Thursday, January 17, 2019

“DEKONSTRUKSI KEBENARAN”


 “DEKONSTRUKSI KEBENARAN”

A.   Pendahuluan
Judul Buku     :Dekontruksi  Kebenaran
Penulis           :Daniel L.Pals
Penerbit         :IRCiSoD
Tahun Terbit;
                                   Cetakan: April 2001,November 2001,juni 2003,agustus 2003,Oktober 2005,Mei 2006
       Menurut saya  buku yang berjudul “ DEKOSTRUKSI KEBENARAN” merupakan tujuh kritik mengenai agama yang membantu mahasiswa memahami beberapateori yang berhubungan tentang agama
      Buku ini didefinisikan oleh beberapa Ahli dengan Ide-ide yang berbeda-beda. Tetepi jika kita melihat lebih jelas ini merupakan kritik tentang agama dari para Ahli
      Buku ini bertujuan agar mahasiswa dapat memperluas perkembangan pemikirannya tentang bagaimana itu agama, tetapi juga mengenai tentang budaya
       Pendekatan yang di pakai ialah  pendekatan  KORELASIONAL yang dimana para Ahli mencoba mengkaji berbagai pendapat yang ada.
B. ISI
         Buku ini adalah buku yang di tulis oleh Daniel L. Pals  yang dimana buku ini di tujukan untuk umum yang khususnya pada orang yang tertarik dengan masalah Agama-agama.pertama Daniel menceritakan pengalaman MULLER, dan penulis juga menyinggung pendapat MULLER yang mengatakan bahwa sebuah studi ilmiah tentang agama akan dapat memberikan sumbangsi kepada agama dan ilmu sekaligus. Kemudian teori tentang agama-agama pun di buat untuk membuktikan kerja alam misalnya (1) teori klasik teori ini muncul  ketika para filosof stoic berpendapat bahwa dewa adalah personifikasi langit,laut dan kekuatan alam. Para Ahli pun mencoba menjelaskan tentang bagimana hal itu menjadi bagian dari keyakinan agama yang dimana para Alhi mencoba menjelaskan tentang YAHUDI DAN KRISTEN  yang mempercayai keyakinan kepercayaan kepada manusia.walaupun memiliki persamaan tetapi disini YAHUDI DAN KRISTEN juga memiliki perbedaan. (2) teori modern teori ini muncul  berdasarkan ide-ide dari  Deis yaitu Max Muller dan pengikutnya yang mencoba memberi gambaran kepada pera ilmuan tentang metode-metode  dan materi-materi melalui penngamatan mereka selama ini yang Akhirnya memuncul  tujuh teori tentang agam-agama. Teori yang pertama datang dari dua toko yaitu yang pertama dari E.B.TYLOR dimana ia mencoba memahami konteks histori dan religius. Yang dimana dalam teorinya tylor membawa teorinbaru dalam mengenai asal-usul agama ,termaksud agama kristen, ia lebih berfokus pada “entnografi dan etnologi”, taylor telah membuktikan pola pikirnya bahwa agama pun sama-sama muncul ketika manusia beraksi terhadap kekuatan alam yang dalam asumsimya tylor telah menjelaskan bahwa manusia dimanapun dan kapanpun pada dasarnya adalah sama. Misalnya dalam keberlangsungan hidup ia menjelaskan bahwa tidak semua kebudayaan  dan tidak pula semua aspek kebudayaan berkembang dalam fase yang sama. Bagi tylor kebudayaan manusia haruslah menggunakan pola rasional yang sama. Untuk memulai tugasnya tylor mencoba mengusulkan bahwa agama sebagai keyakinan terhadap sesuatu yang spritual. Namum agama sendiri memiliki esensi mitologi yaitu animisme, ini merupakan bentuk pemikiran paling tua, yang dapat di temukan dari sejarah manusia denagan menyelami hakikat animisme, kita juaga akan mengerti proses pertobatan primitif. Kemudian toko kedua ialah J.G.Frazer yang dimana penulis juga menyinggung kisah Frazer. Yang dimana frazer  disini mencoba mengikuti tylor yang berpendapat bahwa magis dan agama adalah kunci utama untuk masuk dalam masyarakat primitif,  magis adalah usaha yang paling awal ke arah itu meskipun hasilya ternyata gagal  dan akhirnya agamalah yang menggantikan magis walaupun begitu agama harus di ikatkan dengan teori dari tylor yaitu “kemampuan bertahan”. Kemudian teori yang kedua tentang agama datang dari toko SIGMUND FREUD, disini penulis mula-mula mencoba menjelaskan riwayat hidup freud dan karya-karyanya. Karya dari freud menjelaskan tentang Agama misalnya teori freudian : psikologi dan alam bawah sadari yaitu memori,ide, niat-niat yang pada saat itu memang tidak kita sadari .kemudian teori seksualitas kanak-kanak dan oedipus kompleks yang menjelaskan bahwa pengekangan diberikan pada hasrat-hasrat tertentu kita, karena tanpa adanya pengekangan kita tidak akan mempunyai peradaban dan tanpa peradaban manusia tidak akan survive.. dalam perkembangan tulisanya freud mencoba mengembangkan teorinya melaluipercobaan dengan melakukan insting kematian dan sadisma.walaupun freud sendiri merupakan orang yang menentang Agama yang mengatakan agama adalah takhayul, yang dimana ia juga