Thursday, October 25, 2018

Eran Di Langi'







KONON, kata sebuah legenda, ketika kehidupan di “Bumi” masih diatur langsung dari “Langit” oleh PUANG MATUA (Tuhan, Sang Pencipta), semua aktivitas keseharian di bumi berlangsung aman, tenteram, dan damai.
Bila ada masalah yang muncul dalam perikehidupan sehari-hari diutusla wakil penduduk Bumi ke langit menemui Puang Matua untuk meminta nasihat. Jalur transportasi-komunikasi yang digunakan adalah “Eran diLangi’” sebuah tangga menjulang tinggi menuju langit yang sengaja diciptakan Puang Matua. Lalu, setelah Puang Matua bersabda atas persoalan yang dibentangkan ke hadapan-Nya, wakil penduduk Bumi itu pun turun lewat tanggga yang sama dan menyampaikan segala isi pembicaraanNya dengan Puang Matua kepada sekalian penduduk Bumi untuk kemudian dijadikan pegangan hidup. Selama beberapa generasi ruitinititas ini berjalan lancar. Sampai pada suatu ketika malapetaka itu muncul, berawal dari keinginan keluarga yang berniat mengawinkan anak mereka sesaudara kandung. Konon, keinginana itu dipicu oleh sikap pelit yang telah mereka kumpulkan kelek diwariskan kepada orang lain.
Karena keinginan ini tidak umum, diutusla anak lelakinya menemui Puang Matua di lagit untuk meminta petunjuk. Tak ada kata setuju dari Puang Matu. Akan tatapi, dasar manusia, seetiba di Bumi sang anak justru memutarbalikkan isi pesan Puang Matua, sehingga ia akhirnya “direstui” warga bumi untuk menghawini adik kandungnya sendiri. Puang Matua pun marah. Penduduk Bumi kena tulah. Ancaman wabah dan kelaparan terjadi di mana-mana. Sesembahan dan ritus yang digelar oleh penduduk Bumi ditampik-Nya. Di puncak kemarahanNya puang Matua merobohkan Eran diLangi’, sekaligus menandai putusnya jalur transportasi-komunikasi langsung antara Bumi dan Lngit. Sis-sia anak tangga menuju ke langit itu berkellimpangan jatuh ke Bumi, lalu membentuk bukit-bukit batu yang kini membentang dari wilayah Desa Rura kabupaten Enrekang hingga Rantepao di Tana Toraja.
TENTU saja itu semua hanya legenda. Akan tetapi, dalam kepercayaan asli masyarakat Toraja yang disebut Aluk Todolo, posisi “Legenda Eran diLangi’ tadi ternyata secara filosofis memiliki benang merah yang kuat dengan cerita tentang asal-usul aluk itu sendiri. Disebutkan bahwa ketika penghulu adat (tomina) mengajak penduduk naik ke langit untuk mencari aluk, ia dihadapkan pada pertanyaan, “Jalan manakah yang harus ditempuh karena kini sudah tidak ada lagi tangga ke lagit”??.... Sejenak kemudian ia teringat pada ucapan pada leluhur bahwa tangga ke langit itu sama artinya dengan “pinggir bibirmu dan ia ada di ujung lidahmu”. (Nakua tomina, Kendekki’ langnggan langi’ undaka’ Aluk. Na umbamo lakupolalan langngan ba’tangna langi’ na tae’o tu Eran diLangi’?? Apa nakua to diponene’: Samannamo Eran diLangi’ tu randan dipundukmu, samannamo enda’ dideata tu dara’ dilengko lilamu....)
Selain percaya pada Puang Matua sebagai dewa tertinggi yang mengatur kehidupan di jagat Bumi, penganut kepercayaan Aluk Todolo juga percya pada berbagai kekuatan yang ada di sekelilingnya. Karena itu, ada berbagai upacara. Namun, pada dasarnya upacara-upacara itu terbagi dalam dua kelompok besar, upacara kegembiraan (rambu tuka’) dan upacara kesedihan (rambu solo’).
Dalam setiap upacara selalu ada unsur-unsur magis. Sebutla pada upacara ma’bugi yang konon menggunakan siklus lima tahunnan. Dalam upacara untuk mengusir wabah penyakit ini, kadang-kadang disertai ritus yang mereka sebut ma’terre. Dalam ritus ini, dukun atau orang pintar yang bertindak sebagai pemimpin upacara menghapalkan mantra-mantra, lalu mereka yang terserang wabah biasanya kerasukan atau trance. Di tengah arena ditegakkan bambu yang hanya dipegang oleh beberapa orang. Lalu, orang yang kerasukan tadi disuruh naik dan setiba dipuncak turun dengan posisi kepala kebawah. Sesampai di tanah, pemimpin upacara menancapkan pisau ke kening si “sakit” hingga berdarah-darah.
“Anehnya, begitu luka tadi diusap dengan daun tabang (pepohonana sejenis perdu yang banyak tumbuh di kaki gunung di Tana Toraja), luka tadi langsung menutup. Tak ada bekas luka sama sekali dan orang tadi kembali sadar,” kata Ambe’ Ato’, penduduk desa Durian, kecamatan Makale. Dia mengaku beberapa kali menyaksikan peristiwa “langkah” itu di tengah-tengah para pemeluk kepercayaan Aluk Todolo yang tinggal di sekitar Gunung Ke’pe’, masih dalam wilayah kecamatan Makale. Kisah yang lebih seru adalah apa yang disebut “Roh tebang”. Biasanya itu terjadi pada malam hari. Orang “sakti” pemilik ilmu ini secara fisik tengah tidur, tetapi rohnya terbang melanglang buana. Masyarakat percaya karena apa yang ia lihat selama ‘terbang’, lalu ia ceritakan pada pagi harinya, biasanya benar-benar terjadi. Misalnya, ia mengatakan bertemu roh sesorang yang dalam waktu dekat akan meninggal, ternyata beberapa hari kemudian terdengar berita ada orang meninggal dunia; orang dengan ciri-cirinya seperti yang ia ceritakan.
“Memang sulit dipercaya ,tetapi susah juga untuk tidak mempercayainya karena biasanya apa yang ia katakan terbukti kebenarannya. Akan tetapi, sekarang orang yang punya kemampuan seperti itu sudah tyak perna lagi terdengar keberadaannya”, kata Mangeka, yang semasa kecil masih sempat hidup di tengah-tengah segala sesuatu yang berbau magis dan mistis. LEPAS dari itu semua, kalau kita datang ke Tana Toraja dan masuk ke dalam kehidupan masyarakat yang masih menganut kepercayaan Aluk Todolo, mitos dan legenda adalah bagian dari keseharian mereka.
Namun, dibalik itu semua tersimpan kearifan yang luar biasa. Paling tidak itu bisa disimak dari “petuah-petuah” yang mereka sampaikan, seperti dikatakan oleh salah seorang putra Tato’ Denna’ salah satu pemangku adat Aluk Todolo dari Siguntu’ dan Makale: ”Manusia itu memang aneh. Coba saja tengok, kaki kita yang terantuk batu, eh....mulut yang mengaduh...”

Wednesday, October 24, 2018

"TULANG DIDI' "

         
               


