Kata Bulangan berasal dari kata Bulang yang berarti memasang Sigai
(sinigai). Sementara dibulang=dibulappattang
yang berarti mengikat tadji pada kaki ayam sabungan, tapi bukan ditempat biasa,
hal ini dilakukan apabila ayam yang akan diadu tidak sebanding. Bulang diartikan pula seb agai tali pengikat
pada ayam jago. Londong = ayam
jantan, Sembangan = Memanjung sekali
saja dengan miring, suke = tabung (bambu), bumbungan;
Barata berarti perkabungan. Namun hal ini berbeda dengan kata baratu, baratu berarti kumpulan batu, taruhan yang dikumpulkan oleh seluruh
peserta. Penggunaan kata baratu pada
kalimat sembangan suke baratu lebih
mengarah pada pengertian sabung ayam dengan taruhan benda-benda, dimana benda
taruhan seperti emas, perak, uang dan sebagainya dimasukkan kedalam satu
tempat. Siapa yang keluar sebagai pemenang, dialah yang berhak memperoleh Suke baratu. Bulangan
Londong Sembangan Suke Barata sebagai salah satu bagian liturgi (lesoan alukna Rambu Solo’) dalam Rambu Solo’ dapat diartikan sebagai adu
ayam jago dengan tujuan buluh ayam yang rontok dimasukkan kedalam Suke Barata (Tuang-tuang) yang sebelumnya telah dipotong (disembang) oleh to minaa. Bulangan Londong Sembangan Suke Barata
berintegrasi dalam aluk rambu
solo’, khususnya pada pelaksanaan aluk
barata kendek (dipuli misa’ pitu
lompo). “ Bulangan londongna lessoan
barata, sembangan bulo lako
toditolabonggalelena disonda kapayunganna dipatiran sangka’, dilau’eran
pangalukanna situru’ pangraku’na”.
Menurut Mitodologi Toraja Bulangan Londong berawal (tigaronto’) diatas langit. “Bahwa Pong
Matua meminta untuk mendirikan rumah a’riri
bonga ura’na, untuk mendirikan rumah ini dibutuhkan pande petanga’ (ahli pikir), pande
paita (ahli nujum), pande manarang
(orang pintar), dan pande paliu’ (pengawas).
Setelah rumah a’riri bonga posi’ selesai dilakukanlah syukuran atau mangrara banua dan sebagai syaratnya
dipotonglah tiga macam hewan atau di
tallung rarai yakni ayam, babi dan kerbau” Dalam ritus aluk todolo ayam mempunyai makna persembahan baik dalam pesta rambu tuka’ maupun dalam upacara rambu solo’, lebih-lebih pada acara
kaperokan (aluk sumpu lolokna= ditallu rarai yakni darah ayam, babi dan
kerbau). Demikian pula dalam rambu solo’
ketika meaa (ma’peliang) ayam dibawa ke to’
liang dan diadu namun tanpa taruhan sebgai kelengkapan upacara dengan
harapan ayam akan ikut membawa keselamatan jiwa si mati. “ Kengku manukna Lapandek londongna Tulang Didi’ angku tiaranko sau’
tondok pong Lalondong”. Seorang pemimpin yang memenuhi syarat kepemimpinan tallu bakaa dalam upacara rambu solo’ rapasan sapu randanan baru
dikatakan sundun (lengkap) ketika ia diberi bulangan
londong. Karena hal ini akan menjadiAyam jantan yang akan diadu dirawat dan
dilatih secara khusus dengan harapan ia akan membawa kemenangan bagi
pemiliknya.
Dalam masyarakat Toraja ma’pasibobo’/ma’pasibitte
londong dianggap sebagai hobby dan
hiburan. Sabung ayam menjadi hiburan masyarakat dimulai pada waktu peristiwa “To Pada Tindo To Misa Pangimpi, Untulak
Buntunna Bone, dilangda Sendana Bonga.” Terbangun kesepakatan diantara
mereka bahwa Bulangan Londong akan
menjadi wadah pertemuan atau tamuan mali’
bagi mereka (baca=To Pada Tindo)
apabila salah satu diantara mereka meninggal. Akan tetapi kemudian orang banyak
mulai turut melakukan sabung ayam dengan memasang alat yang dapat mempermudah
kekalahan ayam orang lain dengan memasang taji bambu (tadi tallang) di kaki ayam yang akan diadu.
Dengan masuknya orang
Bugis yang mulanya datang berdagang kopi kemudian mengajak bangsawan Toraja
untuk berjudi maka diperkenalkan pulalah alat canggih yakni taji besi yang
dilumasi dengan jeruk nipis (lemo tadi).
