Wednesday, September 12, 2018

Mana' (Warisan/Pusaka)





Mana’
Warisan Di Toraja


Mana’
Warisan orang Toraja
Masyarakat toraja mengenal atau mempunyai dua golongan warisan yang di namakan mana’ yang sangat erat sekali dengan adat dan kehidupana pengabdian kepada tongkonan dan hal-hal yang berhubungan dengan upacara pemakaman yang dalam hal ini mana’ itu adalah :

A.    Mana’ yang berpusat dan bersangku paut dengan tongkonan.
B.     Mana’ yang berpusat pada orang tua atau harta pusaka bapak dan ibu.

Kedua macam golongan mana’ ini satu sama lainnya saling berkaitan dan saling mempengaruhi karena tunggang menunggang yang tak dapat di pisahkan begitu saja seperti adanya warisan pada umumnya.

  1. Mana’ yang berpusat pada tongkonan dapat di bagi atas dua macam dan keadaanya yaitu :

    1. Mana’ yang merupakan hak dan kekuasaan adat serta kewajiban-kewajiban masyarakat bagi tongkonan pekaindoran/pekamberan.
    2. Mana’ yang merupakan kewajiban mengabdi kepada tongkonan semata-mata dari suatu rumpun keluarga yang berlaku untuk semua tingkatan tongkonan yaitu tongkonan layuk,  Tongkonan  pekaindoran/pekamberan dan tongkonan batu a’riri.

Kedua mana’-mana’ tersebut di atas ada sebagian orang toraja mewarisinya mana’ yang kedua itu, dan adanya warisan tersebut di masyarakat toraja sangat nampak, karena suatu tongkonan yang tidak memegang  kekuasaan atau fungsi adat pasti turunannya yang lahir dari tongkonan itu tidak mewarisi kekuasaan adat pula.

Warisan hak dan kekuasaan adat bagi masyarakat toraja adalah warisan bersama-sama seluruh keluarga dari rumpun tertentu, berarti itidak seorang yang mutlak menguasai warisan tersebut sendiri dan hal itu di buktikan dalam pembangunan suatu tongkonan karena semua turunan yang tersangkut dalam warisan itu bersama-sama pula mempertahankanya karena hal itu menyangkut prestige/martabat keluarga. Warisan mengbdi kepada tongkonan semata-mata adalah merupaka warisan bagi semua manusia yang  berdarah toraja, karena semua manusia toraja baik dari keluarga kasta tertinggi sampai kepada keluarga kasta rendah kesemuannya pasti mempungai tongkonan keluarga mereka itu yaitu suatu kewajiban dari seluruh turunan keluargayang kuat serta menyelesaikan persatuan bangunan tongkonan setiap saat secara gotong roggong tanpa dipaksa dan tampa ada halangan karena harus bersama-sama mempertahankan tetap berdirinya tongknan keluarganya itu.

Bahwa latar belakang tersimpul dalam kewajiban memelihara dan memegang teguh pengapdian kepada tongkonan itu ialah rasa kekeluargaan yang kuat dan trasah pengapdian dan menghormati orang tua/nenek moyang berdasarkan ajaran aluk todolo bahwa arwa nenekmoyang yang dinamakan tomambali puang adalah salsah satu oknum yang dipujah dan disembah karena mempunyai tugas dankewajiban dan  memberikan berkat manusia turunanya ,sebagai pendiri dari tongkonan tersebut darti dahul;ukalah .

  1. Manak yang berpusat pada orang tua dan harta pusaka orang tua(IBU-BAPA)itu mempengaruhi pulah adanya manak yang berpusat pada tongkonan ,karena seseorang yang peninggal warisan selalu menjadikan .tongkonan itu sebagai tempat mengimpan warisanya ,jadi seorang pewaris ditana Toraja mempunyai kewajibana sekurang –kurangnya kedua macam warisan yaitu sebagai warisan yang berpusat dai orang tua masing –masing :

    1. Mana’ atau warisan menyapdi pada orang tua .
    2. Mana’ atau warisan dalam mewarisi pusaka atau harta benda orang tua.

Seseorang mengapdi pada tongkonan ornag tua harus bersama-sama dengan seluruh keluarga memelihara tetap berdiringa tongkonan orang tuanya itu sebagai pula tempat dan sumberpembinaan persatuan kekeluargaan dan hidup kegotongroyongan ,sedang seorang pewaris pusaka atau harta benda orang tua harus pula memperhatikan pengapdian kepada orang tua yang maniperstasi pengapdian itu dibuktikan pada waktu pemakaman orang tua .