Pada dahulu kala di sebuah desa di Toraja,ada seorang anak gadis yang pandai menenun.ia bernama Tulang Didi'. Kesehariannya hanya di habiskan untuk menenun kain. Pada suatu ketika ketiak sedang asyik menenun kainnya itu tiba-tiba datanglah seekor anjing menginjak kain tenunnya itu sehingga kain tenunnya itupun menjadi kotor,melihat kain tenunnya kotor karena di injak anjing itu ia pun sangat marah lalu mengejar dan memukuli sampai mati anjing tersebut meskipun ia tahu bahwa anjing itu adalah anjing kesayangan ayahnya. Mendengar teriakan anjing suaminya yang ibu Tulang Didi' lalu bergegas melihatnya dan betapa kagetnya ia ketika melihat anak gadisnya telah membunuh anjing kesayangannya suami yaitu ayah dari Tulang Didi' sendiri. Ia khawatir anaknya bisa-bisa di bunuh oleh suaminya karena telah berani membunuh anjing kesayangannya. Ibunya lalu memanggil tulang didi dan menyuruh untuk lari dari rumah karena ibunya takut ayah Tulang Didi' akan sangat marah dan bisa membunuh Tulang Didi' jika ia masih tetap tinggal di rumah. Sebelum menyuruh anaknya itu pergi ia memberinya bekal sebutir telur ayam dan beberapa biji beras.
Tulang Didi pun kemudian lari dari rumah dan masuk ke hutan. Tak berselang lama ayahnya pulang dari sawah lalu memanggil anjing kesayangannya itu tapi anjing tak datang,lalu ia pergi memanggil istrinya dan menanyakan keberadaan anjingnya itu,dengan ketakutan istrinya lalu berkata bahwa anjingnya telah mati di bunuh oleh anaknya sendiri yaitu Tulang Didi'. Mendengar perkataan istrinya ayah Tulang Didi' sangat murka ia lalu mencari Tulang Didi' tapi tak di temukannya,ia lalu bertanya pada istrinya yaitu ibu Tulang Didi' tentang keberadaan anaknya,dengan sangat ketakutan istrinya pun menjawab bahwa anaknya itu telah lari dari rumah,tanpa pikir panjang ayah Tulang Didi' lalu menyusul anaknya itu untuk mengejarnya.
Tidak butuh lama untuk mengejar ayah Tulang Didi' lalu mendapat anaknya itu dan tanpa pikir panjang ia lalu memukul anaknya itu hingga tewas. Setalah puas membunuh anaknya dan membalaskan dendam anjing kesayangannya ia lalu membawah mayat anaknya itu di sebuah liang batu di dekat bukit untuk menguburkannya. Setalah menguburkan anaknya ia lalu kembali ke rumahnya. Hari-hari berlalu tiba-tiba datang seekor burung lalu mengambil telur beserta beras di dalam kain di dekat mayat Tulang Didi' yang di bungkus oleh ibu Tulang Didi' sebelum menyuruh  anaknya itu lari. Burung itu lalu mengerami telur ayam itu tepas di atas liang batu kuburan Tulang Didi'.
Beberapa minggu kemudian telur itu menetas lalu keluarlah seekor anak ayam jantan dan kemudian burung yang mengeraminya itu memberikan beras yang di ambilnya dari samping mayat Tulang Didi'. Setelah beberapa bulan ayam itupuh tumbuh menjadi besar dan berukuran raksasa. Ayan jantan itu juga dapat terbang seperti burung yang telah memeliharnya.
Pada suatu sore hari ayam jantan itu berkokok di atas liang batu kuburan Tulang Didi',mendengar bunyi kokokan ayam itu tiba-tiba tulang belulang Tulang Didi' berkumpul dan kembali menjadi kerangka. Selang beberapa saat ketika matahari sudah terbenam ayam itu kembali berkokok untuk yang ke dua kalinya,lalu kerangka Tulang Didi' pun seketika itu juga di lapisi lagi oleh daging dan organ-organ tubuh lainnya,kemudian pada malam hari untuk ketiga kalinya ayan itu berkokok lagi,tak lama berselang bulan purnama muncul kemudian jantung Tulang Didi' berdetak dan ia pun ni menghembuskan nafas kehidupannya kembali,akhirnya Tulang Didi' pun hidup kembali berkat bunyi dari ayam jantan itu. Tulang Didi' pun menghampiri ayam itu dan berterimah kasih kepadanya dan berjanji akan selalu setia bersamanya selamanya.
Keesokan harinya Tulang Didi' dan ayam lalu pergi mencari tempat untuk di banguni sebuah kampung,mereka lalu mendapat sebuah daerah yang subur dan kemudian tinggal menetap di mendirikan sebuah perkampungan.
Tahun berganti tahun kampung Tulang Didi' pun sangat makmur,ia lalu menikah dengan seorang bangsawan dari kampung lain dan semakin hari kehidupannya sangat makmur. Ia mempunyai banyak hamba dan juga hewan ternak beserta padi dan bahan pangan lainnya.
Pada suatu hari pada musim panceklik di mana hama tanaman merusak tanaman padi di desa orang tua Tulang Didi' ibu Tulang Didi' pergi ke sungai untuk mencuci,ia lalu kaget ketika melihat banyaknya jerami padi yang terbawa arus sungai. Ia lalu pulang menceritakan semuanya kepada suaminya,dan mereka pun pergi menyusuri sungai untuk mengetahui lokasi tempat jerami padi itu berasal dan ketika mereka mendapati kampung Tulang Didi' betapa kagetnya mereka karena kampung yang makmur itu adalah kampung anaknya sendiri. Tulang Didi' lalu memanggil kedua orang tuanya untuk naik ke rumahnya ,tetapi ketika ayahnya akan masuk melangkah masuk ke dalam rumah ia tiba-tiba terjatuh ke bawah kolong rumah dan ketika itu juga kerbau Tulang Didi' yang di ikat di kolong rumah itu datang menanduk perut ayahnya sehingga perut ayahnya terburai keluar dan sektika itu juga ayahnya pun tewas. Ibunya lalu berkata bahwa mungkin itu adalah balasan dari yang maha kuasa atas kekejaman sauminya yang telah membunuh anaknya sendiri yaitu Tulang Didi'. Tulang Didi' pun hidup berkemakmuran beserta ibunya,suami dan seluruh hamba-hambanya.

Suatu ketika di siang hari hamba-hamba Tulang Didi' sedang menumbuk padi,tiba-tiba ayam sakti Tulang Didi' datang lalu memakan padi yanh di tumbuk hambanya,hambanya pun kesal lalu memukul sayap ayam itu. Ayam itu pun lalu berkata kepada Tulang Didi' jika ia tidak akan tinggal lagi di dunia ini,seketika itu juga ayam itupun terbang hendak menuju ke bulan tapi Tulang Didi' melompat dan memegang sayap ayamnya itu kemudiaan mengikuti ayamnya itu untuk pergi ke bulan,dan jika bulan purnama Tulang Didi' dan ayamnya akan terlihat di bulan dan sampai sekarang pun masyarakat suku Toraja percaya bahwa gambar berupa tulang dengan ayam adalah Tulang Didi' dan ayamnya.
   Kurre sumanga

SUMBER: http://torayablogger.blogspot.com/2017/07/tulang-didi-dan-ayam-jantan-cerita.html

""POLOPADANG""

                                                                   
                                                                 ""POLOPADANG""

TOPISSAN
den tau disanga Polopadang torro dao Buntu Kesu’, dao Buntu Sarira. Ia te Polopadang siampu pa’lak jio to’ liku jong Rura. Mangnga tarru’ ade’ te Polopadang ke den omi bua kaise’na la matasak, dolo bang ta’de naboko tau. Den oi la matasak, masiang melambi’ na tiro ta’de omi ade’. Den sang bongi na male unngkampai pa’lakna. La morai untandai indanna tu unnala bang bua kaise’na. Ia tonna mabongimo tonna marassanmo Polopadang ungkampai bua kaise’na, tirambanmi ade’ belanna den baine ballo tassu’ jong mai to’ liku na iate baine male unnala kaise’na Polopadang.

Simpolo nakamboroan ade’ Polopadang nakua, “Ooooo…iko bang pole’ umboko kaise’ku. Totemo, belanna mangka muboko tu kaise’ku, la mendadiko baineku!”. Iate baine disanga Indo’ Deatanna. Mebalimi Indo’ Deatanna nakua, “Ko nabua’ rika ke inang akumo tu umboko kaise’mu. Bisana’ la mupadadi bainemu, pa la ma’basseko kumua tae’ mu ma’din mekabullung-bullung sia manglambe.” Na pekaioimi ade’ Polopadang tu bassena lako Indo’ Deatanna. Sibalimi ade’ Polopadang sola Indo’ Deatanna na dadi tu Paerunan. Ia tonna kapuamo tu Paerunan, umpaningoimi ade’ gasing bulawan, na marassan ma’piak kayu tu Polopadang. Ia duka te Indo’ Deatanna marassan ma’tannun. Naruami ade’ gasing tu buku taranna polopadang na ma’kada nakua, “ Pepayu…Buaya….narua gasingmu tu buku taraku Paerunan!!”.

Narangngimi ade’ Indo’ Deatanna te kadanna Polopadang, mekabullung-bullung sia manglambe. Mangkamo nasalai tu bassena lako Indo’ Deatanna. Simpolo napatorro ade’ tannun tang mangkana te Indo’ Deatanna na alai tu Paerunan na male langngan langi’ umpotete tindok sarira. Menassanmi ade’ te Polopadang na tumangi’ belanna natampeanmo bainena sola anakna. La male nadaka’ sia naala tu anakna sule.