mengatakan bahwa perilaku orang beragama mirip dangan tingkalaku seorang pasien neurotisnya. Ada tiga buku yang di tulis oleh Freud mengenai agama : Totem and Taboo,The Future of an Illusion,Moses and Monotheism. Kemudian teori yang ketiga datang dari tokoh yang bernama EMILE DURKHEIM yang dimana penulis disini meynggung sedikit riwayat hidup dan perjalanan karirnya dimana ia memiliki pemikiran dan pengaruhnya terhadap masalah agama yang ia mulai membaginya dalam empat pola yaitu tatanan nasiaonal,hal prilaku dan moral,bidang politik,urusan pribadi   yang akhirnya berbagai perubahan muncul dari dalam dan sekeliling mereka misalnya sisiologi dan masyarakat ini mendasari prinsip penyelidikan ilmiah, lalau sifat alamai masyarakat ini mendasari sifat pribadi yang dimiliki secara perorangan , studi ilmiah tentang masyarakat ini didasarkan pada fakta yang sama “ril” dan sama padatnya, politik ,pendidikan dan moral ini didasarkan pada pemikiran masyarakat primitif yang sebenarnya tidak berfikir tentang dua dunia yang berbeda. Para peneliti pun akhirnya menemukan sebuah riset yang sengat kecil yaitu mengenai masyarakat aborigin yang tidak menganut agama selain totemisme. Jadi jelas bahwa masyarakat totemisme lebih menuntut  setiap Anggotanya memikirkan kelompok daripada diri pribadai. Kemudian teori yang keempat muncul dari KARL MARX. Yang perlu di perhatikan sebelum mengenal Karl Marx kita harus memperhatikan dua hal mengenainya yaitu dia sebagai pencetus komunisme, dan filsafatnya yang cukup luas pencakupannya. Disini Daniel menyinggung kehidupan dan pekerjaan dan karya-karya Marx : teori yang terkenal ialah teori marxisme,metarialisme,alienasi dan dialektika sejarah  dimana teori ini adalah bentuk aliensi yang kompleks,yang dialami manusia dalam agama pada saat yang  sama.kemudian teori yang ke lima muncul dari MIRCEA ELIADE di mana eliade memiliki titik tolak yang mengatakan bahwa sesorang dapat mengenal satu bentuk agama , kepercayaan atau ritual adalah dengan jalan membandingkannya dendan agama –agama lain yang menarik ialah menurutnya pola atau simbol pemikiran  itu adalah mitos-mitos yang di anut oleh masyarakat  misalnya simbol langit,( dewa-dewa lagit) , matahari dan bulan ,air dan bebatuan, tanah dan kesuburan. Eliade berpendapat bahwa kita harus memperhatikan motivasi apa yang ada di balik mitos.terutama mitos tentangkembali kepada pengabdian misalny saja contoh pemikiran historis ini dapat ditemukan dalam berbagai sistem pemikiran modern,bahwa fasisme dan marxisme percaya kepada apa yang sakral  dan tanpa tuhan sejarah akan mengalir terus mengalir dari tempat ke tempat lain dan akan berhenti ketika mereka mendapatkan kemenagan. Teori yang ke enam dari E.EVANS-PRITCHARD dimana evans-pritchard menemukan studi mendalam tentang studi kebudayaan asing yang menjelaskan tentang kepercayaan primitif  sebagai sebuah ide yang terbelakang yang atau pemikiran yang keliru tentang manusia itu selalu hidup dalam masyarakat. Evans-pritchard  juga menjelaskan bahwa konsep tenung memberi masyarakat Azande satu falsafah alam yang dapat menjelaskan suatu pemikiran dalam menghadapi masalah hidup mereka. Ini membuktikan bahwa Azande membuktikan bahwa di dalam setiap kebudayaan , terdapat kepercayaan tertentu yang terlalu berharga untuk diabaikan. Dan teori yang terakhir ialah teori dari CLIFFORD GEERTZ disini greetz  masih melakukan riset di tengah suku-suku dimana ia melihat bahwa agama sebagaimana adanya misalnya greetz menemukan perngaruh agama berbeda di setiap celah di setiap sudut kehudupan masyarakat jawa, masyarakat bali yang artinya geetz sangat tertarik dengan ditai-detail kebudayaan yang dimana geertz  memiliki pandanganya sendiri terhadap agama , yang mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem simbol yang bertujuan untuk menciptakan perasaan dan motivasi yang kuat  dan pada akhirnya perasaan dan motivasi akan terlihat sebagai sesuatu realita yang unik.
        Analisisnya buku ini berisi VII bab yang dimana setiap Ahli mengungkapkan  berbagai pendapatnya yang dimana buku ini disusun yang oleh DANIEL L.PALS yang dimana setiap bab selalu menyinggung riwayat sang penulis.
C. PENUTUP
  Kelemahan : buku ini tidak memiliki biografis dari sang penulis kemudian, buku ini juga tidak memiliki daftar pustaka
Kelebihan: buku ini sangat menarik sebab buku ini membahas tentang agama yang bermasalah. Dan design sampul menarik
Saran : sebaiknya buku ini harus memiliki data yang lengkap tentang DANIEL L.PALS , dan juga  harus memberi saran tentang pendapat para Ahli
 