Pewaris pada harta pusaka orang tua bagi manyarakat toraja masing diatur oleh ketentuan –ketentuan pengapdian itu dengan beberapa aturan mendapat wsarisan tersebut dan tidak karena adanya hak karena anak yang sah semaa-mata hak atau warisanorang tua itusanyat dipengaruhi oleh :
  1. Pengapdian dengan memelihara dan memakamkan orang tua menurut adat pemakaman adat toraja , dan inilah pengapdian utama salam mendapat warisan oang tua disamping karena sebagai anak yang sah .
  2. Pengapdian kepada tongkonan dari orang yang meninggalkan warisan terutama harta yang merupakan harta yang bersumberdari garis tongkonan , karena harta pusaka yan gbersumber dari garis tongkonan tidak lepasdari kaitan dengan tongkonan dan tidak berahir hubungan hak serta hubungan pemiliharaan dari tongkonan tersebut .

Pengapdian seseorang pewaris harta benda orang tua baik harta dari garis laki –laki /bapa’atau garis perempuan /ibu tetap mempunyai kedudukan yang sama begitu pula hak atas pengapdiaan kepada tongkonan baik tongkonan bapa atau tongkonan ibu tetapi mempunyai kedudukan dan mempunyai kewajiban yang sama ,jadi kedudukan seorang anak apakah perempuan atau laki –laki pun sama dalam menerima adat dan hukuman warisan ditana Toraja  karena mastarakat toraja tidak menyenal sistim kekerabatan mattrihat atau pattrihathat seperti didaerah lain .

Dengan adanya penjelasan diatas maka seorang pengenal manak atau warisan ditanan toraja yang baik harus memperhatikan tiga hal masing masing :
  1. Soal pengapdian kepada tongkonan  orang tua .
  2. Penyapdian kepada orang tua terutama pada waktu pemakaman orang tua .
  3. Karena adanya hak sebagai anak / turunan .
Ketiga hal ersebu diatas saling mempenyaruhui satu denngan lainya karena seorang pewaris dapat saja hilang hak warisanya atau kurang hak pepenerimaan warisanya jikalau salah satu faktor tersebut tidak dipengaruhi .

Adapula seseorang mendapat mana’ dari seseorang karenahanya adanya pengapdian semata-mata kepada tongkonan dari peninggalan warisan apalagi jikalau mana’ itu dinyatakan sesbagai mana’ tongkonan diwarisi tanpa halangan oleh seseorang yang memelihara tongkonan tersebut , dan dapat saja menjadi mana’turun temurun bagi turunanya karena turunanya itu tetap mengapdi pada turunanya tetap mengapdi pada tongkonanyaitu.    
 

Bila seseorang tidak memenuhi keajibanya kepada orang tuanya sebagai serang anak yang sah terutama pada waktu orang tuanya meninggal dunia apalagi bagi orang yang berketurunan yang terikat dengan adat , maka dalam pembagian warisan pun tidak mendapat atau kurang mempunyai hak dan hak sama dengan saudara –saudaranya yang lebih banyak memperlihatkan dan membuktikan pengapdianya kepada orang tuanya jadi untuk menjadi pewaris yang baik dari seorang tua maka hares memperhatikan faktor  pengapdian yang penuh serta kesetiaan kepada orang tua baik pada waktu masih hidupnya maupun pada waktu matinya , karena menurut adat toraja dalam penerimaan harta warisan dari orang tua tidak dapat diterima begitu saja karena sebagai anak sah , tetapi harus dibentuk pengapdian serta pengorbanan pada aktu orang tua itu dimakamkan yang dalam halini merupakan adat yang sanyat menentukan yang dinamakan makrinding , yaitu menggurbankan hewn –hewan baik berupa kerbau maupun babi dan lain –lain pada upacara pemakaman orang tua akan dibayar dengan harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua itu yang akan dibagi menurut pertimbangan harta yang ditinggalkan serta kurban –kurban seluruhnya , dan setiap pewaris akan menerima warisan orang tuanya itu sesuai dengan pertimbanyan besarnya pengurbanan pewaris tersebut , makanya terdapat pewaris yang mendapat warisan lebih banyak dari pewaris lainya karena lebih banyak pengurbananya .

