BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Berdirinya suatu Gereja yang kita
tempati untuk bersekutu saat ini tidak lepas dari perjalanan hidup dimasa lalu.
Perjalanan dimasa lalu baik itu buruk maupun baik tidak bias dilepaskan dari
apa yang dinikmati pada saat ini sebagai hasil pekerjaan dan jasa para
pendahulu yang mengorbankan waktu tenaga dan bahkan nyawanya dalam misi
pekabaran injil itu sendiri. Sejarah Gereja-Gereja di Indonesia merupakan salah
satu bagian dari hal tersebut.
Para Zendeling yang datang ke Indonesia datang
dalam utusan berbagai lembaga Zending ke Indonesia merupakan suatu alas an
dasar terbentuknya berbagai Gereja-Gereja di Indonesia. Demikian pula halnya
berbagai denominasi yang ada di Indonesia merupakan hasil dari
bermacam-macamnya lembaga zending yang datang di Indonesia. Misalnya CAMA dari
Amerika serikat yang kemudian menyebar di Indonesia yang sekarang kita kenal
dengan Kemah Injil atau bahkan KIBAID, adapula RMG yang menghasilkan HKBP dan
GKE, NGZV menghasilkan GKJ(1867) dan GKS (1889), NZV menghasilkan GKP (1862) dan Gepsultra (1915), GZB menghasilkan GT pada tahun 1913. Lembaga misi yang akan
dibahas lebih lanjut dalam makalah ini ialah Gereformeerde Zendings Boond (GZB) yang menghasilkan
Gereja Toraja (GT) pada tahun 1913.
Perjalanan GZB
di sekitar Indonesia lebih banyak di sekitar Sulawesi khususnya di sekitar Toraja
(daerah yang masuk Toraja pada saman dahulu ialah dari Saalubarani sampai
Gorontalo). Adapun tokoh yang mempelopori perjalanan sejarah Gerja Toraja di
Indonesua ini adalah A.A van de Loosdrecht. Entunya
ia tidak sendirian saja namun hal ini
diakibatkan karena dia yang cukup terkenal dalam perjalanan misinya dalam
sejarah Gereja di Indonesia khususnya dalam lembaga GZB yang menghasilkan
sebuiah Gereja yaitu Gereja Toraja. Hal inilah yang akan dibahas lebih lanjut
dlaam makah ini menegnai apa, bagaimana dan siapa saja yang bereperan dalam
sejarah Gereja Toraja dari zaman para sending dan bahkan sampai pada masa
sekarang ini.
B.
Rumusan
Bertolak dari latar belakang diatas maka
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini ialah apa dan bagaimana perjalanan Gereja Toraja
dalam Sejarah Gereja Indonesia.
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan uraian masalah diatas maka
tujuan makalah ni ialah untuk melihat bahkan analisis dan evaluasi terhadap
perjalanan Gereja Toraja dalam kaitannya dengan Sejarah Gereja Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Lembaga
Pekabaran Injil yang Masuk ke Toraja
Sebelum
Gerefomeerd Zendings Bond ( GZB ) yaitu badan Zending yang memberitakan Injil
di Toraja, Pemerintah kolonial Belanda sudah menguasai Tana Toraja. Tana Toraja
yang dimaksudkan di sini adalah daerah yang didiami oleh suku Toraja. Daerah
ini biasa juga dikenal dengan nama Toraja tae’ untuk membedakan Toraja Baree’
yaitu daerah Tentena dan sekitarnya. Biasa juga Toraja Tae’ dikenal dengan nama
Toraja Sa’dan. Kedatangan kolonial Belanda di daerah Tana Toraja awalnya
mengalami perlawanan dari masyarakat. Tampil beberapa tokoh masyarakat seperti
Pongtiku misalnya dan masih banyak lagi.. Perlawanan Pongtiku ini tidak mudah dipadamkan oleh
Pemerintah Kolonial Belanda Setelah daerah Luwu dan Toraja ditaklukkan melalui
operasi militer kolonial, pemerintah kolonial mendorong badan zending untuk
bekerja di kalangan penduduk asli yang masih menganut agama sukunya. Ds. R.W.F.
