Tuesday, April 23, 2019

Kisah sukses Heinrich Nestle

Kisah sukses Heinrich Nestle 
LONDONG TORAYA


 Heinrich Nestlé (lahir dengan nama Heinrich Nestle di Frankfurt am Main, Jerman, 10 Agustus 1814 – meninggal di Vaud, Swiss, 7 Juli 1890 pada umur 75 tahun) adalah pendiri Nestlé S.A., perusahaan makanan dan minuman terbesar di dunia, serta salah satu pencipta utama cokelat susu.
Sebelum Nestlé mencapai usia 20 tahun pada 1836, ia telah menyelesaikan masa magangnya selama empat tahun dengan J. E. Stein, seorang pemilik perusahaan farmasi. Pada akhir 1839, ia resmi diberikan hak untuk melakukan percobaan-percobaan kimia, membuat obat-obatan berdasarkan resep, dan menjual obat. Pada masa ini, ia mengganti namanya menjadi Henri Nestlé agar lebih cocok dengan kondisi sosialnya yang baru di Vevey, Swiss.
Pada 1843, Henri Nestlé membeli salah satu industri yang paling progresif dan lincah di region itu pada masa tersebut, yang memproduksi rapeseed. Ia juga terlibat dalam produksi minyak kacang (digunakan sebagai bahan bakar lampu minyak), minuman keras, rum, absinth dan cuka. Ia juga mulai memproduksi dan menjual air mineral bergas dan lemonade, meskipun pada tahun-tahun krisis dari 1845 hingga 1847 Nestlé menghentikan produksi air mineralnya. Pada 1857 ia mulai berkonsentrasi pada penyalaan lampu gas dan pupuk.
Tidak jelas kapan Henri Nestlé mulai mengerjakan proyek susu bayi, namun minatnya didorong oleh sejumlah faktor:
  • Tingginya tingkat kematian dalam keluarganya. Setengah dari 14 anak meninggal dunia sebelum mencapai usia dewasa.
  • Latar belakangnya sebagai seorang asisten ahli farmasi.
  • Istrinya yang tahu benar tentang kematian balita karena ayahnya seorang dokter yang banyak membantu orang miskin.
Henri Nestlé mencampurkan susu sapi dengan tepung gandum dan gula untuk menghasilkan substistusi susu ibu bagi anak-anak yang tidak dapat disusui. Selain itu, Henri Nestlé dan Jean Balthasar Schnetzler, sahabatnya dan seorang ilmuwan dalam nutrisi manusia, menyingkirkan asam dan kanji dari tepung gandum karena bayi sulit mencernanya. Produk ini dapat dipersiapkan hanya dengan menambahkan air dan dianggap sebagai makanan bayi pertama. Orang dengan segera mengakui nilai produk yang baru ini, dan segera, Farine Lactée Henri Nestlé (Tepung Susu Henri Nestlé dalam bahasa Perancis) dijual di berbagai bagian Eropa. Pada 1870-an, Makanan bayi Nestle, yang dibuat dari malt, susu sapi, gula, dan tepung gandum, dijual di AS dengan harga $0,50 per botol.

Benda-Benda Pusaka Yang Pernah Ada Di Toraja



Benda-Benda Pusaka Di Toraja
       Tak dipungkiri lagi,Tana Toraja memiliki segudang misteri. Bukan hanya objek wisata,jimat, mitos tetapi juga ada benda-benda keramat DI bumi Lakipadada ini. Penasaran seperti apa benda tersebut, mari kita simak satu per satu :
1.Bate Manurun yaitu sebuah panji berupa kain batik yang ditengahnya ada gambar burung Garuda dimana pemiliknya akan mendapatkan keberuntungan .Di tempat lain ,ada pula Bate Manurun yang tidak bisa dibuka dari tempatnya tanpa mengadakan persembahan seekor anak ayam Jantan Sella’ (Ayam jantan berbulu merah dan berkaki putih).Apabila dibuka sembarangan akanmenimbulkan angin puyuh yang membinasakan.Tidak boleh pula dilangkahi hewan atau manusia .Benda ini digunakan sebagai pelindung desa dengan mengadakan angin puyuh jika ada musuh yang hendak menyerang.


2.Pongollong yaitu sebuah parang yang dimiliki Tongkonan Pong Pippa di Tabang (Sesean)dimana parang ini bisa terhunus sendiri apabila ada bahaya yang mengancam