Makalah Sejarah Gereja Toraja





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Berdirinya suatu Gereja yang kita tempati untuk bersekutu saat ini tidak lepas dari perjalanan hidup dimasa lalu. Perjalanan dimasa lalu baik itu buruk maupun baik tidak bias dilepaskan dari apa yang dinikmati pada saat ini sebagai hasil pekerjaan dan jasa para pendahulu yang mengorbankan waktu tenaga dan bahkan nyawanya dalam misi pekabaran injil itu sendiri. Sejarah Gereja-Gereja di Indonesia merupakan salah satu bagian dari hal tersebut.
Para Zendeling yang datang ke Indonesia datang dalam utusan berbagai lembaga Zending ke Indonesia merupakan suatu alas an dasar terbentuknya berbagai Gereja-Gereja di Indonesia. Demikian pula halnya berbagai denominasi yang ada di Indonesia merupakan hasil dari bermacam-macamnya lembaga zending yang datang di Indonesia. Misalnya CAMA dari Amerika serikat yang kemudian menyebar di Indonesia yang sekarang kita kenal dengan Kemah Injil atau bahkan KIBAID, adapula RMG yang menghasilkan HKBP dan GKE, NGZV menghasilkan GKJ(1867) dan GKS (1889), NZV menghasilkan GKP (1862) dan Gepsultra (1915), GZB menghasilkan GT  pada tahun 1913. Lembaga misi yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini ialah Gereformeerde Zendings Boond (GZB) yang menghasilkan Gereja Toraja (GT) pada tahun 1913.
Perjalanan GZB di sekitar Indonesia lebih banyak di sekitar Sulawesi khususnya di sekitar Toraja (daerah yang masuk Toraja pada saman dahulu ialah dari Saalubarani sampai Gorontalo). Adapun tokoh yang mempelopori perjalanan sejarah Gerja Toraja di Indonesua ini adalah A.A van de Loosdrecht. Entunya ia tidak sendirian saja namun  hal ini diakibatkan karena dia yang cukup terkenal dalam perjalanan misinya dalam sejarah Gereja di Indonesia khususnya dalam lembaga GZB yang menghasilkan sebuiah Gereja yaitu Gereja Toraja. Hal inilah yang akan dibahas lebih lanjut dlaam makah ini menegnai apa, bagaimana dan siapa saja yang bereperan dalam sejarah Gereja Toraja dari zaman para sending dan bahkan sampai pada masa sekarang ini.