Bahwa hewan –hewan yang dikurbankan pada pemakaman itu tidak dikurbanklwn begitu saja tetapi mempunyai  tujuan-tujuanyang tertentu sebagai berikut:
1 (1) Menurut kepercayaan aluk todolo semua hewan atau semua pengurbanan harta benda mempunyai roh seperti manusia dan roh-roh itu akan menjadi bekal dari yang mati itu dialam baka .
2(2) Sebagai pangkal dan dasar pembagian warisan dari seseorang pewaris kepada semua turunan –turunannya/anak-anaknya.
1        (3) Untuk membuktikan balas penghargaan /penberian daging dari orang lain kepada yang mati itu pada masa hidupnya ,dan pada waktu matinya itu harus dikembalikannya dibayar setimpal denganyang telah diterimanya.
2         Untuk menjamin martabat /prestige dari seluruh turunan dari seluruh keturunan dari yang mati karena telah membuktikan kepribadian bersosial kepada masyarakat menurut adat dengan adanya pengurbanan-pengurbanan hewan tersebut.

Disamping  itu salah satu pula syarat utama dalam pembagian warisan di Tana Toraja adalah di tentukan oleh kedudukan seseorang pewaris dalam hubungan keturunan atau anak, yang bagi masyarakat toraja suatu hal yang sangat penting dalam pertumbuhan masyarakat karena adanya beberapa macam adanya kelembagaan anak tersebut masing-masing.

  1. Anak dadian (Anak sah ) yang lahir dari perkawinan seorang ibu dan seorang bapak berhak atas warisan secara penuh dan anak dadian ini terdiri atas dua tingkatan :

1.1    Anak dadian anak tana’ yaitu anak yang lahir dari perkawinan yang di lakukan menurut adat karena ibu bapanya mempunyai tana’ ( kasta ) yang sama, mendapat warisan secara penuh.
            Anak dadian bukan anak tana’ yaitu ibu dari anak ini tidak sama derajatnya dengan bapanya malahan sering terjadi ibunya adalah hamba dari bapanya dan anak ini dinyatakan sebagai anak matutu’ yang setelah bapanya meninggal dunia mendapat hak kurang dari anak tana’ atau pembagiannya di tentukan oleh anak tana’.

  1. Anak tepo yaitu seseorang yang di nyatakan dua bapak kandungnya yang biasanya terjadi karena umpamanya seseorang bapak kawin dengan seorang ibu kemudian sementara duduk perut dalam umur muda maka bapak itu menceraikan lalu datang seorang bapa lain memperistrikannya maka anak yang akan lahir itu di nyatakan berbapa dua dan seorang bapa yaitu yang duluan menyatakan anak tepo pada anak tersebut dan mendapat warisan pula sama dengan anak-anak sah lainnya hanya saja biasanya lebih kurang dari anak sah anak tana’ lainnya.

Juga terjadi anak tepo ini jikalau seorang bapak sementara berhubungan dengan seorang perempuan dan belum kawin  dan tiba-tiba tidak jadi kawin sah maka karena perempuan itu sedang mulai duduk perut maka nantinya anaknya itu manjadi anak tepo dari bapaknya tadi dan sama kedudukanya dengan anak tepo yang tersebut di atas yang berhak atas warisan dari bapak teponya yang kurang dari pada anak tana’ yang sah lainnya.

Menurut hukum adat toraja ada lagi beberapa sebab adanya tepo tersebut di atas selai dari pada yang sudah di sebutkan itu 

1.1  Anak tepo tangdialla’ ialah seseorang laki-laki menceraikan seorang ibu dan datang laki-laki lain memperistrikan perempuan itu dan dari perkawinan laki-laki yang kedua itu lahir  seorang anak maka suami yang duluan datang menyatakan mengangkat anak  angkat tepo anak ini, maka anak ini mempunyai hak atas warisan dari bapak tersebut dan berhak atas warisan dari bapak teponya dengan di tentuksn oleh anak sah bapak itu atau pewaris utamanya.
1.2  Anak tepo anak pengngan ialah seseorang anak yang di angkat anak tepo oleh seseorang bapak karena adanya perhubungan gelap dengan perempuan itu akhirnya perempuan itu mengandung dan anak ini di nyatakan sebagai anak tepo dari bapak tersebut dan berhak atas warisan sama dengan anak tepo tangdialla’
1.3  Anak tepo di kambaroan yaitu seseorang bapak mengakui seorang anak sebagai anak teponya karena adanya suatu hubungan itu sementara di kandung apakah ba[pak ini sakit dan mendapat pertolongan atau hal-hal lainnya maka sebelum anak itu lahir maka sudah di katakan menjadi anak angkat teponya dan biasanya pada waktu lahir di beri harta sebagi tanda yang di namkan ba’gi’ dan biasanya anak itu menjadi meningkat manjadi anak di anak bitti’( anak angkat kecil ) tetapi sebelum menjadi anak bitti’ haknya sebagai anak tepo sama dengan anak tepo tangdialla’ dan anak tepo anak pangngan , tetapi kalau jadi anak di anak bitti’ harus melalui suatu pengesahan yang di namakan di rarai ( di beri darah ) dengan suatu upacara pengresmian di mana secara umum di nyatakan bapak itu bahwa anak ini menjadi anak sahnya dan berhak sama dengan anak-anak sah lainnya.