Kijftenbelt dari GPI di Makassar berinisiatif untuk bekerja di Toraja. Pada tahun
1912 GPI mulai pekerjaan penginjilan di wilayah Makale. Segera juga
didirikannya sekolah –sekolah. Sampai tahun 1915 ada 9 sekolah didirikan,
masing-maing di Rembon, Batualu, Buakayu, Simbuang, Leatung, Randanan, Mebali,
Gandangbatu, dan Rano. Seorang banggota
GPI juga yang datang ke Tana Toraja yaitu Zendeling J.
Kelling.
Gereformeerde
Zendingsbond adalah lembaga zending Belanda. Lembaga ini didirikan pada tahun
1901 di Utrecht oleh penganut aliran Gereformeerd yang masih tetap tinggal di
dalam Hervormde Kerk, yang pada waktu
itu merupakan Gereja negara. Mereka tidak ikut keluar mengikuti gerakan yang
dinamakan Doleansi di bawah pimpinan Abraham Kuyper. Mereka mendirikan lembaga
zending sendiri karena tidak cukup mempercayai lembaga-lembaga pekabaran Injil
yang datang ke Indonesia dan lembaga Pekabaran Injil yang terdapat dalam
lingkungan Hervormde Kerk, seperti
UZV, NZV, dan lain-lain walau juga tidak hendak menyaingi mereka. GZB ini
merumuskan suatu Anggran Dasar yang membedakannya dari lembaga-lembaga lainnya
dalam NHK (Nederlandse Hervormde Kerk).
Asasnya yang paling mendasar dirumuskan dalam pasal 4, yang berbunyi:
“Perhimpunan bertolak dari asas, yaitu bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang
tidak dapat sesat, yang di dalamnya tercantum segenap putusan Allah.
B.
Periodesasi
Sejarah Gereja Toraja
1. Zaman
Zending Atau Zaman Revolusi ( 1913 –
1945 )
Kedatangan Kolonialisme Belanda ke Indonesia mendapat perlawanan dari masyarakat
Toraja. Sekalipun
perlawanan masyarakat Toraja dapat dipadamkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda,
tapi semangat patriotisme masyarakat Toraja tidak padam. Ketika GZB mengirim Zendeling pertama
yaitu Antonie Aris van de Loosdrecht sekalipun beliau diutus untuk memberitakan
Injil, masyarakat Toraja melihat dia
sebagai orang Belanda maka dia bagian dari Pemerintah Kolonial Belanda. Kondisi
ini, satu sisi dapat menguntungkan pekerjaan pekabaran Injil, di sisi lain
dapat menjadi penghambat dalam interaksi di
dalam masyarakat karena dilihat sebagai penjajh.
Pekerjaan pemberitaan Injil dapat dikatakan berjalan baik, karena kebijaksanaan
yang diambil AA Van de Loosdrecht dengan membuka sekolah bekerjasama dengan
para pemimpin masyrakat yaitu Toparenge’. Sekalipun ada relasi yang baik
terjadi antara AA van
de Loosdrecht dengan pemerintah, namun posisinya sebagai
orang Belanda kadang menjadi kendala, karena dilihat sebagai bagian dari
penjajah. Terbukti beliau menjadi Korban pembunuhan dari sekelompok anggota
masyarakat di Bori’, bukan karena sebagi pendeta atau pekhabar Injil, tetapi
dilihat sebagai orang Belanda bagian dari penjaja. Pongmasangka sebagai
pimimpin masyarakat membunuh AA Van de Loosdrecht didorong
sikap patriotisme cinta Tanah air tidak senang diperintah oleh orang asing dan
bukan karena beliau penginjil. Pasca kematian AA Van de Loosdrecht tidak
membuat surut semangat penginjilan dari GZB, melainkan semakin ditingkatkan
dengan mengirim lebih banyak Zendeling antara lain H. Pol ke Resoort Sangalla,
Makale. D J Van Dijk ke
Resoort Rantepao, Heusden Resoort Palopo dan Van Weerden ke Resort Rongkong/
Seko. Dengan bertambahnya tenaga Zendeling, maka penginjilan semakin
berkembang. Di mana-mana berdiri jemaat di keempat Resoort. Dengan berdirinya
jemaat-jemaat sikap politik Gereja secara instusi tidak jelas, namun selalu
dekat dengan penguasa yaitu pemerintah Kolonial Belanda.