Malemi ade’ ma’lingka umpatu randan tasik na nenne’ bang tumangi’ tu’tu’ lalan sia tu’tu’ allo. Na appa’mi ade’ tedong bulan te Polopadang na ma’kada nakua, “Mu tumangi’ ora Polopadang?”. Nakuami ade’ Polopadang mebali, “ La malena’ undaka’ anakku ,Paerunan, nabawa baineku, Indo’ Deatanna, langngan langi’. La umpatuna’ randan tasik dolo.” Nakuami tedong bulan mebali, “Messakeko na aku male umbaako lako randan tasik. APA LA SI BASSEKI’ DOLO KUMUA TAE’ NAMA’DIN TU BATI’MU UNGKANDE TEDONG BULAN.” Napekaioimi ade’ Polopadang tu bassena lako tedong bulan. Nasolanmi ade’ sae lako randan tasik.

Tonna rampomo dio randan tasik to, la lambanmi ade’ Polopadang lako randan langi’ apako dio tingona tiampa’ tu tasik kalua’. Tumangi’ omi ade’ te Polopadang. Pakalan rampomi tu buaya bulan na ma’kada lako Polopadang nakua, “ Na’pari mu tumangi’ ora Polopadang??”. Nakuami Polopadang mebali, “La malena’ undaka’ anakku ,Paerunan, nabawa baineku, Indo’ Deatanna, langngan langi’ “. Nakuami ade’ buaya bulan, “Kappamoko Polopadang na aku ussolangko lamban tasik. APAKO LA SIBASSEKI’, KUMUA TAE’ NAMA’DIN TU TO TORAYA UMPAKARIO-RIO BUAYA, SIA TAE’ DUKA NAMA’DIN TU BUAYA UMPAKARIO-RIO TO TORAYA”. Napekaioimi ade’ Polopadang tu bassena lako buaya bulan. Messakemi ade’ Polopadang do boko’na buaya bulan namale umpalambanni lako randan langi’. Rampo ade’ dio randan langi’, la kendekmi langngan langi’ te Polopadang. Apako tae’ na bisa. Tumangi’ omi ade’ te Polopadang tu’turan allo. Rampomi Mataallo, nama’kada lako Polopadang nakua, “Mu tumangi’ ora Polopadang?”. Nakuami Polopadang mebali, ““ La malena’ undaka’ anakku ,Paerunan, nabawa baineku, Indo’ Deatanna, langngan langi’. Bisa raka musolanpa’ male langngan langi’?”. Nakuami Mataallo mebali, “ La mu atta oraka saba’ malassuna’. Kampaimi tu bulan!”. Nakampaimi ade’ Polopadang tu Bulan. Nakuami Bulan, “Na’pari mu tumangi’ ora Polopadang?”. Nakuami Polopadsang mebali, “ La malena’ undaka’ anakku ,Paerunan, nabawa baineku, Indo’ Deatanna, langngan langi’. Bisa raka musolanpa’ male langngan langi’ ? “. Nakuami Bulan mebali, “La mu atta oraka na bosina’!”. Nakuami Polopadang mebali, “ Lo’na bangmo mu bosi assalan rampo dukana’ langngan langi’”. Nakuami Bulan, “Iamo ke. Pa ianna ku bosi to, dedekki tu boko’ku.” Malemi ade’ nasolan Bulan te Polopadang langngan langi’.

Rampomi ade’ te Polopadang langngan langi’. Ia tonna rampo dao, natiromi ade’ buda to baine male sipassan lampa.Mekutanami ade’ nakua, “Mi buda ora situru’-turu’ male meuai?”. Nakuami ade’ te to baine mebali, “ Inde dikka’ to lino tae’ bang natandai battuan. Indo’ Deatanna mane rampo yongi’ makaroen diong mai lino sola anakna, Paerunan, na la dipeuaian napake Paerunan mendio’.” Malemi ade’ te Polopadang undi unturu’ te to baine meuai lako banuanna Indo’ Deatanna. Ia tonna mane mambela, natiromi ade’ Indo’ Deatanna kumua rampo tu Polopadang la unnala Paerunan. Na bawami ade’ Indo’ Deatanna tu Paerunan tama banua na salli’ manda’I tu ba’ba nakuanni lako tau na sakkalanganni tu Polopadang ke la unnalai Paerunan.

Tonna rampomo ade’ tu Polopadang, mekutanami tau nakua, “Apara patummu sae Polopadang?”. Nakuami ade’ Polopadang, “La rampona’ unnala anakku , Paerunan”. Nakuami tau mebali, “ Ia ke inang manassako Deata, maleko ullemba uai mupatama buria’.” Malemi ade’ te Polopadang me uai umpake buria’. Napatama oi tu uai, tang torro tu uai lan buria’. Tumangi’ omi ade’ te Polopadang. Rampomi masapi na ma’kada lako Polopadang, “Mu tumangi’ ora Polopadang?”.Nakuami ade’ Polopadang mebali, “La rampona’ unnala anakku, Paerunan, pa iapi kumane bisa unnalai ke bisana’ ullembana’ uai umpake te buria’.” Nakuami masapi, “ Kappamoko Polopadang na aku untunduiko”. Ia ade’ te masapi unnelong-nelong lan buria’ na torro tu karuru’na ullepe’ kalo’tok buria’. Napeponnoimi uai tama buria’na Polopadang na lembai lako banua. Mangngami ade’ tau na ma’kada “Inang Deata tongan iate Polopadang.” Nakuami ade’ Polopadang, “Indemo tu uai lan buria’. Umba mira tu anakku?”. Nakuami tau, “Ia pi mu ma’din unnala anakmu ke mulellengpi tu kayu barana’ kapua sambali’.” Nakuami Polopadang, “Umbara tu wase ku lellengngi?”.Nakuami tau umpebali, “ Ia ke inang manassako Deata, la mulelleng tu kayu barana’ umpake te piso’-piso’”. Malemi ade’ te Polopadang la ullelleng barana’ pua umpake piso’-piso’ tang nabela. Tang tikulli’ tu barana’ nakande pisonna. Tumangi’ omi ade’ te Polopadang. Pakalan rampo omi tabuan, namekutana lako Polopadang nakua, “Matumbari mu tumangi’ ora Polopadang?”. Nakuami Polopadang mebali, “La rampona’ unnala anakku Paerunan, apa iapi kuma’din unnalai ke bisana’ ullellengngi te barana’ pua.” Nakuami tabuan, “Kappamoko, na kami ussongkanni. Natambaimi ade’ tabuan tu solana buda nagoroi’ tama tu kayu barana’ sae lako songkana. Nakuami tau, “Inang Deata tongan iate Polopadang”.

Sulemi ade’ tu polopadang lako banua na ma’kada, “Songkamo tu barana’ pua sambali’. Umba mira tu anakku”. Nakuami tau mebali, “ Inang tae’pa mu ma’din unnala anakmu ke tae’ mupurai tu bite’ sanglombok sambali’.” Malemi ade’ te Polopadang ungkande bite’ sang lombok, apako mane misa’ ade’ nakande na tang naattamo makattik. Tumangi’ omi ade’ te Polopadang. Pakalan rampomi tu bai lampung. Mekutanami lako Polopadang nakua, “Matumbari mu tumangi’ ora Polopadang?”. Nakuami Polopadang mebali, “Rampona’ unnala anakku Paerunan, apa iapi kuma’din unnalai ke kupurai te bite’ sang lombok.” Nakuami bai lampung mebali, “Kappamoko na kami umpepurai.” Natambai nasangmi ade’ bai lampung tu solana na pepurai tu bite’ sang lombok. Ia ade’ tonna tiroi tau kumua pura tonganmo tu bite’ sang lombok, nakuami ade’ tau, “Inang Deata siami ia te Polopadang”. Sulemi ade’ Polopadang lako banua na ma’kada, “Puramo tu bite’ sanglombok sambali’. Umba mira tu anakku?”. Nakuami tau, “Taepa muma’din unnala anakmu ke tae’ mu pasirampunni sule te bua ba’tan disamboran pitung baka!”. Nasamboranmi ade’ tau tu bua ba’tan pitung baka. Na rampunmi ade’ sule Polopadang tu bua ba’tan apako tu’turan allo narampun, moi sangkatti tae duka nasirampun. Tumangi’ omi ade’ te Polopadang.