Baik anak dadian dan anak tepo yang tersebut di atas itu kesemuanya mempunyai kewajiban seperti hal tersebut di depan mengenai kedudukannya seorang waris hanya saja macam anak tersebut di atas berhak mewarisi semua macam bentuk warisan baik pencarian sendiri dari yang meninggalkan warisan maupun warisan dari harta pusaka garis tongkonan , karena berikut ini terdapat pula anak-anak yang tidak berhak atas pusaka garis tongkonan.

Anak di anak bitti’ yaitu adalh anak yang sama dengan yang sudah di katakan di atas dalam prosesnya tetapi di samping itu ada pula seorang anak yang di anak bitti’ itu adalah anak orang laim yang di ambil oleh seorang bapak pada masa kecilnya dan di piarah setelah anak itu besar dan anak itu di angkat lagi anak dengan satu upacsara penabisan/ pelantikan anak yang di namakan di rarai yaitu pada waktu upacara di kurbankan babi dan ayam maka bapak tadi menaru tanda dara pada dahi dari anak itu sebagai tanda sahnya anak itu sebagai anak sahnya dan anak ini di namakan pula anak di rarai berarti tidak sedarah tetapi sudah di sahkan sedarah dengan bapak atau ibu angkatnya , dan anak berhak penuh atas semua bentuk harta warisan dari yang mengangkatnya anak .

Anak di anak kapua , yaitu seorang bapak pengangkat anak seorang pada waktu sudah besar atau anak yang sudah dewasa di mana wanita pun dapat mengadakan pengangkatan anak demikian

Adanya pengangkatan anak kapua ini adalah di sebabkan beberapa hal umpamanya  karena berjasa atau orang-orang pemberani atau karena di harapkan dalam persoala-persoalan bapak atau ibu angkatnya jadi tak lain dari pada adanya hubungan persoalan di mana pada saat pengangkatan anak macam demikian terus di berikan tanda dalam bentuk harta benda dan dan pemberian ini di namakan ba’gi’ serta orang yang di angkat  anak ini di namakan pula to di ba’gi’ .

Anak kapua atau to di ba’ gi’ ini hanya mempunyai hak atas warisan bapak atau ibu angkatnya pencarian sendiri dan tidak berhak atau harta warisan garis tongkonan , namun kewajiban sebagai anak sama dengan anak-anak lain yang tentuya pembagian itu di tentukan oleh anan sah dari orang yang meninggalkan warisan tersebut dengan sudah memperhitungkan harta yang sudah di berikan lebih dahulu berupah ba’gi’ karena menerima warisan adalah tergantung dari besarnya pengorbanan masing-masing pewaris maka jikalau anak kapua ini hanya mengurbankan sesuatu dengan ba’gi’na maka dalam hal ini tidak lagi mendapat warisan dan sisah pengorbanan demikian di katakan dalam adat pengrinding rampanan doke biang artinya tidak melewati batas

  1. Anak passarak yaitu anak piara dengan mengangkat atau memelihara anak dari keluarga sendiri atau anak orang lain yangbiasanya karena orang tua tersebut tidak mempunyai anak atau tidak banyak anaknya dan pada waktu orang tua angkatnyaa meninggal dunia berhak atas warisan pencarian sendiri orang tua itu dan tidak berhak atas pusaka garis tongkonan  kecuali jikalau anak ini seteurunan dengan orang tua angkatnya

Pembagian dari anak passarak itu di tentukan oleh para pewari utama yitu kalau mempunyai anak sah maka anak sah yang menetukan tetapi kalau mandul di tentukan oleh saudara-saudara kandungnya harus berkurban pada waktu pemakaman baru mendapat pembagian sebagai pengrinding.