Ketika terjadi perubahan politik Jepang
mengalahkan tentara sekutu, maka pemerintah Kolonial Belanda di Nusantara
diganti Jepang. Pada masa pemerintahan Jepang Jemaat-jemaat yang sudah berdiri
sebagai hasil pekerjaan Tuhan melalui GZB mengalami kesulitan, karena Jepang
memihak kepada Islam untuk mengambil hati masyarakat Nusantara. Masyarakat
Islam meresa dianak tirikan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Salah satu
masalah bagi Gereja Toraja adalah larangan mempergunakan sekolah sebagai tempat
beribadah. Dengan kata lain bahwa ada berbagai masalah yang menjadi tantnagan Gereja
Toraja pada saat iu dalam berbgai bidang dalam kehidupan berGereja masyrakata Toraja
yaitu masalah di bidang politik, agama, adat istiadat dan berbagai masalah
lainnya lagi. Tgl
13 Maret 1942 diadakanlah pertemuan 4 orang pendeta dan seorang Kepala RS Elim
yang diwakili F.Ba'siang. Perkumpulan membicarakan masalah keuangan terutama
karena para zendeling ditawan Jepang pada waktu itu. Disinilah titik awal
pertumbuhan Gereja Toraja diakibatkan karena adanya perubahan kekuasaan di Toraja
yaitu Jepang menggantikan Belanda.
Adapun tokoh-tokoh yang datang dalam periode
ini ialah H. Van der Veen, A.A van de Losdrecht,
J. Belksma, Pieter Zijlstra,
Dirk Jan van Dijk,
Hendrik Cornelis Heusdens, Herman Pol, Harm
Jan van Weerden, Jacoba Maria Eggink, Jouke Johannes Joachim Goslinga, Hendrik
van der Veen. Beberapa tokoh tersebut merupakan utusan GZB
yang datang ke Toraja dan adapula yang bekerja di luar Toraja dalam perjalannan
misi GZB di Toraja. Beberapa tokoh ini tidak semua merupakan orang yang hanya
beregerak dibidang penginjilan atau khususnya ppada agama namun mereka ada yang
menggerakkan misi Kristen di bidang pendidikan dan kesehatan. Strategi yang
mereka gunakan sangatlah berbeda-beda namun ada tujuan yang agaknya sama yakni
mengabarkan kabar sukacita atau injil di Tana Toraja[1].
