Mitos Toraja Tentang Hujan dan Penjelasan Ilmiahnya
Pawang Hujan (To ma'pamanta')
Saat akan melaksanakan sebuah hajatan( Upacara rambu solo, upacara
rambu tuka etc) jasa para pawang hujan biasanya di gunakan terutama di
musim penghujan. Pawang hujan biasanya merupakan orang pintar(dukun)
yang punya kemampuan untuk memindahkan hujan ke tempat lain atau bahkan
menahannya, agar tidak mengganggu jalannya hajatan. Biasanya orang
pintar yang dianggap sakti itu melakukan ritual-ritual yang tidak bisa
dijelaskan secara akal sehat. Ritual-ritual tersebut misalnya membakar
garam, dan lain lain.
Walaupun memindahkan hujan atau menahan turunnya hujan oleh seorang
pawang merupakan hal yang mustahil, namun dengan adanya teknologi sistem
rekayasa hujan, maka hujan memang bisa di pindahkan atau di tahan. Bisa
jadi, teknologi tersebut terinspirasi oleh pawang hujan.
Tujuan
rekayasa hujan, sama dengan pawang hujan, yaitu memindahkan atau
menahan turunnya hujan. Dalam pengendalian banjir di Jakarta misalnya,
untuk mengurangi debit air maka hujan harus di tahan agar tidak turun
atau di pindahkan ke tempat lain. Begitu pun dengan perhelatan akbar
didunia, misalnya world cup, olompiade, dan perhelatan lain yang digelar
out door( di luar ruangan)
Hujan Pasti Turun Saat ada Acara Ma' Palin (Memindahkan mayat Leluhur)
Acara ma'palin adalah memindahkan mayat leluhur yang masih di kubur di
dalam tanah ke kuburan yang berbentuk bangunan ( seperti gambar
berikut). Dalam kepercayaan orang Toraja, pada saat memindahkan leluhur
tersebut, maka pasti akan terjadi hujan, bahkan dalam musim kemarau yang
panjang sekalipun. Ini pertanda leluhur yang di pindahkan makamnya itu
menangisi keturunannya yang masih hidup. Dan memang terbukti, selama ini
setiap adanya acara ma'palin maka hujan turun bahkan dalam musim
kemarau yang panjang. Ini membuat kita semakin percaya akan mitos
tersebut.
Tetapi, jika dilihat dari sudut pandang ilmiah maka hal itu terjadi
hanya karena kebetulan semata. Seperti diketahui bahwa acara Ma'palin di
Toraja hanya boleh dilaksanakan pada saat selesai panen padi, dan itu
artinya terjadi sekitar bulan Juni, Juli dan Agustus. Dan pada
bulan-bulan itu, memang terjadi musim kemarau. Menurut Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau, bukan berarti tidak
turun hujan sama sekali, potensi hujan itu terjadi karena cuaca, bukan
musim. Parameter cuaca yang mendukung terjadinya hujan, antara lain
suhu, tekanan, dan kelembapan udara Jadi, jika semua parameter pembentuk
hujan itu terpenuhi, maka tidak mustahil terjadi hujan di musim
kemarau.
Pelangi( Tindak Sarira) Adalah Tangga Para Dewata
Pelangi merupakan salah satu fenomena alam yang unik. Karena
keterbatasan pengetahuan orang pada zaman dulu, maka berkembanglah
banyak mitos tentang pelangi. Kemunculan pelangi diyakini karena adanya
Dewata yang turun kebumi untuk minum. Tak heran karena kedua ujung
pelangi selamanya berada di sumur( turunan) . Pelangi tidak jarang
membuat orang takut, karena juga diyakini bisa mengisap darah manusia.
Selain itu menunjuk pelangi bisa membuat jari kita bengkok. Itu semua
sebenarnya tidak benar karena pelangi hanya merupakan hal yang biasa
yang terjadi karena adanya pembiasan cahaya matahari oleh tetesan air
yang ada di atmosfer. Itulah sebabnya pelangi hanya muncul pada saat
adanya hujan disertai cahaya matahari.
Itulah
beberapa mitos tentang hujan yang berkembang di Toraja. Bagaimanapun,
mitos merupakan salah satu kekayaan budaya kita. Namun harus dicermati
dengan baik. Ambil yang positif tinggalkan yang negatif sekiranya ada.
https://art-andarias.blogspot.com/2016/04/mitos-toraja-tentang-hujan-dan.html
0 komentar:
Post a Comment