           
B.     Rumusan

Bertolak dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini ialah  apa dan bagaimana perjalanan Gereja Toraja dalam Sejarah Gereja Indonesia.
C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian masalah diatas maka tujuan makalah ni ialah untuk melihat bahkan analisis dan evaluasi terhadap perjalanan Gereja Toraja dalam kaitannya dengan Sejarah Gereja Indonesia.








BAB II

PEMBAHASAN


A. Lembaga Pekabaran Injil yang Masuk ke Toraja

Sebelum Gerefomeerd Zendings Bond ( GZB ) yaitu badan Zending yang memberitakan Injil di Toraja, Pemerintah kolonial Belanda sudah menguasai Tana Toraja. Tana Toraja yang dimaksudkan di sini adalah daerah yang didiami oleh suku Toraja. Daerah ini biasa juga dikenal dengan nama Toraja tae’ untuk membedakan Toraja Baree’ yaitu daerah Tentena dan sekitarnya. Biasa juga Toraja Tae’ dikenal dengan nama Toraja Sa’dan. Kedatangan kolonial Belanda di daerah Tana Toraja awalnya mengalami perlawanan dari masyarakat. Tampil beberapa tokoh masyarakat seperti Pongtiku misalnya dan masih banyak lagi.. Perlawanan Pongtiku ini tidak mudah dipadamkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda Setelah daerah Luwu dan Toraja ditaklukkan melalui operasi militer kolonial, pemerintah kolonial mendorong badan zending untuk bekerja di kalangan penduduk asli yang masih menganut agama sukunya. Ds. R.W.F. Kijftenbelt dari GPI di Makassar berinisiatif untuk bekerja di Toraja. Pada tahun 1912 GPI mulai pekerjaan penginjilan di wilayah Makale. Segera juga didirikannya sekolah –sekolah. Sampai tahun 1915 ada 9 sekolah didirikan, masing-maing di Rembon, Batualu, Buakayu, Simbuang, Leatung, Randanan, Mebali, Gandangbatu, dan Rano. Seorang banggota GPI juga yang datang ke Tana Toraja yaitu Zendeling J. Kelling.
Gereformeerde Zendingsbond adalah lembaga zending Belanda. Lembaga ini didirikan pada tahun 1901 di Utrecht oleh penganut aliran Gereformeerd yang masih tetap tinggal di dalam Hervormde Kerk, yang pada waktu itu merupakan Gereja negara. Mereka tidak ikut keluar mengikuti gerakan yang dinamakan Doleansi di bawah pimpinan Abraham Kuyper. Mereka mendirikan lembaga zending sendiri karena tidak cukup mempercayai lembaga-lembaga pekabaran Injil yang datang ke Indonesia dan lembaga Pekabaran Injil yang  terdapat dalam lingkungan Hervormde Kerk, seperti UZV, NZV, dan lain-lain walau juga tidak hendak menyaingi mereka. GZB ini merumuskan suatu Anggran Dasar yang membedakannya dari lembaga-lembaga lainnya dalam NHK (Nederlandse Hervormde Kerk). Asasnya yang paling mendasar dirumuskan dalam pasal 4, yang berbunyi: “Perhimpunan bertolak dari asas, yaitu bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang tidak dapat sesat, yang di dalamnya tercantum segenap putusan Allah.
B.  Periodesasi Sejarah Gereja Toraja
1.      Zaman Zending Atau  Zaman Revolusi ( 1913 – 1945 )