2. Zaman
Orde Lama ( 1945- 1967 )
Pada saman
ini Gereja Toraja kembali lagi memiliki
permasalahan dalam berbagai bidang-bidang dalam perjalanan sejarahnya, misalnya
di bidang politik adanya sikap dilematis menghadapi kolonialisme yang masih ada
di Tana Toraja. Hal ini dikarenakan penginjil yang semuanya adalah orang
Belanda disisi lain warga Gereja Toraja adalah anti penjajah/kolonialisme pada
saat itu. Adanya ungkapan anti kolonialisme disini dikarenakan karena pada saat
itu Indonesia telah berdaulat atau merdeka. Situasi kemudian kembali lagi
menjadi tegang lagi ketika adanya pergolakan yang terjadi diakibatkan oleh
adanya revolusi yang terjadi dan lebih lagi adanya pemberontakan oleh DI/TII[2]
pada saat itu warga Gereja kembali bersikap dilemma, namun para penginjil tidak
membatasi waraga Gereja dalam menghadapi hal ini para pemimpin Gereja bekerja
sama pula dengan berebagai organisasi di Toraja baiak dengan kalangan pemuda
mauapun juga hubungan dengan para partai Politik yang ada pada saat itu
misalnya dibentuknya PARKINDO. Pada zaman ini banyak orang Kristen yang semena-mena dituduh sebagai
mata-mata Belanda lalu ditangkap dan dibunuh atas nama perjuangan. Sejumlah
tokoh Kristen terbunuh, di antaranya Ds. J. Tappi’, Ds. S.Z. Tawaluyan, guru
Injil Baso’, guru Nanlohy. Pemuda-pemuda Kristen, yang al. berasal dari
Rongkong-Seko, di kalangan laskar Pemuda Pejuang itu, tidak berdaya mencegah
pembunuhan-pembunuhan keji atas nama perjuangan itu
Dibidang agama
seendiri Gereja Toraja pada periode ini mau tidak mau sudah harus
bersikapamandiri dikarenakan ditariknya kembali para zending yang bertugas
diIndonesia khussnya di Toraja karena Indonesia telah merdeka pada saat itu.
Hal ini suatu masalah juga bagi Gereja Toraja karena sebelum-sebelumnya para
zendeling dan pelayan/pendeta-pendeta digaji oleh Lembaga GZB sendiri, namun
kini harus bukan GZB lagi tetapi Gereja Toraja sendiri. Disini dapat dikatakan
bahwa awal pertumbuhan Gereja Toraja secara mandiri dimulai ditahap ini. Persiapan
dimulai dari masalah ditahannya beberapa Zendeling oleh Tentara Jepang masuk di
Indonesia. Banyak bagian Pelayanan yang terpaksa atau diberikan kepada para
Pendeta Gereja Toraja. Dan setelah mereka dikembalikan ke Rantepao sebab telah
terjadi perubahan lagi di Indonesia, mereka bergegas untuk memandirikan Gereja Toraja.
Hal itu didahului dengan persiapan Aturan Gereja Toraja oleh para zendeling.
Sidang Majelis Am Gereja Toraja diadakan pada tanggal 25 - 28 Maret 1947 di
Rantepao. Nama Gereja Toraja dan Aturan Gereja Toraja disahkan pada Tanggal 20
Juni 1947 oleh GZB. Mengenai nama Gereja Toraja memiliki beberapa calon nama
untuk Gereja Toraja pada saat itu antara lain: Gereja Kristen Toraja, dan
berbagai nama lain lagi nanti di Sidang Sinode Am (SSA) I baru ditentukan dan
secara resmi dirtetapkan pada SSA IV tahun 1953[3].
3. Zaman
Orde Baru ( 1967- 1998 )
Pada zaman pergulatan politik, social dan agama di Toraja dipengaruhi oleh
persitiwa-peristiwa yang tragis misalnya G 30S PKI dan bahkan dalam masa ini
ada perubahan kekuasaan terjadi dikalangan Indonesia yakni Soeharto
menggantikan Ir. Soekarno sebagai presiden. Pada saat itu pula warga Gereja Toraja
sendiri ada yang bergabung dalam aliran komunis sendiri dan adapula yang netral,
mereka bergabung melalui melalui
BarisanTani Indonesia, Pemuda Rakyat, Lembaga Kebudayaan Rakyat. Pada saat ini
pula Gereja Toraja menganut sistem pemerintahan Gerejawi yang sudah
disepakati, yakni sistem pemerintahan Gerejawi presbiterial-sinodal.[4]
Terpilihlah tiga pejabat utama, yaitu Ds.