Dengan taktik permainan judi yang dimodali (pa’palele)
oleh pedagang dari luar Toraja maka dimulailah saling menjual dan merampas
harta benda.
“ Mambela Bone, nakua: langka Balanda”. Mambela, madappi
sia. Langka, dio sia ren. Sanglebangan sarong sia, sangtengka anak dara sia.
Sulemo untiro bone, ullinde-line Balanda, umpesondang
tana tangnga. Tang kariunna Bone, tang kapadang-padangnna kaluku manna riunna,
bua manna si api’na, pala si rongrean manna…”(Gelong Sangpulo Dua).
Dari hal ini dapat dikatakan bahwa permainan judi sabung ayam
bukan berasal dari kebiasaan kalangan orang Toraja tetapi datangnya dari luar
yakni suku Bugis. Judi bukan adat bagi orang Toraja apalagi yang berkenaan
dengan judi sabung ayam. Judi dimasukkan
oleh orang Bugis tidak lain dari strategi dan skenario laten untuk menaklukaan
dan merusak sumber daya manusia Toraja. Karena sejarah membuktikan perang fisik
tidak dapat menaklukkan Tana To Lepongan
Bulan. Dalam kegiatan Judi Sabung Ayam dimasukkan bentuk judi lain seperti dadu yang dibawa oleh orang Bugis yang
bernama Lo Dani. “Eru’matanna Lo dani, eru’ landa isinna,
disura’ dadu, doki to doi”. Karena telah berkembang menjadi judi yang
melekat dalam aluk rambu solo’ maka
ia harus dimintakan izin yang disebut “paramisi”
pada masa penjajahan Belanda khususnya di Toraja Dari sini jelas bahwa Judi
Sabung Ayam bukan bagian dari aluk,
adat dan kebudayaan Toraja, apalagi kalau itu dianggap bagian dari ritus rambu solo’. Karena kebudayaan bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup, karena judi sabung ayam tidak memenuhi dan
memajukan kebutuhan hidup maka judi sabung ayam bukan budaya. Dalam acara
syukuran tersebut maka dibagi pulalah struktur
social dan kedudukan dalam masyarakat (toe nene’) kepada semua masyarakat yang hadir. Ada yang ditentukan
menjadi Parengge’, to Makaka, dan ada juga yang ditentukan
menjadi budak karena ia terlambat datang pada acara tersebut.
“…ia yang akan menjadi budak (la lumbang mendadi peosok ongan). Tapi ia mengajukan keberatan,
bahwa bagaimana mungkin ia ditunjuk sebagai budak sementara kita satu darah,
satu daging, kita bersaudara. Maka diputuskanlah untuk menyelesaikan persoalan
tersebut dengan hukum adat (Petari
Pempitu Dao Langi’). Sitetean Tampo,
siukkunan, sibambangan, sipakoko, simimmi’, sidemeran padang, dan yang
terakhir Silondongan. Namun orang
yang telah ditentukan sebagai budak tetap kalah”.
Adapun
ayam jantan (londong) bagi kehidupan
orang Toraja memberi arti:
1. Ayam
sebagai simbol ethos kerja manusia Toraja, ia membangunkan manusia dari
pembaringan, meningatkan manusia untuk mulai beraktivitas pada pagi hari dan
berhenti pada saat ayam kembali keperaduannya. Ia menyambut sinar pagi untuk
merajut dan melanjutkan kehidupan bagi umat manusia.
2.
Ayam menjadi simbol ketangguhan dan keberanian dan
kepemimpinan manusia Toraja, khususnya pada upacara Rambu Solo Rapasan Sapu
Randanan. Kaum kerabatnya turut berkabung dengan kayunan londong..
Terima Kasih Telah Membaca!!!
Sumber :
1. Teodorus Kobong, Injil dan Tongkonan, BPK Gunung Mulia, 2000
2. Kamus Bahasa Toraja.
situs resmi sabung s128 online terpercaya!
ReplyDeleteYuk Gabung Bersama Bolavita Raih Kemenangan Anda Sekarang Juga 100% Tanpa Bot
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
WA: +628122222995
Prediksitogelwin88.blogspot.com menyediakan Prediksi Togel Jitu untuk pasaran Togel Hongkong dan Togel Singapore.
ReplyDeletePrediksi Hk Jitu
Paito Sgp
Prediksi Sgp Akurat
Paito Hk
Prediksi Togel Jitu
Prediksi Sgp Jitu