Kedatangan Kolonialisme Belanda  ke Indonesia mendapat perlawanan dari masyarakat Toraja. Sekalipun perlawanan masyarakat Toraja dapat dipadamkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, tapi semangat patriotisme masyarakat Toraja tidak  padam. Ketika GZB mengirim Zendeling pertama yaitu Antonie Aris van de Loosdrecht sekalipun beliau diutus untuk memberitakan Injil, masyarakat Toraja melihat  dia sebagai orang Belanda maka dia bagian dari Pemerintah Kolonial Belanda. Kondisi ini, satu sisi dapat menguntungkan pekerjaan pekabaran Injil, di sisi lain dapat menjadi penghambat dalam interaksi di    dalam masyarakat karena dilihat sebagai penjajh. Pekerjaan pemberitaan Injil dapat dikatakan berjalan baik, karena kebijaksanaan yang diambil AA Van de Loosdrecht dengan membuka sekolah bekerjasama dengan para pemimpin masyrakat yaitu Toparenge’. Sekalipun ada relasi yang baik terjadi antara AA van de Loosdrecht dengan pemerintah, namun posisinya sebagai orang Belanda kadang menjadi kendala, karena dilihat sebagai bagian dari penjajah. Terbukti beliau menjadi Korban pembunuhan dari sekelompok anggota masyarakat di Bori’, bukan karena sebagi pendeta atau pekhabar Injil, tetapi dilihat sebagai orang Belanda bagian dari penjaja. Pongmasangka sebagai pimimpin masyarakat membunuh AA Van de Loosdrecht didorong sikap patriotisme cinta Tanah air tidak senang diperintah oleh orang asing dan bukan karena beliau penginjil. Pasca kematian AA Van de Loosdrecht tidak membuat surut semangat penginjilan dari GZB, melainkan semakin ditingkatkan dengan mengirim lebih banyak Zendeling antara lain H. Pol ke Resoort Sangalla, Makale. D J Van Dijk ke Resoort Rantepao, Heusden Resoort Palopo dan Van Weerden ke Resort Rongkong/ Seko. Dengan bertambahnya tenaga Zendeling, maka penginjilan semakin berkembang. Di mana-mana berdiri jemaat di keempat Resoort. Dengan berdirinya jemaat-jemaat sikap politik Gereja secara instusi tidak jelas, namun selalu dekat dengan penguasa yaitu pemerintah Kolonial Belanda.
     Ketika terjadi perubahan politik Jepang mengalahkan tentara sekutu, maka pemerintah Kolonial Belanda di Nusantara diganti Jepang. Pada masa pemerintahan Jepang Jemaat-jemaat yang sudah berdiri sebagai hasil pekerjaan Tuhan melalui GZB mengalami kesulitan, karena Jepang memihak kepada Islam untuk mengambil hati masyarakat Nusantara. Masyarakat Islam meresa dianak tirikan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Salah satu masalah bagi Gereja Toraja adalah larangan mempergunakan sekolah sebagai tempat beribadah. Dengan kata lain bahwa ada berbagai masalah yang menjadi tantnagan Gereja Toraja pada saat iu dalam berbgai bidang dalam kehidupan berGereja masyrakata Toraja yaitu masalah di bidang politik, agama, adat istiadat dan berbagai masalah lainnya lagi. Tgl 13 Maret 1942 diadakanlah pertemuan 4 orang pendeta dan seorang Kepala RS Elim yang diwakili F.Ba'siang. Perkumpulan membicarakan masalah keuangan terutama karena para zendeling ditawan Jepang pada waktu itu. Disinilah titik awal pertumbuhan Gereja Toraja diakibatkan karena adanya perubahan kekuasaan di Toraja yaitu Jepang menggantikan Belanda.
                        Adapun tokoh-tokoh yang datang dalam periode ini ialah H. Van der Veen, A.A van de Losdrecht, J. Belksma, Pieter Zijlstra, Dirk Jan van Dijk, Hendrik Cornelis Heusdens, Herman Pol, Harm Jan van Weerden, Jacoba Maria Eggink, Jouke Johannes Joachim Goslinga, Hendrik van der Veen.  Beberapa tokoh tersebut merupakan utusan GZB yang datang ke Toraja dan adapula yang bekerja di luar Toraja dalam perjalannan misi GZB di Toraja. Beberapa tokoh ini tidak semua merupakan orang yang hanya beregerak dibidang penginjilan atau khususnya ppada agama namun mereka ada yang menggerakkan misi Kristen di bidang pendidikan dan kesehatan. Strategi yang mereka gunakan sangatlah berbeda-beda namun ada tujuan yang agaknya sama yakni mengabarkan kabar sukacita atau injil di Tana Toraja[1].  