3.To Sawittoyaitu sejenis parang/pedangmilik tongkonan Simbuang tetapi sarungnya ada di Sawitto( Pinrang).Parang ini adalah tanda perjanjian damai antara rakyat Simbuang dengan Sawitto dimana jika ada yang melanggarnya akan terkutuk seumur hidup
4.Kandaure yaitu sejenis perhiasanyang terbuat dari macam-macam manik.Manik-manik tersebut diuntai menurut daya cipta tertentu sehingga menyerupai alat yang menyerupai corong disertai gambar dan ukiran-ukiran.Pinggirnya berumbai panjang dengan aneka ragam manik-manik yang teruntai rapi pada tali.Kandaure biasa dipakai wanita pada pesta keramaian,atau perhiasa pada pesta orang mati.Benda ini dipercayai mendatangkan berkat bagi pemiliknya dan juga bisa mendatangkan malapetaka
5.Balo ‘ Tedong yaitu benda aneh yang ada hubungannya dengan kerbau.Ada yang berasal dari batu.Bentuknya seperti kerbau.Biasanya diupacarai,seperti dalam upacara ma’kambu.Batu direndam di dalam palungan yang penuh air.Kerbau yang meminumnya akan berkembang biak dengan baik
6.Kale’ke yaitu benda yang berbentuk anak kerbau dan ada pula yang seperti gelang-gelang rotan pada hidung kerbau dimana orang yang menyimpannya akan memiliki kerbau yang berkembang biak dengan baik dan berani berlaga.Pemiliknya gampang berkelahi karena sifatnya yang keras kepala
7.Rante bai yaitu benda yang berasal dari babi dimana orang yang memilikinya akan memiliki kekebalan.
8.Pa’puangan yaitu benda yang warnanya hitam dan dilingkari warna putih ,bentuknya seperti batu permata dan jumlahnya tujuh buah.Satu diantaranya sebesar tinju dan selalu bersinar.Bagi yang memilikinya akan membawa keberuntungan. Orang tak boleh minum atau buang air jika ada didepan benda tersebut.Bagi yang melanggar akan mendapat kecelakaan.
9.Kurin dedekan atau gori-gori tangma’ti yaitu benda yang membuat pemiliknya takkan kehabisan persediaan makanan.
10.Ranteballa yaitu benda yang membuat pemiliknya dapat mengalahkan semua musuh-musuhnya.
11.Doke Talluloloknya yaitu tombak bercabang tiga dimana ujung-ujungnya disalut dengan emas dan dapat membawa keberuntungan bagi pemiliknya. Benda ini digunakan dalam Rambu Tuka dan Rambu Solo’
12.Mawa’/maa’ yaitu sejenis kain peninggalan nenek moyang.Ada beberapa jenis mawa’ seperti:
a. Di daerah Sillanan, terdapat mawa’ lotong yaitu kain bewarna hitam yang konon bisa berubah jadi ular hitam dimana orang yang memiliki benda ini akan ditakuti atau disegani
b.Di daerah Botang terdapat mawa yang sewaktu –waktu bisaseperti kain tua yang robek dan kadang pula seperti baru .Orang yang menyimpannya akan terhindar dari segala marabahaya
c. Di daerah Rantebala,ada Mawa’ yang kadang berbentuk ular dan kadang pula seperti kain robek
d. Di daerah Panggala’ , ada Mawa’ yang bisa berubah-ubah dimana perubahan tersebut mengandung arti .Kalau kainnya kelihatan utuh maka keluarga berada dalam keadaan baik namun jika kelihatan robek maka akan ada kedukaan yang melanda keluarga tersebut.
13. Sambu Siluang yaitu sejenis kain sarung tanpa jahitan yang mempertemukan kedua ujungnya.Benda ini dipercayai menjadikan keluarga akan rukun dan damai
14. Tannun Tangmangka yaitu kain tenun yang sangat panjang dan tidak terselesaikan dimana benda ini milik Puang Manaek di Nonongan .Benda ini dipercayai membawa keberuntungan
15. To Bolong yaitu sejenis parangtertua yang dimiliki oleh tongkonan di Pa’tengko yang dipercayai akan membuat kerbau si empunya akan berkembang biak dengan baik

Yah ,inilah benda-benda yang dianggap keramat di Tana Toraja yang berlaku zaman dahulu. Namun sekarang sudah susah untuk dijumpai. Namun dalam kehidupan ini, kita harus lebih percaya kepada Allah sebab Dialah juruselamat dan pelindung bagi Umat-Nya.
Ada yang menyimpan hanya untuk kenangan, namun tak dipungkiri juga ada yang masih percaya dengan hal demikian. hal demikian tergantung setiap pribadi menilainya, namun menjadi catatan penting bahwa Allahlah yang patut kita sembah, bukan mengkeramatkan segala-sesuatu. Allah yang memiliki kuasa diatas dunia ini. Kurre sumanga'
Terima kasih telah membaca, jika ada yang perlu ditambahkan, silahkan berikan komentar di kolom momentar di bawah,

Sumber: COPAS dari https://www.kompasiana.com/heriyanto_rantelino/55293b41f17e6171508b45f7/15-benda-keramat-dari-tana-toraja, 

Asal Usul Nama Merk YAMAHA.

Asal Muasal  Merk YAMAHA.
Dahulu kala sebelum masuk dunia modern, seorang pengusaha kendaraan motor asal jepang mengutus stafnya untuk datang ke Indonesia. Dalam tour kali ini hanya semata untuk mencari tahu nama yang pas untuk sebuah pabrikan motor yang akan diproduksi di negaranya.
Suatu hari,di pagi yang cerah utusan itu berjalan2 kaki sembari menikmati sejuknya udara pagi. Dalam perjalanannya Ia mendapati seorang Anak kecil buang Air ( berak) di belakang rumah.Sontak dengan maksud ingin menakut-nakuti si Anak kecil, sang utusan itu bilang "YA".Karena takut Anak ini memanggil Mamanya " MA"..Sang Ibu yang mendengar anaknya berteriak lantas balik berteriak " HA"..??.