Pakalan rampo omi tu dena’. Mekutanami ade’ lako Polopadang nakua, “Matumbari mu tumangi’ ora Polopadang?”. Nakuami Polopadang mebali, ““Rampona’ unnala anakku Paerunan, apa iapi kuma’din unnalai ke ku pasirampunni sule te bua ba’tan pitung baka.” Nakuami dena’ mebali, “Kappamoko Polopadang na kami untunduiko.” Nakuami Polopadang, “Pa da’mu bokoi le. Tang ganna’ dako’ pitung baka sule ke den miboko”. Rampo nasangmi ade’ te dena’ umpasi rampunni te bua ba’tan. Purato, natiro Polopadang kumua tang ganna’ pitung baka sirampun sule te bua ba’tan. Nakuami lako dena’, “Tang ganna’ pitung baka te bua ba’tan. Den miboko le?” Nakuami dena’ mebali, “Iake den len kikande sia kiboko, ki puntian leko’-leko’ mora, ki tamba neko-nekoan”. Nato’do’mi ade’ Polopadang tu sokkongna te mai dena’ na tassu’ nasang tu bua ba’tan lammai tambukna. Puntian leko’-leko’mi te dena’. Iamo to na iatu tingkulanna te dena’ tae’ na lan tambukna pa dao sokkongna. Ponnomi pitung baka sule te bua ba’tan, nakuami tau, “Inang Deata tongan ia te Polopadang”. Sulemi ade’ Polopadang umbawa bua ba’tan pitung baka, na ma’kada nakua, “Mangkamo ku rampun sule te bua ba’tan, benmo’ sule tu anakku!”. Nakuami tau, “Inang tae’pa muma’din unnala anakmu ke tae’ mu parampo kalenai tu uai lan te tarampak”. Di benmi ade’ pekali tu Polopadang la umpasae uai lan tarampak. Ba’tu umba sia ade’ nakuanni undaka’ mata uai te Polopadang, tae’ duka na appai’ tu mata uai. Tumangi’ omi ade’ te Polopadang. Pakalan rampo omi tu bungkang na mekutana lako Polopadang nakua, “Matumbara mu tumangi ora Polopadang?” Nakuami Polopadang mebali,”La rampona’ unnala anakku Paerunan, apa iapi kuma’din unnalai ke kuparampo kalenai tu uai inde tarampak.” Nakuami bungkang mebali, “ Kappamoko na aku umparampoanko uai inde te tarampak. Iake denni dako padang tibebok, simpolo lantai’ pekali rokko.”

Malemi ade’ te bungkang langngan buntu malangka’ tu den uainna nabo’bokki rokko tarampak. Ia ade’ tonna denmo padang tibebok, simpolo nalanta’ Polopadang rokko tu pekalinna na titarrak jong mai tu uai. Ia duka te pekali urrua boko’na bungkang, iamo to na den lalan pekali dio boko’na bungkang. Tonna titarrakmo tu uia, nakuami ade’ tau, “Inang Deata tongan te Polopadang”. Rampomi ade’ Polopadang nama’kada lako tau nakua, “Mangkamo kupasae to uai inde tarampak. Umbamira tu Paerunan?”. Nakuami tau, “Iapi muma’din unnala anakmu ke male kalenako unnalai tama banua.” Malemi ade’ te Polopadang undaka’ ba’ba banua apako tae’ naappa’i. Tumangi’ omi ade’ te Polopadang.

Pakalan rampomi tu balao na mekutana, “Matumbari mu tumangi’ ora Polopadang?” Nakuami Polopadang mebali, “,”La rampona’ unnala anakku Paerunan, apa iapi kuma’din unnalai ke male kalena ku ala tama banua pa tae’ kutandai umba nanai tu ba’bana te banua.” Nakuami ade’ balao mebali, “Kappammi, na aku bungkaran komi ba’ba”. Malemi ade’ nakasissin balao tu salli’ ba’ba na tibungka’ tu ba’ba banua. Malemi ade’ te Polopadang tama banua pa tang natiro tu Paerunan belanna malillin parrak. Sisantakmo ade’ undakai’ anakna pa tae’pa na appai’. Tumangi’ omi ade’ te Polopadang. Pakalan rampo omi tu silli-silli mekutana, “Matumbari mu tumangi’ ora Polopadang?”. Mebalimi Polopadang nakua, “La undaka’ na’ anakku Paerunan apako tang kutiro belanna malillin parrak lako.” Nakuami silli-silli, “Kappamoko Polopadang ku tunduiko undaka’ Paerunan. Iake tae’mo kutigega’ sia ma’kappidi-pidimo’ masai, ko Paerunanmo to kunanai ta’pa.” Malemi ade’ te silli-silli sumalongngi banua. Ia tonna rampomo dio leko’ dapo’, torromi ade’ te silli-silli tang tigega’ sia ma’kappidi-pidi masai belanna ta’pamo dio Paerunan. Simpolo ma’dondo ade’ te Polopadang unnala Paerunan na tassu’ lammai banua.

Maramba dukami ade’ tu mintu’ tau na ma’kada kumua “Inang Deata tongan ia tu Polopadang!!!.” Mangkato, nabawami ade’ sule Polopadang tu Paerunan rokko lino, sule rokko Buntu Kesu’.

Kosakata:
* Dalam mitos orang Toraja, Indo’ Deatanna disebut: to bu’turi uai, to kombongri bura-bura. Artinya orang yang muncul dari dalam air.
* Buah Kaise’ : sejenis buah yang menyerupai jambu.
* Mekabullung-bullung/ manglambe: mengucapkan kata-kata pamali seperti; Pepayu, Buaya, dll termasuk “Ma’kadoro”.
* Bulan Bosi: Bulan Purnama namun warnanya agak kecoklatan. Muncul sehari setelah bulan purnama sempurna.
* Karuru’ Masapi: seperti selaput lendir pada permukaan ikan masapi/moa.
* Buah Ba’tan: ukurannya sangat kecil daripada bulir padi. Bentuknya mirip biji-bijian yang biasa ditabur sebagai penghias dan pelengkap Deppa Tori’ atau onde-onde.
* Pontean leko’-leko’, tamba neko-nekoan: tembolok yang berada di atas punggung (khusus untuk burung pipit