  1. Anak na’tutu hampir sama dengan anak sah anak ma’tutut tersebut dia tasa /anak dadian matutu yaitu anak ini adalah anak dari hambanya di angkat anak karena kesetiannya dan kejujurannya dalam mengbdi kepada tuannya maka orang tuanya mengatakan bahwa namun hambanya tetapi dia mengangkatnya anak angkat matutu dan anak matutu demikian tidak mempunyai hubungan keturunan dengan orang tua angkatnya tetapi adalah hambanya yang setia aadalah seterusnya turun kepada anak matutu tesebut dan setia dan bersama-sama dan orang tuannya mengabdi kepada tongkonan orang tua angkatnya

Pada waktu orang tua angkatnya itu meninggal maka anak metutu ini di ikut serta  bersama-sama dengan anak sah dari orang tua ini menghadapi upacara pemakaman dengan turut pula mengorbankan kerbau dan babi yang nantinya akan mendapat pula pembagian warisan namanya pangrinding setelah selesai pemakaman dengan ketentuan anak matutu ini tidak dapat mewarisi harta pusaka orang tuanya yang merupakan pusaka garis tongkonan tetapi hanya pencarian semata- mata dari orang tua angkatnya yang membagikan di tentukan oleh pewaris yang sah atau utama

  1. Pa’nakan yaitu keponakan adalah anak dari saudara kandung seseorang yang jikalau seseorang tua tidak mempunyai anak sah anak kandung maka sendirinya yang menjadi pewaris utama adalah pa’ nakan ( kemanakan) dari seorang itu yang menurut adat toraja namun sebagai pewaris utama tetapi tidak berkurban pada upacara pemakaman orang yang mandul dan mati itu tentu saja tidak mendapat apa-apa dari warisan orang yang mati itu.

Menurut adat toraja warisan dari orang yang mandul itu terbagi atas tiga bagian yaitu :

-          Warisan garis pusaka bapak
-          Warisan garis pusaka ibu
-          Warisan pencaharian orang dari yang mandul itu

Bahwa warisan tersebut tidak dapat di campu baurkan kecuali warisan pencarian sendiri tetapi pwarisan pihak bapak dan pihak ibu tidak dapat di percampurkan karena selau akan terbentur dengan kewajiban pengabdian dari tongkonan kepada masing-masing turunan.

Demikian pula dengan kemanakan pihak bapak semata-mata atau kemanakan pihak ibu semata-mata tak dapat mewarisi kedua macam warisan garis pusaka tongkonan kecuali kemanakan itu dari kedua belah pihak artinya orang tuanya saudara kandung seibu sebapak dari orang yang mandul itu.

Jikalau seseorang kemenakan itu pada waktu yang mandul ( tantenya atau pamanya ) tidak mengadakan pengurbanan  pada waktu pemakaman maka dia tidak boleh mendapat pembagian dari harta warisan yang di tinggalkan, karena menurut adat harus di beli dengan pengurbanan yang namanya mangrinding .

Begitu pulah jikalau sesseorang yang mandul mempunyai kemanakan yang hanya satu pihak apakah hanya pihak bapak atau pihak ibu maka hal ini yang menjadi perhatian dalam menghadapi persiapan pemakaman orang yang mandul itu karena masing-masing pihak harus mengetahui warisan yang di tinggalkan pada pihak garis haknya, karena tidak dapat mengorbankan lebih daripihak haknya sendiri di samping dari pencarian orang yang mati itu tentunya mempunyai hak yang sama dengan pihak yang satunya.

Karena tidak jelasnya kedudukan dari harta warisan dari seseorang yang mandul dan tiba-tiba meninggal dunia maka sangat sulit dalam menyelesaikan pemakamannya sehingga jarang terjadi seorang yang mandul dan keya di Tana Toraja segera di makamkan malahan memakan bertahun-tahun karena sangat jarang yang penyelesainya dudukya harta bendanya tidak di selesaikan di pengadilan negeri.

Bagi anak-anak angkat dari seorang mandul seperti di anak bitti’ ( anak sah kecil) dalam pembagian warisan dia berhak semua pada semua garis warisan baik pihak bapak maupun pihak ibu terutama pencarian sendiri, karena di anak bitti’ yang juga di namai anak di rarai adalah anak yang dianggap sudah sedarah dengan yang mengangkatnya anak, sedang anak kapua atau di namakan to ba’gi, anak passarak yang  tak seketurunan tidak berhak atas harta garis tongkonan dan hanya berhak atas harta pencarian sendiri . Dari yang mengangkatnya anak, dan hak yang demikian itu berlaku pula pada anak angkat atau anak matutu yang tidak berhak berhubungan darah dengan yang mengangkatnya anak karena ada pula anak dadian matutu yang mempunyai hak atas semua garis pusaka orang tuanya.

Dari semua macam anak yang tersebut di atas keseluruhannya terikat dengan hukuman warisan yang mengenal warisan itu setelah melaksanakan dua kewajiban masing-masing :

-          Pengabdian kepada tongkonan orang tua
-          Pengabdian kepada orang tua terutama pada waktu meninggal dunia.
   Terima Kasih Telah Membaca !!

0 komentar:

Post a Comment