D.J.van Dijk sebagai Ketua, Ds. P.S. Palisungan sebagai Sekretaris, yang
berfungsi sebagai moderamen. Berikut
bukti sebuah perkembangan Gereja Toraja pada periode ini:
Pada
tahun 1970 Gereja Toraja telah memiliki 32 klasis, 359 jemaat, dan 218 tempat
kebaktian. Wilayah pelayanannya ada 4, yaitu Wilayah I Luwu’, wilayah II
Rantepao, wilayah III Makale, dan wilayah IV (wilayah di luar Luwu’ dan Tana Toraja)
yang meliputi klasis-klasis Makassar, Pare-Pare, Bone, dan Klasis Seko-Omu di
Sulawesi Tengah yang memiliki 15 jemaat. Jumlah anggota Gereja Toraja pada
tahun 1970 mencapai 172.392 orang. Itu berarti bahwa pertambahan jumlah anggota
Gereja Toraja sejak tahun 1947 sampai tahun 1970 mencapai hampir empat kali
lipat, yaitu dari jumlah 45.000 pada tahun 1945 menjadi 172.392 orang pada
tahun 1970.[5]
Pertambahan jumlah orang yang memilih masuk Kristen
dan menjadi anggota Gereja Toraja yang demikian spektakuler itu menurut Dr. Th.
Kobong lebih disebabkan oleh faktor-faktor etnis kultural dari pada
faktor-faktor religius.[6]
Menurutnya, faktor etnis itu ialah
a. Di dalam Kekristenan identitas budaya terlihat lebih
terjamin daripada di dalam Islam.
b. Sikap positif Gereja Toraja terhadap kebudayaan,
teristimewa upacara-upacara adat.
c. Rasa persekutuan tercermin di dalam jemaat.
d.
Orang
berpendapat bahwa dalam kehidupan sehari-hari tidak terlihat
perbedaan-perbedaan yang besar antara Kekristenan dan Aluk Todolo.
4. Zaman
Reformasi ( 1998- sampai sekarang)
Pada zaman ini boleh dikata Gereja sudah tidak
mendapat tantangan yang setragis dalam beberapa periode sebelumnya. Pada zaman
ini Gereja Toraja memikirkan lebih jauh mengenai pelayanannya, tata dan
pengakuannya serta membenahi beberapa komponen dan bidang-bidangnya dalam
perkembangan misi pekabaran injil ditengan masa demokrasi. Perkembangan itu
sangat nyata dalam perkembangan Gereja Toraja dalam kaitannya dengan pendidikan
misalnya mulai didirikan STT Rantepao yang kemudian menjadi STAKN Toraja pada
tahun 2004 dan sampai sekarang, serta mendirikan PGA (Institut Teologia
Tangmentoe) dan beberapa Yayasan yang merupakan milik Gerja Toraja sendiri.
Dalam kaitannya dengan struktur dan berbagai aspek Gereja Toraja sendiri mulai
terus berkembang misalnya terus diadakan dalam berbagai SSA yang sampai pada
saat ini telah diadakan SSA XXIV. Hal
ini bukan berarti bahwa Gereja Toraja sudah sampai pada Gereja yang sudah
permanen dalam hal ajaran dan pergumulannya dengan masalah adat,social dan
politik tetapi Gereja Toraja terus berkembang dan mengevaluasinya dalam
berbagai kegiatan dan wadah-wadah tertentu.
C. ANALISIS
Sungguh dari benih yang telah
ditaburkan oleh GZB sekarang telah berbuah dan menjadi sukacita yang sangat
berdampak bagi semua masyrakat Toraja yang ada di Toraja maupun yang ada dalam
perantauan. Analisis saya dalam melihat berbagai pergumulan Gereja Toraja dalam
beberapa pembagaian periode dan sekaligus menjadi evaluasi tersendiri bagi
pembaca yaitu:
1. Kadang
gerja hidup menjadi boneka yang diremot oleh pemerintah/ hidup dibawah ketiak
penguasa
2. Upaya
Gereja dalam kontekstualisasi masih minim, nanti setelah Van der Veen dengan
terjemahan Alkitab bahsa Toraja/ Soera’ Madatoe dan adanya arsitektur bangunan Gereja
Toraja yang berbentuk rumah tongkonan barulah kemudian dapat dilihat upaya
kontekstualisasi.