To Padatindo



“Sejarah To Pada Tindo”
Topada Tindo misa’ Pangngimpinna Toraya
Ia ade’ tona Sali papan ia tau lan lili’na Lepongan Bulan, marante banua ia lan tikunna Matari’ Allo. Tang sipakundunan ia bukunna loli, tang sipakalubamban ia tengko pamuso’. Apa ma’lalong-lalong ia Pakila’ Allo lanmai Randan Batu, ma’panggalo’-galo’ ia Ambe’na Bu’tubulaan lanmai Batu Karambau. Lu rekke lu sau’mi untengko lullu’ aluk dipatuo balo’ lan lili’na Lepongan Bulan, lu lako lu lanmai ussenggong balatana sangka’ kalena to tang ditulak mata buntunna, ungente’mi tondon to batangna to tang dibalado tondon tanetena lan tikunna Matari’ Allo. Unggaragami liku illan padang di Bokko’, ungkondomi limbong ilan ulunna padang di Sangalla’. Nasakkaimi buaya, la nanii umpasombo bunganna katongananna lan lili’na Lepongan Bulan, la nanii umpapayan peampunna kakuasanna lan tikunna Matari’ Allo.
Ma’kada deatami Pakila’ Allo, sumu Puangmi Ambe’na Bu’tu Bulaan, nakua:”Iatu la mendadi kande mammi’na te buaya kasayanganku, iatu la mendadi timbu’ marasanna te bendo’ kamoyaku, tangia olo’-olo’ lan kapadanganna, tangia manuk-manuk di langi’, tangia olo’-olo’ bu’tu ri uai, sangadinna itu pia’-pia’ bunga’ urrubak pa’tambukanna indo’na, anak pa’bunga’ tungka sanganna.
Rumondo madinginmi lan lili’na Lepongan Bulan, ma’pu’ mapallanganmi la tikunna Matari’ Allo. Ditoeanmi tengko situru’ la ungka’tu angina di pudukna Pakila’ Allo, dikankananmi batakan siolanan la unronta’ tondon to batangna Ambe’na Bu’tu Bulaan. Dipasananmi ipo rekke Baruppu’ la dipake la untina’ bamba kollongna Pakila’ Allo, la untepok passaronganna Ambe’na Bu’tu Bulaan.
Allo siappa’na Pakila Allo nalandi’ makuyu langkan, kulla’ kasidollokanna Ambe’na Bu’tu Bulaan nadete’ marammu manuk-manuk. Dikutu’imi kada tu anak daranna la ungka’tu angin di pudukna Pakila’ Allo, dibokongimi pepasan polo kaindi’na la unrronta’ bannang penaanna Ambe’na Bu’tu Bulaan. Maringanmi batu ba’tangna anak daranna, telang lolimi karangan pasiruanna polo kaindi’na anna patiangka’ bate lentekna lako bangunan banuanna Pakila’ Allo anna patirimbak passoeanna lako todollo ata’na Ambe’na Bu’tu Bulaan.
Tonna rampomo ma’tumangi’-mangi’ tu anak daranna si indo’mi ma’biung-biung te polo-kaindi’na. Naraka’mi tu Pakila’ Allo, nalukai kanukunna sidi’ tu batu kidena nasussui ipo. Ka’tumi angin di pudukna Pakila’ Allo, ronta’mi bannang penaanna Ambe’na Bu’tu Bulaan. Ka’tumi umpenallon sikunna ronta’mi umpennampa’ talinganna. Paya ta’nakmi tau lan lili’na Lepongan Bulan, ma’ganda patananmi la tikunna Matari’ Allo.
Umpatiangka’mi bate lentekna Bu’tu Bulaan male ussedan sarongna langan padang di Bone umpatirimbami pessoeanna bungsu pepayunna male untoke’ dallo riona langan to sendana bonga. Umpatiangka’mi bate lentekna Aru Pute sola sambo boko’na dio padang di Bone. Umpatirimbami pessoenna Ra’ria Manda’ dio mai to Sendana Bonga si panglola rinding tingayona. Susi tanete lumembang, pangala’ ma’palumingka umpolalan bamba puang, unnola pintu deata, dibilang, disuka’ sukaranna ganna’ pempitu palo-palo.
Tonna lambi’mo padang di Malua’, tonna se’ponmo Tallu Batu Papan diborong tallu mi Buntunna Bone, dipannola matampu’mi penduan palo-palo; dipennola matallo penduan palo-palo, dipennola tangngami padang pentallun palo-palo. Ma’urang sumassangmi Buntunna Bone tama Lepongan Bulan ma’bumbu’ sidoloanmi to Sendana Bonga tama Matari’ Allo. Rampo mi ussanggang lili’na Lepongan Bulan, tu’tunmi ussangka’ tikunna Matari’ Allo. Ma’lalong-lalong mi lan lili’na Lepongan Bulan, ma’panggalo’-galo’mi lan tikunna Matari’ Allo. Dilutu tombangmi bubun dirangkang, diossak balatananmi panambu bulaan. Diteka’mi bua layuk, dikala’pami kaluku undara, di embe’mi induk saang bunga’.
Apa maluangan sambu’ ia batu ba’tengna Pong Songgoi Limbu, apa mabomba luangan ia karangan pasiruanna Ne’Sanda Kada. Umpatuka’mi pa’inaan la untulak Buntunna Bone, umpasolo’mi Pa’ba’tengan la ullangda to Sendana Bonga.
Untananmi pasa’ bongi la padang di Sarira umpabendanmi tammuan dipamalillin lan di Pata’ Padang. Dilandolalanni Pong Kalua’ rekke Randan Batu dilangka pa’taunanmi Karasiak langan Madandan; anna Topa’pak lan Mengkendek, Landoaak lan Boto’na Batara Langi, Ambabunga’ lan di Makale.
Unnissung ma’kada situru’mi lan kombongan kalua’, unno’ko’ misa’ bungannami lan tinimbu malombe’, anna bendan To Pada Tindo. Dipasanmi to dipolondongna kada lanmai lili’na Lepongan Bulan ditambaimi ti dipomanuk muanena pangumpuran pau-pau lanmai tikunnaMatari’Allo:

1. Pong Kalua’ di randan Batu
2. Pong Songgoi Limbu lan di Limbu
3. Karasiak lan di Madandan
4. Landoaak na Batara Langi’ lan di Boto’
5. Ambabunga’ lan di Makale
6. Pong Boro lan di Maruang
7. Tumbang Datu lan di Bokko
8. Patobok lan di Tokesan
9. Kondo Patalo lan di Lampio
10. Paliuh, Pagonggang lan di Batualu
11. Ne’ Lollo lan di Leatung
12. Tomarere lan di Gantaran
13. Palondongan lan di Simbuang
14. To Gandang lan di Sarapung
15. Pagunturan lan di Bebo’
16. Ne’ Tikuali lan di Ba’tan
17. To Bangkudu Tua lan di Malenong.
18. Takia’ Bassi lan di Angin-Angin.
19. Patabang Bunga’ lan di Tadongkon.
20. Salle Karurung lan di Paniki
21. Kattu lan di Buntao’
22. Palinggi lan di :La’bo’.
23. Sa’bu Lompo lan di Bonoran
24. Ne’ Birade lan di Tonga
25. Patasik lan di Pao.
26. Ne’ Malo’ lan di Tondon
27. Poppata’ lan di Nanggala.
28. Patora Langi’ lan di Langi’
29. Ne’ Patana’ lan di Kanuruan.
30. Ne’ Banne Langi’ lan di Kadundung.
31. Tibak Langi’ lan di Saloso.
32. Ne’ Kalelean lan di Sarira.
33. Banggai lan di Salu.
34. Songgi Patalo lan di Lemo.
35. Arring lan di Mendetek.
36. Lunte’ lan di Mareali
37. Rere lan di Lion
38. Baan Langi’ lan di Lapandan
39. Saarongre lam di Tondok Iring
40. Marimbun lan di Bungin
41. Panggeso lan di Tiromanda’.
42. Sando Pasiu’ lan di Pasang.
43. Tolanda’ lan di Santung.
44. Bangke Barani lan di Manggau
45. Parondonan lan di Ariang.
46. Sundallak lan di Burake.
47. Panggalo lan di Lemo
48. Bara’padang lan di Gandang Batu
49. Pong Arruan lan di Sillanan
50. Pong Dian lan di Tinoring
51. Pong barani lan di Marinding
52. Tobo’ (digelari juga Tali Mariri) lan di Tampo (Tanduk Bulaan)
53. Pong Turo lan di Baturondon
54. Puang Balu lan di Tangti
55. Kulukulu Langi’ lan di Palipu’
56. Pula’ lan di Tengan
57. Saranga’ lan di Lemo
58. Tanduk Pirri’ lan di Ala’
59. Pokkodo lan di Tagari
60. Kundu Bulaan (Mendila) lan di Sa’dan
61. Pangarungan lan di Tallung Lipu
62. Taruk Allo lan di Tallung Lipu
63. Tengkoasik lan di Barana’
64. Ne’ Rose’ lan di Sangbua
65. Lotong Tara lan di Bori’
66. Allopaa lan di Kayurame.
67. Rongre Langi’ lan di Riu.
68. Tangke Datu lan di Buntu Tondok
69. To Langi’ lan di Pongsake
70. Mendilakila’ lan di Rongkong.
71. Ne’ Darre’ lan di Makiki
72. Ne’ Mese’ lan di Baruppu’.
73. Sarungu’ lan di Pangala’.
74. Bonggai Napo lan di Napo
75. Usuk Sangbamban lan di To’tallang
76. Ambe’ Bendo’ lan di Awan
77. Ledong lan di Bittuang
78. Patikkan lan di Bambalu.
79. Gandang Langi’ lan di Mamasa
80. Ne’ Darre’ lan di Manipi.
81. Pong Rammang lan di Malimbong
82. Tandiri Lambun lan di Tapparan.
83. Batotoi Langi’ lan di Malimbong.
84. Pakumpang lan di Buntao’
85. Tandirerung lan di Ulusalu.
86. Pong Manapa’ lan di Se’seng.
87. Tokondo lan di Buakayu.
88. Mangi’ lan di Rumandan-Rano.
89. Mangapa’ lan di Mappa’.
90. Pappang lan di Palesan.
91. Batara Bau lan di Bau’.
92. Pong Bakkula’ lan di Redak.
93. Tangdierong lan di Baroko (Enrekang).
94. Bonggai Rano lan di Balepe’.
95. To Layuk lan di Simbuang.
96. Patitingan lan di Taleon.
97. Toisanga lan di Tanete (Rano).
98. Sodang lan di Ratte-Buakayu.
99. Lappatau lan di Tombang-Mappa’
100. To Ri Somba lan di Garappa’-Mappa’.
101. Sege’ lan di Bassean (Enrekang)
102. Mangopo lan di Sima – Simbuang.
103. Ponnipadang lan di Makkodo-Simbuang.
104. Balluku’ lan di Batu Tandung – Mamasa.
105. Masanga lan di Pana’ – Mamasa.
106. Marrang Bulaan la di Mala’bo – Mamasa.
107. Sanggalangi lan di Pantilang
108. Parassean lan di Karre.
109. Tali Barani lan di Bokin
110. Pong Sussang lan di Ke’pe’- Ranteballa.
111. Emba Bulaan lan di Sikapa-Ranteballa
112. Arrang Bulawanna lan di lemo – Ranteballa.
113. To Ipajaoan lan di Kande Api – Ranteballa.
114. Puang ri Renge lan di Tabang – Ranteballa.
115. Bakokang lan di Lantio – Ranteballa.
116. To Layuk lan di Baroko – Duri.
117. To Kalu’ lan di Endekan.
118. Pakabantunna lan di Sesean.
119. Ne’ Bulu Tedong lan di Pangala’.
120. Ne’ Tulla’ lan di Ke’pe’
121. Pong Padondan lan di Tikala
122. Bangkelekila’ lan di Akung.
Pada rampomi tama padang di Sarira, pada umpokadami tindo bonginna, pada ussalumi mamma’ karoenna. Misa’ tindo napotindo, misa’ mamma’ na pomama’. Digantinnamo To Pada Tindo, digente’mi to sitinti pangimpi. La dimaparongkami kombong kalua’ illan padang di Sarira, la dipammakmi tumimbu malambe’ illan Pata’padang.
Dilando lalannmi bainna Pong Manapa’ lako Se’seng dilangla palaunnmi bonde’na Datu Muane lan di Ledo, disanga pokki diganti mendelo-delo. Diosokmi batu titanan tallu, di patunnangmi tarongko tirundu lalikan. Dipa’to’mi panampo to Lambun, dipatunannangmi pa’kombong to Padangiring, dipandanmi langan, dibato’mi karumpengan ao’; disembangmi bane’ situang bombang sumomba mata allo diti’pa’mi lako situang daun sumomba lu rekke. Napoballaran ampa’ pokki’ lan padang di Sarira, naporantean tuyu mendelo-delo lan Pata’padang.
Dipabendannmi Banggai lanmai Salu ussuru’ kanan kairinna pokki’, tuladanmi to dipodatu muane lan mai Garatuan ussara’ka’ tingayo boko’na mendelo-delo. Bendanmi Patangbunga’ lan mai Tadongkon unnumbu’ passoanbangi’, tulangdanmi to dipodatu muane umparra pangulu makati’; bendanmi Pong Sanggoi Limbu ma’timpolak maa’, tulangda’mi Pong Kaluak lan mai Randan Batu unnambe’ pesangle lebani’, bendanmi Ne’ Tikuali lan mai padang Ba’tan unnindo’ kapuran pangan, tulangda’mi to dipodatu muane unnambe’ pelambaran bolu.