Sejenak utusan itu berpikir,rupanya iya sudah mendapatkan Nama yang pas untuk produk motor milik atasannya..

Ya..itulah YAMAHA..😆😆🤣


Monday, April 15, 2019

Marhaenisme dan Prinsip-Prinsipnya

Marhaenisme dan Prinsip-Prinsipnya 



  •  Pengertian Marhaenisme

Secara etimologi, marhaenisme berarti paham (isme) tentang Marhaen. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,marhaen adalah penyebutan untuk kelompok petani kecil, buruh kecil, nelayan kecil, dan sebagainya. Dengan kata lain marhaen adalah sebutan untuk kaum kecil. Marhaenisme sendiri adalah paham yang bertujuan memperjuangkan nasib kaum kecil untuk mendapatkan kebahagiaan hidup.
Mengenai pengertian marhaenisme ini, Sukarno sendiri dalam amanatnya di muka Kongres Besar Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Tawang Mangu pada bulan Februari 1959, menyatakan:
“...azas marhaenisme adalah suatu azas yang paling cocok untuk gerakan rakyat di Indonesia. Rumusannya adalah sebagai berikut:
1. Marhaenisme adalah azas, yang menghendaki susunan masyarakat kaum marhaen.
2. Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum
    Marhaen pada umumnya.
3. Marhaenisme adalah dus azas dan cara perjuangan tegelijk,  menuju kepada hilangnya 
    kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme.
Secara positif, maka marhaenisme dinamakan juga sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, karena nasionalismenya kaum marhaen adalah nasionalisme yang sosial-bewust dan karena demokrasinya kaum marhaen adalah demokrasi yang sosial-bewust pula.”

Di sini Sukarno dengan jelas menyatakan bahwa marhaenisme adalah cara perjuangan revolusioner untuk menghilangkan segala jenis penindasan terhadap rakyat marhaen (kaum kecil) demi mewujudkan suatu masyarakat marhaen, yang dibangun di atas prinsip sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi adalah prinsip atau pilar pembangun marhaenisme, yang pembahasannya akan penulis uraikan di bagian berikut nanti.
Marhaenisme adalah istilah ciptaan Sukarno, berasal dari nama seorang petani kecil, Marhaen, yang ditemuinya di sebuah daerah pertanian di bagian  selatan kota Bandung, sewaktu Sukarno masih menjadi mahasiswa berusia 20 tahun (sekitar tahun 1921). Dari Marhaen, Sukarno mengetahui bahwa ia menggarap tanahnya sendiri, memakai alat sederhana miliknya, dan hasilnya dipakai sendiri. Dari percakapan itu Sukarno mendapat inspirasi untuk menyebut rakyat kecil dengan nasib yang sama sebagai kaum marhaen yang meliputi petani, nelayan kecil, tukang sate, tukang gerobak dan kaum kecil lainnya dalam masyarakat Indonesia.
Marhaen merupakan gambaran rakyat kecil yang banyak di Indonesia. Mereka mempunyai rumah, tanah pertanian, alat cangkul, dan hasil dari pertaniannya hanya untuk mencukupi dirinya sendiri.  Walaupun Marhaen memiliki hal-hal tadi, ia tetap miskin dan tidak sejahtera. Kemiskinan itu nampak dalam realitas kehidupan sehari-hari, seperti mendiami rumah yang tidak layak dan kebutuhan hidup sehari-hari tidak tercukupi untuk keluarganya. Bagi Sukarno, Marhaen tersebut tidak bisa disebut proletar dalam pengertian Karl Marx, karena Marhaen mempunyai alat produksi sendiri, dan tidak semata-mata menjual tenaganya kepada pemilik modal. Namun demikian ia tetap miskin. Istilah marhaen memiliki makna yang lebih luas dari proletar atau buruh, karena proletar termasuk dalam marhaen pada konteks Indonesia. Selanjutnya pengertian marhaen tidak hanya dikenakan untuk rakyat kecil, seperti petani, tukang gerobak, intelektual, dan yang lainnya; karena selanjutnya Sukarno menggunakan istilah marhaen untuk sebutan semua rakyat Indonesia, yaitu: setiap orang yang menjalankan marhaenisme.