2.      Zaman Orde Lama  ( 1945- 1967 )
Pada saman ini  Gereja Toraja kembali lagi memiliki permasalahan dalam berbagai bidang-bidang dalam perjalanan sejarahnya, misalnya di bidang politik adanya sikap dilematis menghadapi kolonialisme yang masih ada di Tana Toraja. Hal ini dikarenakan penginjil yang semuanya adalah orang Belanda disisi lain warga Gereja Toraja adalah anti penjajah/kolonialisme pada saat itu. Adanya ungkapan anti kolonialisme disini dikarenakan karena pada saat itu Indonesia telah berdaulat atau merdeka. Situasi kemudian kembali lagi menjadi tegang lagi ketika adanya pergolakan yang terjadi diakibatkan oleh adanya revolusi yang terjadi dan lebih lagi adanya pemberontakan oleh DI/TII[2] pada saat itu warga Gereja kembali bersikap dilemma, namun para penginjil tidak membatasi waraga Gereja dalam menghadapi hal ini para pemimpin Gereja bekerja sama pula dengan berebagai organisasi di Toraja baiak dengan kalangan pemuda mauapun juga hubungan dengan para partai Politik yang ada pada saat itu misalnya dibentuknya PARKINDO. Pada zaman ini banyak orang Kristen yang semena-mena dituduh sebagai mata-mata Belanda lalu ditangkap dan dibunuh atas nama perjuangan. Sejumlah tokoh Kristen terbunuh, di antaranya Ds. J. Tappi’, Ds. S.Z. Tawaluyan, guru Injil Baso’, guru Nanlohy. Pemuda-pemuda Kristen, yang al. berasal dari Rongkong-Seko, di kalangan laskar Pemuda Pejuang itu, tidak berdaya mencegah pembunuhan-pembunuhan keji atas nama perjuangan itu
Dibidang agama seendiri Gereja Toraja pada periode ini mau tidak mau sudah harus bersikapamandiri dikarenakan ditariknya kembali para zending yang bertugas diIndonesia khussnya di Toraja karena Indonesia telah merdeka pada saat itu. Hal ini suatu masalah juga bagi Gereja Toraja karena sebelum-sebelumnya para zendeling dan pelayan/pendeta-pendeta digaji oleh Lembaga GZB sendiri, namun kini harus bukan GZB lagi tetapi Gereja Toraja sendiri. Disini dapat dikatakan bahwa awal pertumbuhan Gereja Toraja secara mandiri dimulai ditahap ini. Persiapan dimulai dari masalah ditahannya beberapa Zendeling oleh Tentara Jepang masuk di Indonesia. Banyak bagian Pelayanan yang terpaksa atau diberikan kepada para Pendeta Gereja Toraja. Dan setelah mereka dikembalikan ke Rantepao sebab telah terjadi perubahan lagi di Indonesia, mereka bergegas untuk memandirikan Gereja Toraja. Hal itu didahului dengan persiapan Aturan Gereja Toraja oleh para zendeling. Sidang Majelis Am Gereja Toraja diadakan pada tanggal 25 - 28 Maret 1947 di Rantepao. Nama Gereja Toraja dan Aturan Gereja Toraja disahkan pada Tanggal 20 Juni 1947 oleh GZB. Mengenai nama Gereja Toraja memiliki beberapa calon nama untuk Gereja Toraja pada saat itu antara lain: Gereja Kristen Toraja, dan berbagai nama lain lagi nanti di Sidang Sinode Am (SSA) I baru ditentukan dan secara resmi dirtetapkan pada SSA IV tahun 1953[3].
3.      Zaman Orde Baru ( 1967- 1998 )
Pada zaman pergulatan politik, social dan agama  di Toraja dipengaruhi oleh persitiwa-peristiwa yang tragis misalnya G 30S PKI dan bahkan dalam masa ini ada perubahan kekuasaan terjadi dikalangan Indonesia yakni Soeharto menggantikan Ir. Soekarno sebagai presiden. Pada saat itu pula warga Gereja Toraja sendiri ada yang bergabung dalam aliran komunis sendiri dan adapula yang netral, mereka bergabung melalui melalui BarisanTani Indonesia, Pemuda Rakyat, Lembaga Kebudayaan Rakyat.  Pada saat ini pula Gereja Toraja menganut  sistem pemerintahan Gerejawi yang sudah disepakati, yakni sistem pemerintahan Gerejawi presbiterial-sinodal.[4] Terpilihlah tiga pejabat utama, yaitu Ds. D.J.van Dijk sebagai Ketua, Ds. P.S. Palisungan sebagai Sekretaris, yang berfungsi sebagai moderamen. Berikut bukti sebuah perkembangan Gereja Toraja pada periode ini:
Pada tahun 1970 Gereja Toraja telah memiliki 32 klasis, 359 jemaat, dan 218 tempat kebaktian. Wilayah pelayanannya ada 4, yaitu Wilayah I Luwu’, wilayah II Rantepao, wilayah III Makale, dan wilayah IV (wilayah di luar Luwu’ dan Tana Toraja) yang meliputi klasis-klasis Makassar, Pare-Pare, Bone, dan Klasis Seko-Omu di Sulawesi Tengah yang memiliki 15 jemaat. Jumlah anggota Gereja Toraja pada tahun 1970 mencapai 172.392 orang. Itu berarti bahwa pertambahan jumlah anggota Gereja Toraja sejak tahun 1947 sampai tahun 1970 mencapai hampir empat kali lipat, yaitu dari jumlah 45.000 pada tahun 1945 menjadi 172.392 orang pada tahun 1970.[5]

