dan anak ini di
namakan pula anak di rarai berarti tidak sedarah tetapi sudah di sahkan sedarah
dengan bapak atau ibu angkatnya , dan anak berhak penuh atas semua bentuk harta
warisan dari yang mengangkatnya anak .
Anak di anak
kapua , yaitu seorang bapak pengangkat anak seorang pada waktu sudah besar atau
anak yang sudah dewasa di mana wanita pun dapat mengadakan pengangkatan anak
demikian
Adanya
pengangkatan anak kapua ini adalah di sebabkan beberapa hal umpamanya karena berjasa atau orang-orang pemberani
atau karena di harapkan dalam persoala-persoalan bapak atau ibu angkatnya jadi
tak lain dari pada adanya hubungan persoalan di mana pada saat pengangkatan
anak macam demikian terus di berikan tanda dalam bentuk harta benda dan dan
pemberian ini di namakan ba’gi’ serta orang yang di angkat anak ini di namakan pula to di ba’gi’ .
Anak kapua atau
to di ba’ gi’ ini hanya mempunyai hak atas warisan bapak atau ibu angkatnya
pencarian sendiri dan tidak berhak atau harta warisan garis tongkonan , namun
kewajiban sebagai anak sama dengan anak-anak lain yang tentuya pembagian itu di
tentukan oleh anan sah dari orang yang meninggalkan warisan tersebut dengan
sudah memperhitungkan harta yang sudah di berikan lebih dahulu berupah ba’gi’
karena menerima warisan adalah tergantung dari besarnya pengorbanan masing-masing
pewaris maka jikalau anak kapua ini hanya mengurbankan sesuatu dengan ba’gi’na
maka dalam hal ini tidak lagi mendapat warisan dan sisah pengorbanan demikian
di katakan dalam adat pengrinding rampanan doke biang artinya tidak melewati
batas
- Anak passarak yaitu anak piara dengan mengangkat atau memelihara anak dari keluarga sendiri atau anak orang lain yangbiasanya karena orang tua tersebut tidak mempunyai anak atau tidak banyak anaknya dan pada waktu orang tua angkatnyaa meninggal dunia berhak atas warisan pencarian sendiri orang tua itu dan tidak berhak atas pusaka garis tongkonan kecuali jikalau anak ini seteurunan dengan orang tua angkatnya
Pembagian dari
anak passarak itu di tentukan oleh para pewari utama yitu kalau mempunyai anak
sah maka anak sah yang menetukan tetapi kalau mandul di tentukan oleh
saudara-saudara kandungnya harus berkurban pada waktu pemakaman baru mendapat
pembagian sebagai pengrinding.
- Anak na’tutu hampir sama dengan anak sah anak ma’tutut tersebut dia tasa /anak dadian matutu yaitu anak ini adalah anak dari hambanya di angkat anak karena kesetiannya dan kejujurannya dalam mengbdi kepada tuannya maka orang tuanya mengatakan bahwa namun hambanya tetapi dia mengangkatnya anak angkat matutu dan anak matutu demikian tidak mempunyai hubungan keturunan dengan orang tua angkatnya tetapi adalah hambanya yang setia aadalah seterusnya turun kepada anak matutu tesebut dan setia dan bersama-sama dan orang tuannya mengabdi kepada tongkonan orang tua angkatnya
Pada waktu orang
tua angkatnya itu meninggal maka anak metutu ini di ikut serta bersama-sama dengan anak sah dari orang tua
ini menghadapi upacara pemakaman dengan turut pula mengorbankan kerbau dan babi
yang nantinya akan mendapat pula pembagian warisan namanya pangrinding setelah
selesai pemakaman dengan ketentuan anak matutu ini tidak dapat mewarisi harta
pusaka orang tuanya yang merupakan pusaka garis tongkonan tetapi hanya
pencarian semata- mata dari orang tua angkatnya yang membagikan di tentukan
oleh pewaris yang sah atau utama
- Pa’nakan yaitu keponakan adalah anak dari saudara kandung seseorang yang jikalau seseorang tua tidak mempunyai anak sah anak kandung maka sendirinya yang menjadi pewaris utama adalah pa’ nakan ( kemanakan) dari seorang itu yang menurut adat toraja namun sebagai pewaris utama tetapi tidak berkurban pada upacara pemakaman orang yang mandul dan mati itu tentu saja tidak mendapat apa-apa dari warisan orang yang mati itu.