Istilah marhaen ini adalah upaya Sukarno dalam mencari istilah yang cocok bagi konteks Indonesia yang agraris demi mengganti istilah proletar dari konteks industrialis. Ini dimaksudkan agar ia dapat menerapkan metode historis-materialisme dari Marx untuk memahami dan menjelaskan proses kapitalisme dan kolonialisme-imperialisme yang menciptakan penindasan dan kemiskinan di Indonesia, serta dapat memakai teori konflik Marx untuk menyatukan dan menggerakkan rakyat untuk melawan kolonial Belanda dalam perjuangan kemerdekaan. Ini adalah suatu kontekstualisasi politik dari Sukarno. Itulah sebabnya Sukarno mengatakan, ”Marhaenisme adalah sosialisme Indonesia dalam praktek.”
Marhaenisme adalah lambang dari penemuan kembali kepribadian nasional. Kepribadian yang senantiasa menekankan persatuan dalam gotong-royong. marhaenisme merupakan suatu gerakan massa yang bersatu untuk kepentingan massa, dan di dalamnya Sukarno mewakili segenap rakyat Indonesia. Persatuan merupakan isu penting dalam marhaenisme, dan Sukarno menginginkan memasukkan sebanyak mungkin golongan politik agar kekuatan revolusioner semakin bertambah banyak, serta kuat guna mencapai Indonesia merdeka.
Itu juga sebabnya dalam ”Indonesia Menggugat”, Sukarno menyamakan marhaenisme dengan massaisme. Marhaen adalah simbol kaum kecil yang merupakan mayoritas rakyat Indonesia.  Ia adalah massa yang walaupun kecil dalam status dan pemilikan, tetapi besar dalam jumlah yang bila disatukan, bisa menjadi kekuatan besar untuk melawan kolonialisme. Dalam kaitan inilah terkenal semboyan Sukarno dalam perjuangan revolusioner, machtsvorming dan machtsaanwending, menyusun kekuatan massa aksi dan menggerakkan aksi massa. Bagi Sukarno, marhaen adalah modal dasar untuk melakukan perjuangan revolusi, agar kapitalisme dan imperialisme Barat hilang dari tanah air Indonesia, dan kemerdekaan Indonesia dapat tercapai.
Sifat revolusioner dan anti kapitalisme Barat dari marhaenisme ini, sering membuat orang menyamakan marhaenisme dengan marxisme. Namun sebenarnya sifat revolusioner dan anti kapitalisme Barat itu, lebih disebabkan karena marhaenisme sebagai sosialisme Indonesia memandang bahwa kapitalisme Barat tidak sesuai dengan alam Indonesia dan tidak memberi kesejahteraan kepada rakyat, sebab pengalaman penjajahan menjadikan mereka tetap miskin. Kapitalisme dan sosialisme Barat hanya memberi hak-hak politik, sedangkan dalam bidang ekonomi,  rakyat selalu kekurangan; dan menghasilkan masyarakat dalam kelas-kelas sosial.
Dalam hal ini, di satu pihak kita harus mengakui bahwa marhaenisme memiliki akar dalam marxisme, karena Sukarno dalam marhaenisme memakai metode historis-materialisme untuk menganalisa kondisi masyarakat Indonesia dengan tujuan agar dapat memahami perkembangan dalam masyarakat Indonesia dan dapat menganalisa bagaimana seharusnya perjuangan kemerdekaan dilakukan secara mandiri dengan percaya pada kekuatan diri sendiri. Namun di lain pihak, kita harus membedakan marhaenisme dengan marxisme karena marhaenisme menolak filsafat materialisme Marx yang anti Tuhan. Di dalam marhaenisme ada ajaran tentang Tuhan. Jadi dari dua unsur pembangun marxisme, yaitu ”historis-materialisme dan filsafat materialisme”, Sukarno menolak filsafat materialisme walaupun menerima historis-materialisme. Mengenai hal ini, dalam biografi Sukarno, Dahm mengatakan:
”Dia buang filosofi materialisme dari marxisme lalu diberinya Allah: dia buang kemunduran masa lampau dari Islam dan diberinya kemajuan marxis; dibuang kesempitan pemikiran kaum nasionalisme dan diberinya suatu pengertian yang lebih luas dari dia sendiri.

Ini menjelaskan bahwa Sukarno percaya kepada Tuhan dan bukan komunis anti Tuhan. Hal ini juga nampak dalam pidato Sukarno, yang menyatakan bahwa dia percaya kepada Tuhan dan hidup dari Tuhan. Sukarno mengatakan:
”Ya, kalau saudara tanya apakah Bung Karno itu percaya kepada Tuhan? Ya, saya percaya kepada Tuhan. Malahan sebagaimana kukatakan berulang-ulang, saya hidup diberi Tuhan. Hidup, menurut anggapan saya untuk apa? Sebagai dikatakan oleh Pak Saifudin Zuhri, saya pernah berkata, untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengabdi kepada Tanah Air, mengabdi kepada cita-cita. Saya sebutkan Tuhan Yang Maha Esa nomor satu, saudara-saudara bagi saya, tanah air amanat Tuhan kepada kita. Segala alam ini adalah amanat Tuhan kepada kita.”