Ditobokmi makairinna pokki’, disumbelimi tang mabekona mendelo-delo. Ditimbakmi pa’dunna pokki’ dadi batu, dikillangmi paina’ mendelo-delo kombong buku padang. Randukmi dipopentoean manda’ la untulak Buntunna Bone, tipamulami dipopennanti matoto’ la ullangda’ to Sendana Bonga . Diindo’mi basse kasalle, diambe’mi panda dipamaoson, disanga:”BASSE DIPAMATUA LANGI’ PANDA DIPAMATUA TANA”. Kalebu tallangmi kombong kalua’ lan padang di Sarira, membuloala’mi tumimbu malambe’ lan Pata’padang kumua:”MISA’ KADA DIPOTUO, PANTAN KADA DIPOMATE, ROKKO MI TANG MARATOI BOMBONG, DIONG MI TANG TU’PE DAUNNA”. Apa denki’ manii ma’dua takin, dengki manii masselle’ patomali la untengkai kalo’i te basse kasalle, la ullenda pasale umai te panda dipamaroson; la dipamamma’ rokko lambananna Ambe’na Bu’tu Bulaan to


Lakipadada

 

Berikut ini cerita Lakipadada dalam "Kerangka Berpikir Dongeng" 
"LAKIPADADA"

Lakipadada, adalah bangsawan toraja yang jadi paranoid terhadap maut, sehingga berusaha mencari mustika tang mate supaya dia bisa hidup kekal, tanpa dihantui kematian (mirip cerita Nabi Sulaiman). Lakipadada didalam legenda itu diceritakan kehilangan orang2 tersayangnya, ibu, saudara perempuan, saudara laki-laki, bahkan pengawal dan hamba2nya satu demi satu meninggal dunia. Kemudian Lakipadada menjadi paranoid, berusaha menegasikan kemungkinan kematian juga datang padanya.
Pergilah dia mengembara dengan tedong bonga nya mencari mustika tang mate yang bisa mengekalkan kehidupannya, diantaranya mengarungi ke teluk bone dengan buaya sakti (yang barter service dengan imbalan tedong bonga), mencari Pulau Maniang, tempat yang dianggapnya dihuni oleh seorang kakek tua sakti berambut dan jenggot putih yang diceritakan memiliki mustika itu.
Karena kekurang sabarannya, Lakipadada gagal memenuhi persyaratan yang diajak si tua sakti; puasa makan minum dan tidur selama tujuh hari tujuh malam. Akhirnya gagal usahanya mendapatkan tang mate. Tapi dari sini Lakipadada mendapat hikmah yang menyadarkannya bahwa menghindari kematian sama halnya dengan menantang kuasa Tuhan. Tidak ada yang bisa melawan takdir Tuhan.
Lakipadada, kemudian mengembara lagi dengan menumpang bergelantungan di cakar burung Garuda yang
membawanya ke negeri Gowa. Disana Lakipadada, yang sudah tercerahkan, menyebarkan hikmah kebajikan dan berhasil mendapat simpari Raja, mengobati dan membantu permaisuri raja melahirkan. Lakipadada diangkat menjadi anak angkat dan Putra Mahkota.

Diakhir cerita diceritakan Lakipadada yang memperistri bangsawan Gowa, kemudian diangkat menjadi raja Gowa, penguasa baru yang bijak. Dia memiliki tiga orang anak, yang kemudian menjadi penerusnya dan mengembangkan kerajaan-kerajaan lain di jazirah sulawesi. Putra sulung, Patta La Merang menggantinya di tahta Gowa. Putra kedua, Patta La Baritan ditugaskan ke Sangalla, Toraja dan menjadi raja disana. Putra bungsu, Patta La Bunga, menjadi raja di Luwu.
Akulturasi damai. Lakipadada yang berasal dari Toraja berdamai dengan tiga suku lain; belajar hikmah dari Bugis/Bajo (kakek sakti di pulau Maniang), menjadi raja di pusat budaya Makassar, dan mengirim anaknya menjadi Datu di Luwu. Akulturasi ini lah yang mengabadikan darah dan silsilahnya, juga cerita legenda yang mengantarkannya pada kita saat ini, mungkin inilah mustika tang mate yang dimaksudkan, keabadian melalui cerita/legenda.
(SELESAI)

Serre' Datu


Den misa' to sugi' unnampui serre' datu. Den sangallo na ma'kada tu to sugi' lako serre'na nakua: “Torromoko ammu manda'i pa'kampamu ku malepa undaka' bale ta pa'kandiananni.” 

Ia tonna makaroen sulemi umbaa bale sangburia' na patorroi diong sali. Ma'dondomi sae tu serre' datu unnalai tu bale misa'. Naula'mi naalai dio mai tu bale. Mangka to na pesissikimi tu bale, na tollo'i. Pakalan saeomi na ala serre' datu tu bale misa'. Naula'mi, na la'ka'i tu serre' datu anna durru'i api tu danggo'na anna mararang tu pudukna. Mallaimi te serre' lako leko' dapo'. 

Ia tonna la kumandemo te puangna, natambaimi tu serre' datu dio mai leko' dapo', apa noka sae. Pempiran-piran ditambai apa tontong bang ma'dokko dio leko' dapo' belanna sengke tu penaanna mangka didurru' api.

Tonna mamma'mo tu puangna, mengkondongmi tu serre' datu langngan para anna dedek-dedekki tu Baka Bua nanii balo' lan sisola maa', gayang, rara', lola' sia mintu' eanan banua. 

Na pa'kadaimi serre' datu tu mentu' parea dao para nakua: “Torromokomi kamu. La malemo' aku belanna mangkamo' aku didurru' api sia puramo danggo'ku nakande api.” 
Mebalimi tu issinna Baka Bua kumua: “Minda lamorai torro napesserang balao. La male dukakan kami.” 