Pertambahan jumlah orang yang memilih masuk Kristen dan menjadi anggota Gereja Toraja yang demikian spektakuler itu menurut Dr. Th. Kobong lebih disebabkan oleh faktor-faktor etnis kultural dari pada faktor-faktor religius.[6] Menurutnya, faktor etnis itu ialah
a.       Di dalam Kekristenan identitas budaya terlihat lebih terjamin daripada di dalam Islam.
b.      Sikap positif Gereja Toraja terhadap kebudayaan, teristimewa upacara-upacara adat.
c.       Rasa persekutuan tercermin di dalam jemaat.
d.      Orang berpendapat bahwa dalam kehidupan sehari-hari tidak terlihat perbedaan-perbedaan yang besar antara Kekristenan dan Aluk Todolo.
4.      Zaman Reformasi ( 1998- sampai sekarang)
Pada zaman ini boleh dikata Gereja sudah tidak mendapat tantangan yang setragis dalam beberapa periode sebelumnya. Pada zaman ini Gereja Toraja memikirkan lebih jauh mengenai pelayanannya, tata dan pengakuannya serta membenahi beberapa komponen dan bidang-bidangnya dalam perkembangan misi pekabaran injil ditengan masa demokrasi. Perkembangan itu sangat nyata dalam perkembangan Gereja Toraja dalam kaitannya dengan pendidikan misalnya mulai didirikan STT Rantepao yang kemudian menjadi STAKN Toraja pada tahun 2004 dan sampai sekarang, serta mendirikan PGA (Institut Teologia Tangmentoe) dan beberapa Yayasan yang merupakan milik Gerja Toraja sendiri. Dalam kaitannya dengan struktur dan berbagai aspek Gereja Toraja sendiri mulai terus berkembang misalnya terus diadakan dalam berbagai SSA yang sampai pada saat ini telah diadakan  SSA XXIV. Hal ini bukan berarti bahwa Gereja Toraja sudah sampai pada Gereja yang sudah permanen dalam hal ajaran dan pergumulannya dengan masalah adat,social dan politik tetapi Gereja Toraja terus berkembang dan mengevaluasinya dalam berbagai kegiatan dan wadah-wadah tertentu.
C.     ANALISIS
Sungguh dari benih yang telah ditaburkan oleh GZB sekarang telah berbuah dan menjadi sukacita yang sangat berdampak bagi semua masyrakat Toraja yang ada di Toraja maupun yang ada dalam perantauan. Analisis saya dalam melihat berbagai pergumulan Gereja Toraja dalam beberapa pembagaian periode dan sekaligus menjadi evaluasi tersendiri bagi pembaca yaitu:
1.      Kadang gerja hidup menjadi boneka yang diremot oleh pemerintah/ hidup dibawah ketiak penguasa
2.      Upaya Gereja dalam kontekstualisasi masih minim, nanti setelah Van der Veen dengan terjemahan Alkitab bahsa Toraja/ Soera’ Madatoe dan adanya arsitektur bangunan Gereja Toraja yang berbentuk rumah tongkonan barulah kemudian dapat dilihat upaya kontekstualisasi.
3.      Gereja Toraja sekalipin menghadapi pergumulan/pergolakn yang cukup tragis namun hal ini menurut saya membvuat Gereja Toraja dalam kedewasaan yang sangat cepat. Hal ini nyata dalam upaya pemberian upah/insentif bagi para pelayan Gereja Toraja.
4.      Gereja Toraja masih minim dalam upaya kesejahteraan umatnya dalam hal ini sampai saat ini banyak Gereja Toraja yang sangat membutuhkan Pelayan. Hal ini kita mau melihat kembali kinerja empat pendeta pertama yakni P. Sangka Palisungan, Sampe Tondok Lande, Joesoef (Yusuf) Tappi’ dan Yesaya Sumbung.
D.    REFLEKSI
Refleksi dari sejarah tersebut ialah upaya atau usaha para zending  dan para pendeta dalam meperjuangkan Injil di Toraja ini sangatlah berharga, karena itu feedback dari kita sekarang yang boleh dikata penikmat Injil yang sangat dibutuhkan. Jika Yusuf Tappi’ misalnya dibunuh oleh DI/TII pada saat itu hanya karena Injil bagaimana dengan kehidupan kita sekarang adakah upaya yang telah kita lakukan sebagai ucapan terima kasih kita dan syukur kita kepada-Nya. Sayangnya yang menjadi evaluasi kita adalah untuk bersekutu saja dalam Gereja yang sudah sanga nyaman bebas dari pemberontah/penjajah kita masih malas. Semoga saja dengan melihat karya mereka dalam imannya dalam Yesus Kristus kita terdorong untuk semakin bertumbuh pula dalam iman kita.
E.     KESIMPULAN
Sejarah selalu jujur dan tidak menyembunyikan negative dan positifnya karena itu yang baik dalam sejarah Gereja Toraja mari kembangkan dan yang negative mari kiita perbaiki, terlebih dalam kaitannya dengan berbagi bidang dalam pemerintahan baik ekonmi, sosiala, politik dan masih banyak lagi. Dalam kaitan dengan zending dan para pendeta mari tumbuhkan semangat untuk melayani bukan terdorong oleh semanagt kolonialisme tetapi post kolonialisme kita harusnya menjadi neo-zending ditengah era post millennium pada saat ini. Suatu kombinasi kalimat dan yang menjadi judul buku dalam sejarah Gereja Toraja untuk kita renungkan dan refleksikan yaitu. Mari kita Menjembatani Jurang Dan Menembus Batas untuk “Mencontohi Iman Mereka”.