Dengan demikian, jelas bahwa Sukarno bukanlah seorang komunis ataupun marxis yang anti Tuhan. Justru ia seorang yang percaya kepada Tuhan dan berusaha memasukkan paham tentang Tuhan dalam marxisme, yang akhirnya melahirkan marhaenisme. Ia memang bukan seorang “Marxis murni”, tetapi ia mungkin lebih tepat dikatakan seorang “Marxis” yang nasionalis dan agamais - seorang “Marxis religius”.
Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka kita dapat mengetahui bahwa marhaenisme sebagai keseluruhan ajaran Sukarno senantiasa ingin memperjuangkan harmonisasi dan pengaktualisasian secara bebas serta mandiri dari nilai-nilai kemanusiaan berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, yaitu keadilan sosial dan kemerdekaan dari segala hal yang menindas kehidupan, bagi setiap marhaen atau manusia yang tertindas oleh suatu sistem (kolonialisme/imperialisme) dengan menekankan pada persatuan dan gotong-royong untuk bersama-sama berjuang secara revolusioner demi menghapuskan sistem yang menindas itu. Marhaenisme adalah suatu paham yang dimaksudkan dan berfungsi sebagai pemersatu seluruh rakyat marhaen dengan tujuan menciptakan persatuan dalam menghapuskan seluruh bentuk penindasan demi perikemanusiaan dalam masyarakat marhaen yang merdeka, adil dan makmur. Jadi, marhaenisme adalah keseluruhan ajaran Sukarno yang menghendaki penghapusan segala sistem yang menindas kaum kecil (marhaen), demi memperjuangkan nasib kaum kecil untuk mendapatkan kebahagiaan hidup dalam masyarakat marhaenistis yang merdeka, adil dan makmur. Secara ringkas, marhaenisme adalah paham persatuan untuk kemerdekaan demi kemanusiaan dalam gagasan Sukarno.


  •  Prinsip-Prinsip Marhaenisme

Menurut Sukarno, marhaenisme dibangun berdasarkan dua prinsip yaitu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Hal ini sesuai dengan isi pidato Sukarno pada Kongres Besar GMNI di Tawang Mangu dalam bulan Februari 1959, seperti yang dikutip oleh Abdulgani bahwa, “Secara positif, maka marhaenisme  saya namakan juga sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi; karena nasionalismenya kaum marhaen adalah nasionalisme yang sosial-bewust dan karena demokrasinya kaum marhaen adalah demokrasi yang sosial-bewust pula.”
Sosio-nasionalisme adalah nasionalisme yang menghendaki kesejahteraan, nasionalisme yang berperikemanusiaan, nasionalisme yang dibangun dalam wawasan internasionalisme, bukan nasionalisme yang chauvinistis. Nasionalisme yang saling menghargai antara bangsa-bangsa dalam kesederajatan dan perdamaian abadi, sehingga tidak menghendaki terjadinya penjajahan suatu bangsa oleh bangsa lain. Mengenai hal ini Sukarno menyatakan bahwa:
“...Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang mencari selamatnya perikemanusiaan. ...Oleh karenanya, maka sosio-nasionalisme adalah nasionalisme marhaen, dan menolak tiap tindak borjuisme yang menjadi sebabnya kepincangan masyarakat itu. Jadi: sosio-nasionalisme adalah nasionalisme politik dan ekonomi, suatu nasionalisme yang bermaksud mencari keberesan politik dan keberesan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rejeki.”

Sedangkan sosio-demokrasi adalah demokrasi yang berkeadilan sosial, bukan demokrasi yang sekedar mengedepankan perbedaan dan kemerdekaan individu yang mengabaikan kebersamaan serta tegaknya keberdayaan dan kedaulatan rakyat. Esensi dari sosio-demokrasi adalah tegaknya kesederajatan dan kebersamaan yang merupakan landasan bagi terwujudnya keberdayaan dan kedaulatan rakyat. Tujuan demokrasi adalah untuk menciptakan kesejahteraan bersama, tanpa ada penindasan manusia oleh manusia. Tentang hal ini Sukarno mengungkapkan bahwa:
“Sosio-demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan dua-dua kakinya di dalam masyarakat. Sosio-demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan sesuatu gundukan kecil saja, tetapi kepentingan masyarakat. Sosio demokrasi ...adalah demokrasi sejati yang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rejeki. Sosio-demokrasi adalah demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.”

Marhaenisme dengan seluruh prinsipnya sebagai sosialisme Indonesia, di bangun di atas dasar “gotong-royong” yang merupakan implementasi dari perikemanusiaan dalam budaya Indonesia yang religius. Marhaenisme dalam seluruh prinsipnya dijiwai oleh perikemanusiaan yang holistik, yang menyadari manusia sebagai bagian dari totalitas alam semesta sebagai ciptaan Tuhan. Di dalam marhaenisme, tersirat ajaran tentang Tuhan. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa dalam marhaenisme selain mengandung prinsip sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi juga mengandung prinsip sosio-religiusitas (Ketuhanan). Sosio-nasionalisme adalah kebangsaan yang berprikemanusiaan, yang bertujuan memperbaiki keadaan seluruh bangsa Indonesia, yang bebas dan merdeka. Sosio-demokrasi adalah demokrasi yang peduli kemanusiaan, yang bertujuan memperbaiki keadaan ekonomi dan politis seluruh rakyat Indonesia, yang adil dan merata dalam kebersamaan. Sosio-religiusitas (Ketuhanan) adalah keberagamaan yang melayani kemanusiaan, yang bertujuan memperbaiki keadaan rohani-spiritual seluruh masyarakat Indonesia yang penuh kasih dan berdamai. Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dapat dikatakan sebagai prinsip eksplisit yang nyata dalam rumusan marhaenisme Sukarno, sedangkan Ketuhanan – yang dapat dibahasakan dengan sosio-religiusitas – dapat disebut sebagai prinsip implisit yang nampak dalam pernyataan Sukarno sendiri yang menyiratkan bahwa marhaenisme mengandung ajaran tentang Tuhan, seperti yang telah dijelaskan di atas.