3. Gereja
Toraja sekalipin menghadapi pergumulan/pergolakn yang cukup tragis namun hal
ini menurut saya membvuat Gereja Toraja dalam kedewasaan yang sangat cepat. Hal
ini nyata dalam upaya pemberian upah/insentif bagi para pelayan Gereja Toraja.
4. Gereja
Toraja masih minim dalam upaya kesejahteraan umatnya dalam hal ini sampai saat
ini banyak Gereja Toraja yang sangat membutuhkan Pelayan. Hal ini kita mau
melihat kembali kinerja empat pendeta pertama yakni P. Sangka Palisungan, Sampe Tondok Lande, Joesoef (Yusuf)
Tappi’ dan Yesaya Sumbung.
D. REFLEKSI
Refleksi dari sejarah tersebut ialah
upaya atau usaha para zending dan para
pendeta dalam meperjuangkan Injil di Toraja ini sangatlah berharga, karena itu
feedback dari kita sekarang yang boleh dikata penikmat Injil yang sangat
dibutuhkan. Jika Yusuf Tappi’ misalnya dibunuh oleh DI/TII pada saat itu hanya
karena Injil bagaimana dengan kehidupan kita sekarang adakah upaya yang telah
kita lakukan sebagai ucapan terima kasih kita dan syukur kita kepada-Nya.
Sayangnya yang menjadi evaluasi kita adalah untuk bersekutu saja dalam Gereja
yang sudah sanga nyaman bebas dari pemberontah/penjajah kita masih malas.
Semoga saja dengan melihat karya mereka dalam imannya dalam Yesus Kristus kita
terdorong untuk semakin bertumbuh pula dalam iman kita.
E. KESIMPULAN
Sejarah selalu jujur dan tidak
menyembunyikan negative dan positifnya karena itu yang baik dalam sejarah
Gereja Toraja mari kembangkan dan yang negative mari kiita perbaiki, terlebih
dalam kaitannya dengan berbagi bidang dalam pemerintahan baik ekonmi, sosiala,
politik dan masih banyak lagi. Dalam kaitan dengan zending dan para pendeta
mari tumbuhkan semangat untuk melayani bukan terdorong oleh semanagt
kolonialisme tetapi post kolonialisme kita harusnya menjadi neo-zending
ditengah era post millennium pada saat ini. Suatu kombinasi kalimat dan yang
menjadi judul buku dalam sejarah Gereja Toraja untuk kita renungkan dan
refleksikan yaitu. Mari kita Menjembatani Jurang Dan Menembus Batas untuk
“Mencontohi Iman Mereka”.
[1]
Seminar Teologi, Sejarah Perkembangan
Gereja Toraja Dalam observasi dan kajian empiris, Tangmentoe tahun 2014
[2]
Bert Tallulembang, Reinterpretasi &
Reaktuliasai Budaya Toraja,(Yogyakarta, Penerbit Gunung Sopai:
2012), 21
[4]Zakaria Ngelow, Sistem presbiterial-sinodal merupakan tradisi
Kalvinis yang diwarisi dari Gereja Belanda: jemaat dipimpin bersama oleh para
pejabat Gereja (Yun presbuter, yakni pendeta,
penatua, diaken) sebagai Majelis Jemaat, dan bersama-sama seluruh jemaat yang
tergabung dalam satu Gereja bersepakat berjalan bersama (Yun sun’odoj) , yakni tunduk pada keputusan bersama yang diputuskan di persidangan yang
lebih luas, yakni persidangan klasis atau persidangan sinode. Dalam kalangan
Kalvinis presbiterian (Anglo-Sakson) Gereja-Gereja presbiterian mengembangkan
kepemimpinan pada lingkup klasis (presbitery), bukan di lingkup jemaat.
Makasih broo
ReplyDeletemakalahnya sangat membantu kak, tapi sebelum upload, filenya diperiksa kembali yah, banyak typo d dalam .. hehehe tetap jadi berkat bagi org lain kak..
ReplyDelete