[1] Seminar Teologi, Sejarah Perkembangan Gereja Toraja Dalam observasi dan kajian empiris, Tangmentoe tahun 2014

[2] Bert Tallulembang, Reinterpretasi & Reaktuliasai Budaya Toraja,(Yogyakarta, Penerbit Gunung Sopai:
2012), 21
[3]  Institut Gereja Toraja, Draft Sejarah Gereja Toraja 1913-2013, Tahun 2014

[4]Zakaria Ngelow, Sistem presbiterial-sinodal merupakan tradisi Kalvinis yang diwarisi dari Gereja Belanda: jemaat dipimpin bersama oleh para pejabat Gereja (Yun presbuter, yakni pendeta, penatua, diaken) sebagai Majelis Jemaat, dan bersama-sama seluruh jemaat yang tergabung dalam satu Gereja bersepakat berjalan bersama (Yun sunodoj) , yakni tunduk pada keputusan bersama yang diputuskan di persidangan yang lebih luas, yakni persidangan klasis atau persidangan sinode. Dalam kalangan Kalvinis presbiterian (Anglo-Sakson) Gereja-Gereja presbiterian mengembangkan kepemimpinan pada lingkup klasis (presbitery), bukan di lingkup jemaat.
[5] Benih Yang Tumbuh VI (hh. 102-111)
[6] Th. Kobong, Injil dan Tongkonan (Jakarta BPK Gunung Mulia: 2010),  259.