  

Filsafat materialisme adalah ajaran yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas yang spiritual. Filsafat materialisme Marx disebut materialisme dialektis, yaitu pandangan yang menyatakan pemutlakan materi yang bergerak dalam waktu dan ruang atau pengukuhan terhadap becoming (menjadi) yang ada tanpa suatu sebab. Materialisme dialektis memadukan pandangan materialisme bahwa yang nyata adalah materi semata-mata di satu pihak, dengan “dialektika” Hegel di pihak lain. Sedangkan historis-materialisme adalah pandangan materialistis tentang sejarah yang menyatakan bahwa hakikat sejarah terjadi karena proses-proses ekonomi, dimana dinamika sejarah ditentukan oleh dialektika pada basis material; atau dengan kata lain paham yang menyatakan bahwa sejarah ditentukan oleh proses-proses ekonomi atau cara-cara produksi yang menyebabkan pertentangan kelas. Untuk lebih jelas lih. Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2000), hlm. 593-604  Benhard Dahm, Sukarno..., hlm. 243. Dari ungkapan Dahm ini nampak bahwa melalui marhaenisme, Sukarno telah melampaui marxisme. Marhaenisme sebagai sosialisme Indonesia merupakan formula baru ciptaan Sukarno yang menekankan persatuan, dengan mensintesakan ajaran Karl Marx, Nasionalisme, dan Islamisme (agama). Ide ini tidak ada dalam pemikiran Marx. Sukarno bukanlah seorang ”Marxis murni”, tetapi - dengan meminjam istilah Manalu - ia adalah seorang ”Marxis” yang nasionalis dan agamais, yaitu memakai analisa Marx guna mendukung pemikirannya tentang persatuan Indonesia dalam konsep marhaenisme. Marhaenisme adalah paham persatuan yang mengenal ajaran tentang Tuhan, walaupun memiliki akar dalam marxisme. Hal ini dapat kita lacak juga dalam pendapat Sukarno, yang mengatakan bahwa marhaenisme adalah sosialisme campuran antara persamaan politik dari ”Declaration of Independence” dari Amerika, persamaan dari spiritual Islam dan Kristen, dan persamaan dari ajaran Karl Marx. Ia dipercikkan ke dalam gotong-royong yang menjadi jiwa, dimana ada kerja sama, hidup bersama, dan saling membantu. Ketika dimasukkan dalam konteks Indonesia, ia disebut sosialisme Indonesia. Di sini nampak bahwa melalui marhaenisme Sukarno ingin menyatukan paham-paham yang membelah dunia. Jadi walaupun marhaenisme memiliki akar dalam marxisme, namun marhaenisme tidak dapat disamakan begitu saja dengan marxisme, karena marhaenisme telah melampaui marxisme. Untuk lebih jelas tentang persamaan dan perbedaan marhaenisme dengan marxisme. 

Sunday, April 14, 2019

Tata Cara Mencoblos Asyik di Toraja, 17 April 2019




                                          Tata cara mencoblos asyik 17 april 2019 (Rehat sejenak)

1. Mandi dulu, dandan yang rapih, wangi, siapa tau ketemu jodoh.

2. Harus datang ke TPS, pilpres bukan indonesian idol, yang bisa vote lewat sms.

3. Ingat, TPS buka jam 07.00-13.00, bukan Indomaret yang buka 24 jam.

4. Jangan memilih TPS yang jauh, karena yang dekat aja belum tentu jadian.

5. Di TPS antri yang tertib, jangan mengharap dikasih snack atau makanan, karena ini bukan hajatan.

6. Didalam bilik suara seperlunya saja, tidak usah selfie atau malah tidur, kasian yang ngantri.

7. Buka surat suara, tidak perlu di video, ini bukan unboxing seperti di youtube.

8. Surat suara bukan surat cinta, tidak usah dibaca bolak balik, apalagi baca sambil senyum sendiri, dikira gak waras.

9. Jangan pilih yang kebanyakan janji manis, tapi tidak pernah ditepati...😅

10. Coblos sepenuh hati, jangan sepenuh jiwa, karena jika pilihanmu kalah, paling kamu sakit hati, tidak sakit jiwa.

11. Setelah dicoblos, lipat kartu suara secara rapih, meskipun hatimu sedang berantakan...😅

12. Cari kotak suara, masukkan surat suara, jangan masukan amplop isi duit, karena KPU itu sudah kaya.

13. Sebelum jarimu dicelup tinta, gak perlu diputer puter apalagi dijilat, emangnya oreo apa.

14. Pulang gak perlu dadah dadah apalagi cium tangan petugas TPS, ntar ketahuan jomblonya.

15. Pulang lewat jalan yang benar, masa lalumu yang tidak benar, tidak usah diulang lagi.



Sekian dan Terimakasih telah membaca! jangan Lupa dibagikan Ya!