Mengkalaomi tu serre' datu rokko sali nakua kuanni tu La'bo' Penai: “Torromoko iko la'bo', la malemo' aku.” 
Apa nakua La'bo' Penai: “Minda lamorai torro nabenga' balao. La male dukana' aku.” 

Kendek omo langngan alang te serre' datu, nakuami lako Pare: “Torromoko iko bo'bo', la malemo' aku.” 
Nakuami tu Pare: “Minda la torro napesserang sia napura balao, la male dukakan  kami.” 

Maleomi te serre' datu ungkuan Tedong tama balana, kumua: “Torromoko iko, Tedong. La malemo' aku. Mangkamo' didurru' api.” 
Nakuami Tedong: “Minda la torro napebalulangi balao, la undi dukakan kami.” 

Nakutanaiomi serre' tu Bai kumua: “Torromoko iko Bai, la malemo' aku. Mangkamo' dipa'dikki.” 
Nakuami Bai ma'kada: “Inda ia latorro nabu'bu'i balao tu bulunta.” 

Napa'kadaiomi serre' datu tu Manuk, nakua: “Torromoko iko manuk, la laomo' aku.” 
Nakuami tu Manuk: “Minda latorro nakondongngi balai, la male dukakan kami.”

Sirampunmi sola nasang anna sangke'deran male. Dolomi tu serre' datu anna sangundian tu pare sia muntu' parea sia patuoan dio boko'na. 

Ullambi'mi misa' banua nanii tau sengke sia untendang bako bua lako salian. Sangundianmi tu issinna baka bua unturu' serre' datu. Ullambi'omi tu to umpakande asunna apa mukkun duka nabamba. Lussu'mi tu asu anna male unturu' serre' datu. Nalambi'omi tu to umpakande manuk, apa mukkun duka naleba' batu. Undi omi tu manuk unturu' serre' datu. Na lambi'omi tu tomarassan umpakande tedongna apa marassa duka nabamba tu kamorokna. Mallaimi tu tedong na undi unturu' serre' datu.

Marassan lumingka tu serre' datu sola sangsiturusanna, pakalan anna membali nasangmo tu rupanna susi tolino. Napatarru'i tu kalingkanna anna lambi' tu da'dua pia baine biungmo marassan ussaro banni' dio to sugi' sangbanuanna tu unnampui da'dua anak muane. Sulemi te pia biung sola duai umbawa banni' lako to'banuanna, anna undi unturu' serre' datu sola solana. Tonna rampomo lako banuanna natiromi tu tau undi unturu'i.

Ma'kadami sola duai nakua: “Lendu'komi mai, da' ammi dio bang salian.” 
Mebalimi tu serre' datu nakua: “La tarru' siakan, melayo bangrakan sattu'." 

Nakuami tinde pia biung: “Ta ma'kalembo' pissanpa mimane umpatarru' lalanmi.” 
Ma'kadaomi tu serre' datu nakua: “La silasa riki'ka tu banni' mi kalembo', anna buda-budakan sibaa?” 

Mebalimi tu pia biung nakua: “Pirarokomi sola nasang?” 
Mebalimi serre' datu, nakua: “Tallung annan, tallung pitu, sangpulo pitu kasera” (Kennanu nakua serre' datu kumua; Buda liu kan). 
Nakuami tu pia biung: “Kita raka la buda na lise'na bo'bo'.”

Masemi penaanna serre' datu sola sangsiturusanna urrangngi kadanna pia biung. 
Nakuami serre' datu: “Iate kami sola nasang, latorromokanni ussisolankomi.” 
Tiramban kapuami te pia biung sola duai. 
Naumpu'i serre' nakua: “Iake tallung bongipa la memala' komi ma'kurre sumanga' belanna pada la untorroikan torroan malesoki la ussisolan komi.”

Nakua serre' datu: “La diona' aku to' dapo'.” 
Ma'kada eanan banua: “La lankan kami baka bua.” 
Susi dukato tu asu, manuk, tedong, bai, pare sia senga'-senga'na pada umpaka inan natorroi. 

Pakalan pada umporupamo rupanna tu serre' datu sola sangsiturusanna anna torro sisola te pia biung. Sugi' sangattu'mi te pia biung makario-rio. Katampakanna ia te pia baine sola duai sibali tu pia muane anakna to sugi' nasisangbanuan simisaran. Sakerangngan-rangngannami tu kasugiranna. Apa tae' na pamadao penaai sangadinna tontong nakilalai tu apa mangka dadi, sia tontong napakaboro' sia nakananna'i tu apa den dio kalena.


Iamoto anna randuk tau umpakaboro'i tu serre' belanna disangan garonto'na eanan, sia biasa diposengo-sengo dikua:
Serre'ri oto' na eanan,
salimbanna baka bua,
ia petamba eanan,
peongli angge maritik,
dio mai randan langi',
to dio oloan uran.



Sumber dari:
http://torajatourism.blogspot.com/2014/11/ulelean-pare-serre-datu.html
http://torajakucinta.blogspot.com/p/ulelean-pare.html

Tedong sola Lalin


Den sangallo na male tu Tedong dio lu to' uma ungkande dalame. Natiromi tu lalin, napa'kadaimi nakua: "Apa toda iko mu ala inde te lalin. Disangako lumingka apa mengguririk-guririk bang roko indete uma sangtempe'. La mubelaraka tu susi aku mintu' padang ku olai nasang." Mebali tu lalin nakua: "Mutelle-tele bangna' dikka'. Dadi moi angku bitti' sia tang kubela lumingka, apa morai siana' ussilombangko ma'dondo." Natelle-telle pissanmi tedong nakua: "Umba tu la tanii silomba lalin." Mebali lalin nakua: "Iko ia undullui umba tu la tanii silomba." Nakuami tedong: "Io, ke'de' indeki' to' uma, talambanni to salu inde dio, takendek langngan to' tanete sambali', tamane sule dao mai sae indete to' uma tanii ke'de'. Mukadoiraka to lalin?" Mebali lalain nakua : "Io, kadona', take'de'mo."


Ia tonna lake'de'mo mella'ka' mi tu lalin lako to' lentek dolona tedong apa tae' natiroi tedong belanna dongnga' tu Tedong umpemaranga lalan la naolai. Natonganni mi ma'dondo tu tedong sae lako biring salu, anna tadang sattu' namekutana: "Umbako lalin." Ullessuran mi kalena tu lalin dio mai lentekna tedong namebali nakua: "Indemo' tingayomu, ina' pa kusae." mangka to mella'ka' pela'omi tu lalin lako lentek tedong. Nasanta' pissanmi tedong ma'dondo tuka' langngan tanete anna tadang sattu' do belanna seka-sekamo. Mekutana mi nakua: "Umbamoko lalin?" lessuranomi kalena tu lalin doi mai lentek tedong anna mebali nakua: "Indemo' tingayomu, ina'pa ku sae." sasaomi tu lalin mella'ka' lako lentek dolona tedong. Nasanta'omi tedong ma'dondo do mai tenete la sule rokko to' uma nanii ke'de'. Ia tonna rampomo diong to' uma nanii ke'de', metambami tu tedong nakua: "Umbamoko lalin?" ullesuranmi kalena te lalin dio mai lentekna tedong anna sasa mebali nakua: "Indemo' tingayomu, ina'pa kukampaiko" Masiri'mi tu tedong belanna nasanga tongan nasau' tira' lalin. Mangka to sengkemi nala undokko'i tu lalin la napalanggan illongna, apa mallai tu lalin membuni tama kalo'tok dio biring uma.



sumber dari  http://arydipa.blogspot.com/2011/04/tedong-sola-lalin.html



"Orang besar yang angkuh tetapi bodoh,
Sering dipermalukan oleh orang kecil yang cerdik."

Monday, October 8, 2018

Rampanan Kapa'


“Rampanan Kapa’/Pernikahan Adat 
Di Toraja”



Nama : Krisnataniel
RAMPANAN KAPA’
(Perkawinan adat di Tana Toraja.)

Perkawinan yang di namai Rampanan kapa ‘di Tana Toraja merupakan suatu adat yang paling di muliakan oleh masyarakat Toraja karena di angap sebagai panglkal dari terbentuknya atau tersusunnya kebudayaan manusia seperti pula pda suku-suku lain di Indonesia .

Jikalau kita memperhatikan proses perkawinan yang di namakan Rampanan Kapa’ itu di Tana Toraja yang di lakukan menurut adat Toraja maka tampak perbedaan antara proses perkawinan di daerah lain Karena yang melakukan atau memghadapi serta mensahkan perkewinan di Tanan Toraja bukanlah penghulu/pemimpin agama tetapi di lakukan oleh pemerintah ada’namum  sebenarya perkainan itu di asuh atau di atur oleh aturan-atiran ynag bersumber dari ajaran sukaran aluk /aluk Todolo yang di namakan aluk Rampanan Kapa’.