Menurut adat
toraja warisan dari orang yang mandul itu terbagi atas tiga bagian yaitu :
-
Warisan garis pusaka bapak
-
Warisan garis pusaka ibu
-
Warisan
pencaharian orang dari yang mandul itu
Bahwa warisan
tersebut tidak dapat di campu baurkan kecuali warisan pencarian sendiri tetapi
pwarisan pihak bapak dan pihak ibu tidak dapat di percampurkan karena selau
akan terbentur dengan kewajiban pengabdian dari tongkonan kepada masing-masing
turunan.
Demikian pula
dengan kemanakan pihak bapak semata-mata atau kemanakan pihak ibu semata-mata
tak dapat mewarisi kedua macam warisan garis pusaka tongkonan kecuali kemanakan
itu dari kedua belah pihak artinya orang tuanya saudara kandung seibu sebapak
dari orang yang mandul itu.
Jikalau
seseorang kemenakan itu pada waktu yang mandul ( tantenya atau pamanya ) tidak
mengadakan pengurbanan pada waktu
pemakaman maka dia tidak boleh mendapat pembagian dari harta warisan yang di
tinggalkan, karena menurut adat harus di beli dengan pengurbanan yang namanya
mangrinding .
Begitu pulah
jikalau sesseorang yang mandul mempunyai kemanakan yang hanya satu pihak apakah
hanya pihak bapak atau pihak ibu maka hal ini yang menjadi perhatian dalam
menghadapi persiapan pemakaman orang yang mandul itu karena masing-masing pihak
harus mengetahui warisan yang di tinggalkan pada pihak garis haknya, karena
tidak dapat mengorbankan lebih daripihak haknya sendiri di samping dari
pencarian orang yang mati itu tentunya mempunyai hak yang sama dengan pihak
yang satunya.
Karena tidak
jelasnya kedudukan dari harta warisan dari seseorang yang mandul dan tiba-tiba
meninggal dunia maka sangat sulit dalam menyelesaikan pemakamannya sehingga
jarang terjadi seorang yang mandul dan keya di Tana Toraja segera di makamkan
malahan memakan bertahun-tahun karena sangat jarang yang penyelesainya dudukya
harta bendanya tidak di selesaikan di pengadilan negeri.
Bagi anak-anak
angkat dari seorang mandul seperti di anak bitti’ ( anak sah kecil) dalam pembagian
warisan dia berhak semua pada semua garis warisan baik pihak bapak maupun pihak
ibu terutama pencarian sendiri, karena di anak bitti’ yang juga di namai anak
di rarai adalah anak yang dianggap sudah sedarah dengan yang mengangkatnya
anak, sedang anak kapua atau di namakan to ba’gi, anak passarak yang tak seketurunan tidak berhak atas harta garis
tongkonan dan hanya berhak atas harta pencarian sendiri . Dari yang
mengangkatnya anak, dan hak yang demikian itu berlaku pula pada anak angkat
atau anak matutu yang tidak berhak berhubungan darah dengan yang mengangkatnya
anak karena ada pula anak dadian matutu yang mempunyai hak atas semua garis
pusaka orang tuanya.
Dari semua macam
anak yang tersebut di atas keseluruhannya terikat dengan hukuman warisan yang
mengenal warisan itu setelah melaksanakan dua kewajiban masing-masing :
-
Pengabdian kepada tongkonan orang tua
-
Pengabdian kepada orang tua terutama pada waktu
meninggal dunia.
Terima Kasih Telah Membaca !!
0 komentar:
Post a Comment