Prinsip dan Nilai-Nilai Kepemimpinan Di Toraja




 Prinsip-prinsip dan Nilai-Nilai Kepemimpinan 
Di Toraja
Menurut Aristoteles, manusia adalah makluk sosial “Zoon Politikon”[1] mempunyai hubungan satu dengan yang lain, baik hubungan antar-manusia maupun kelompok sosial. Dari hubungan ini muncul adanya kepemimpinan dan masalah pokok dalam kepemimpinan itu ada kuasa yang selalu dipertahankan. Kekuasaan senantiasa ada dalam setiap masyarakat baik yang sederhana maupun masyarakat yang sudah besar dalam hubungannya dengan kepemimpinan dan ini tentu tidak pada semua orang. Munculnya kekuasaan itu tergantung dari hubungannya antara yang berkuasa dan yang dikuasai, kelompok yang berkuasa itu disebut pemimpin dan kelompok yang dikuasai disebut yang dipimpin.
Kepemimpinan masyarakat Toraja mempunyai latar belakang mitos penciptaan dalam religi aluk todolo bahwa nenek moyang mereka berasal dari langit dengan membawa aluk Sola Pemali. Aluk Sola Pemali inilah yang mengatur segenap tatanan hidup manusia Toraja, baik individu maupun keluarga dan masyarakat, dan mitos to Manurun dilangi’.
Pada saat To Manurun di Langi’ tiba di bumi, Ia mendirikan rumah yang disebut Tongkonan dan hambanya mendirikan pondok di belakang Tongkonan itu. Tongkonan yang di dirikan To Manurun di Langi’ di sebut Tongkonan Layuk, artinya Tongkonan yang mulia. Setelah anak-anaknya dewasa, anak-anak itu pindah ke tempat lain dan disana mereka mendirikan Tongkonan baru dan menjadi penguasa di wilayah tersebut. Tongkonan tersebut sering di sebut tongkonan Pangala Tondok, artinya Tongkonan yang merintis pembukaan wilayah baru. Fungsinya sama dengan fungsi Tongkonan Layuk
Masing-masing tongkonan tersebut berkuasa di willayahnya dan mengklaim seluruh wilayah sekitarnya, termasuk isinya menjadi miliknya.
Keturunan yang lahir dari Tongkonan Layuk di sebut anak tongkonan atau anak Patalo (anak=anak ; patalo=menang), juga sering di sebut tedong Pariu’ (tedong=kerbau;Pariu=penarik). Masyarakat yang berada di dalam wilayah kekuasaan Tongkonan Layuk di sebut To Umpentionganni Tongkonan Layuk atau To Naonganni Tongkonan Layuk (Umpentionganni=bernaung di bawah ; naonganni=dinaungi oleh), yaitu orang-orang yang berlindung di bawah kekuasaan Tongkonann Layuk. Dengan demikian, tongkonan Layuk merupakan sumber dan pusat kehidupan manusia Toraja, sebab oleh dan di Tongkonan layuk inilah Aluk Sola Pemali di pelihara, di tegakkan, dan diselenggarakan.
Wilayah kekuasaan sebuah Tongkonan Layuk mempunyai istilah atau nama yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan nama Bua’, Penanian, Kaparengngesan, atau Lembang.[2]
Adapun pemegang kekuasaan adalah mereka yang berasal dari bangsawan atau dari Tongkonan Layuk dari daerah tertentu yang memimpin masyarakatnya dalam wilayah tertentu pula dan untuk mengangkat seorang pemimpin tertinggi diantara mereka, maka diadakanlah musyawarah di Tongkonan Layuk yang dihadiri pemimpin-pemimpin dari kalangan bangsawan atau dari anak tongkonan dengan mengambil kata mufakat berdasarkan beberapa kriteria[3] :
-          Bida, artinya murni keturunan bangsawan
-          Sugi, artinya sugi
-          Manarang sia kinaa, artinya pintar, bijaksana dan baik hati/murah hati
-          Barani, artinya barani
a.                              Bida
            Pemimpin Toraja harus bida atau bija, turunan tertentu .Bida artinya turunan bukan orang sembarang . Mitologi Toraja mengetengahkan bahwa bida itu umumnya orang bangsawan yang turun dari langit . (to manurun di langi’ ).DR.T.O.Ihroni menafsirkan bahwa to mnurun dilangi’ itu adalah para pendatang yang bila pandai serta memiliki wawasan yang lebih luas . karena itu mereka menjadi penguasa . mereka ini bergelar Puang, Ma’dika ,Ambe’,Tedong pariu’ ,Anak Topatalo dll . Bida tidak otomis menjadi pemimpin . mereka harus melalui latihan – latihan , mengembangkan kebijaksanaan , kerajinan dan keberanian yang di tunjang oleh kekayaan .
b.                              Sugi’ (kaya )