Aluk Ranpanan Kapa;lasim pula di sebut ada Rampanan kapa‘adalah salah satu hal yang terpentimg di dalm ajaran sukaran aluk waktu nenek petama manisua menerima sukaran aluk yang bernasma Datu Laukku di atas langit bagi manusia yang perkawinannya di hadapi sendiri loh Puang Matua (Sang Pencipta) dan merupakan pula perkawinan yang pertama.

Dalam satu perkawinan di Tana Toraja tidak di adakan kurban persembahan dan sajian persembahan seperti dalam menyelamati peristiwa-peristiwa lain umpamanya membangun rumah menyelamti keadaan  Tanaman dan hewan ternak dan kelahiran manusia dan lain2.Karena p[erkawinan di Tana Toraja adalah semata-mata adanya persetujuan kemudian persetujuan itu di sahkan dengan satu perjanjian di hadapan Pemerintah adat dan seluruh keluarga yang telah terdapat aturan dan hukum-hukum yang di bacakan dalam perjanjian itu sebagi sangsi dari perjanjian perkawinan,jadi kenyataannya perkawinan di Tana Toraja  di laksanakan hampir sama dengan pelaksanan perkawinan pada kantor pemerintah .

Karena Perkawinanddi Tana Toraja sangat di pengaruhi oleh ketentuan-ketentuan adat yang berpangkal pada adanya kasta susunan tana’ ( kasta) seseorang karena tiap-tiap kasta atau tana’ di Tana Toraja ada ketentuan-ketentuan aturan dan hukum sebagai jaminan dari tiapadanya perkawian karena akan menjadi hukuman bagi yang bersalah jikalau itu perkawinan itu mengalami perceraian dan ketentuan dari masing-masing kasta itu di jadikan pedoman dalam penyelesaian dan menjatuhkan dari pemerintah adat.

Bahwa yang sangat penting dalam masing-masingtingkatan kasta tersebut di atas adalah adanya ketentuan nilai-nilai masimg-masing tana’ yang di tetapkan dalam jumlah ekor kerbau yang tanduknya satu tapak tangan di atas pergelangan tangan dengan umur kurang lebih 2 atau 3 thn makanya dari keempat tana’ bagi masyarakat toraja masimg-masing menpunyai nilai dengan tingktan masing-masing :

A.    Tana’ bulaan adalah kasta dari orang –orang yang berasal dari golongan bangsawan tinggi yang nilai tana’nya 12-24 ekor kerbau .tedong sangpala’( tanduk satu tapak tangan di atas pergelangan dengan umur kurang lebih 2-3 thn )
B.     Tana’ bassi  ialah kasta orang-orang yang berasal dari golongan bangsawan menengah yang nilai tana’nya 6 ekor  kerbau, tedong sangpala’
C.     Tana’ karurung ialah kasta orang-orang dari golongan rakyat kebanyakan /merdeka yang nilai tana’nya 2 ekor kerbau , tedong sangpala.
D.    Tana’ kua-kua orang –orang dari golongan hamba sahaya yang nilai tana’nya bukan dengan dilai kerbau tetapi dengan nilai seekor babi betina yang sudah pernah beranak di namakan bai doko

Disamping keempat susunan tana’ atau kasta tersebut diatas ada pulah daerah yang hanya pergunakan tiga susunan kasta karena di pengaruhi oleh aluk sanda saratu yaitu ajaran aluk dari puang to manurun tamborolangi’ dan hanya berlaku di daerah adat tallu lembangna sekarang ini susunan tana’ sebagai berikut.

  1. Tana bulaan untuk turunan puang tomanurun
  2. Tana’ bassi untuk turunan bangsawan yang bukan turunan puang tomanurun
  3. Tana’ karurung untuk turunan rakyat kebanyakan /rakyat banyak serta hamba sahaya yang menurut ajaran aluk sanda saratu seluruhnya itu adalah pengabdi dari tana’ ( bulaan dan tana’ bassi ) .  yang kesemuannya dinyatakan sebagai pengabdi kepada tana’ bulaan dan tan’ bassi

Jadi menurut susunan kasta dalam ajaran aluk sanda saratuk tidak ada rakyat merdeka yang sebenarnya karenan semua rakyat ang bukan berkasta tanan’ bulan semata- mata . Tetapi menurut sejarah daerah adat kapuangan sebelum tersebarnya aluk saanda saratu’ dahulunya juga memakai empat susunan tanak yang masing mempunyai peninggalan-peninggalan sampai sekarang didaerah adat kapuangan umpamanya  daerah  lion ,lemo dan rorre dari makale /daerah adat kapuangan basse kakanna masih mempergunakan susunan tana’ tersebut diatas begitu pula didaerah batu aluh disangalla’/ daerah adat kapuangan basse tangganamasih mempergunakan juga keempat susunan tanak tersebut diatas. 


Disamping menjadi redomane dalam hal perkawinan dan pemerintahan adat tana-tana’ tersebut juga diatas tana’itu menjadi dasar penilaian seseorang dimasyarakat kemudian hari setelah orang itu mati karena penilaian itu pun menjadi dasar didalam penentuan tingkatan upacara pemakaman umpamanya seseorang dari kasta tana’ bassi tidak dapat diupacarakan menurut tana’bulaan tetapi dapat turun pada upacara pemakaman serendah –rendahnya .

Begitu pula dengan kasta tanan’ karurung atau tana’ kua-kua tak dapat diupacarakan lebih dari uacarah pemakaman tingkatan kastanya karena menurut adat toraja seseorang tidak dapat melampau haknya dan kedudukanya dalam masyarakat namun dapat turun dibawaw daripada haknya dan kedudukanya

Demikianlah susunan tana’ (KASTA) Dalam masyarakat toraja yang merupakan masalah yang mengankut pembangunan masyarakat dan penrntuann jabatan –jabatan pemerintahan adat yang pada garis besarnya digolongkan sebagai berikut :

1.1)Kasta tana’ bulaan adalah kasta yang menjabat ketua /pemimpin dan anggota pemerintahan adat umpamanya jabatan puang ,ma’dika dan sokkong bayu.
2.2) Kasta tana’ bassi adalah sebagai kasta yang menjabat pembantu atau anggota pemerintahan adat yaitu jabatan –jabatan toparrenge’-toparengge’,tobarak dan anak patalo.
3.3) Kasta tana’ karurung adalah kasta yang menjabat –jabatan pembantu pemerinta adat serta menjadi petugas atau pembina aluk todolo untuk urusan aluk patuon ,aluk tanaman yang dinamakan toindo’ atau toindo’padang
3.4) Kasta tana’ kua-kua adalah kasta yang menjabat –jabatan petugas atau pengatur pemakaman atau kematian yang dinamakan tomak balun atau toma’kayo (TOMEBALUN –MEMBUNGKUS ) orang mati dan juga sebagai abdi / hamba dari tana’bulaan dan tansa’ bassi .

Kesemua jabatan –jabatan tersebut diatas adalah semuanya merupakan tugas daa jabatan turun –temurun yang diariskan pada mesing –masing keluarga yang bersangkutan dari masing –masing tongkonan.

CTana’ karurung adalah kasta dari orang –orang yang golongan dari kebabyakan /merdeka yang nilai tana’nya dua ekor kerbau  tedong sangpala’ .
D tana’ kua-kua ialah orang –orang dari golongan sahaya yang nilai tana’nya bukan dari nilai kerbau tetapi dengan seekor babi betina yang sudah pernah beranak namanya babi doke..

Disamping keempat  golongan tana’ (Kasta) Tersebut diatas adapula daerah yang hanya pergunakan hanya tiga susunan kasta karena dipengaruhi oleh alu’ sanoasaratu’ yaitu ajaran aluk dari puang tomarusun tamboro langit dan hanya berlaku didaerah tallu lembangnasekarang ini dengan susunan tana’ sebagai berikut :

  1. tana’ bulaan untuk turunan puang tomanurun .
  2. tana’ bassi untuk turunan bangsawan yang bukan turunan puang  Tomanurun.
  3. Tana’ karurung untuk turunan rakyat kebanyakan /rakyat banyak serta hamba sahaya yang menurut ajaran aluk sanda saratuk seluruhnya itu adalah mengapdi dari tana’ bulaan dan tana’ bassi .