Seorang pemimpin harus sugi’ atau kaya . kekayaan adalah nilai yang di kejar terutama yang menyangkut manusia, hewan dan tanaman ( biasa di sebut tallu lolona ) Banyak anak di nilai tinggi oleh orang Toraja (sugi’ tarri ) Mereka yang tidak mempunyai anak diusahakan ada anak angkat.Anak dilahirkan terutama untuk urusan “urrundunan sara’ “terutama aluk tomate ,juga untuk mencari harta kekayaan “Kasalle male melendong , lobo’ male meburinti ,sangtontian pelendongna sangburia’peburitinna “. Kalau perempuan “ kasalle male meurang , lobo’ male mekabumbu’, sangseran peurangna ,sangbakku’ pekabumbu’na . inilah adalah ungkapan simbolis untuk upaya mengusahakan harta atau kebutuhan hidup .
Nilai kekayaan orang Toraja terutama Babi , kerbau ,ayam .orang yang memelihara ayam , di tingkatkan jadi pemelihara babi , babi menjadi kerbau , dan kerbau di belikan sawah atau ditukar sementara dengan sawah .Di antara tanaman , padilah tanaman utama . orang yang memiliki sawah yang luas dan menyimpan padi yang lumayan di dalam lumbung . Lambang kekayaan orang Toraja ialah deretan lumbung padi yang berukir melambangkan kekayaan berupa padi , sawah , rante dan hewan piaraan,ringgi’ (ringgit).untuk mencari kekayaan maka orang Toraja mengutamakan kerja  “lebih baik duduk daripada tidur ;lebih baik berdiri daripada duduk lebih baik berjalan daripada berdiri :lebih baik bekerja daripada berjalan “. Bagi mereka yang malas disindir yakni “ kumande labakkila’ mengkarang labukoyo “ yang artinya makan cepat bagai kilat kerja lambat seperti siput .
Kalau struktur pemerintahan Toraja ada Tongkonan yang melambangkan kekayaan yang sekaligus menjadi cadangan bila keadaan paceklik yang disebut Tongkonan pa’buntuan sugi’. Karna itu tidak dapat dipahami bila seorang pemimpin atau pemuka tokoh simbolis tidak kaya .Secara praktis pemimpin Toraja harus kaya supaya ia dapat menolong yang lemah dan supaya ia mampu bekerja walaupun tidak ada gaji atau imbalan jasa .
c. Manarang (pandai )  dan Kinaa (bijaksana , berbudi )        
To pande ( to marang ) ialah orang ahli misalkan pande bassi ( pandai besi ) , pande kayu ialah pandai mengerjakan kayu , membangun rumah . ia pandai berdoa seperti to minaa , pandai berbicara dalam kombangan , pada permusyawaratan .
Kepandaian memang sangat di butuhkan oleh pemimpin , kebijakan untuk mengatur masyarakat membutuhkan kepintaran . Di bidang hukum ,ia harus pandai – pandai mengintropeksi nilai  menjadi nilai yang operasional . perlu di ketahui bahwa belum ada hukum dan undang – undang serta penjelasannya yang siap diberlakukan . semuanya membutuhkan kearifan dan kepandaian  dari pemimpin . seorang pemimpin haruslah mendalami seluk beluk kemasyarakatan , seluk beluk adat istiadat , cara berfikir orang banyak dll. Semua ini membutuhkan kapaissanan atau kepandaian yang didukung oleh kakinaan .
Kinaa artinya punya hati , ada hati , budi . To kinaa artinya orang budiman , orang – orang baik  -baik .Dikalangan orang Toraja gelar to kinaa terutama ditujukan kepada orang yang berada pada yang berpengaruh baik yang menjadi panutan orang banyak. To kinaa di hormati karena kebaikannya .seorang pemimpin harus kinaa , bida karena ia adalah orang to kinaa pula.
Nilai kepemimpinan seperti bida , barani ,sugi’ , manarang tidak ada gunanya tanpa kakinaan inilah yang menopang dan memberi makna kepada seorang pemimpin . Dia harus tokoh yang melambangkan moralitas yang baik , bahkan moralitas masyarakat . dalam urutan nilai kepemimpinan biasanya kinaa ini  dijadikan nomor satu
d. Barani ( Berani )
Orang Toraja pada masa lalu menghadapi ancaman perang baik dari dalam maupun dari luar . konon dahulu orang Toraja saling berperang antara satu daerah ( distrik ) dengan daerah lain dan dari luar daerah juga ada banyak kemungkinan. Hal itu nyata dari ada Basse (Perjanjian ) yang bertujuan menjamin keamanan antara pihak – pihak yang pernah atau potensial berperang .Ada basse to padatindo yang di sebut basse “Sanglentenan tallo ‘panda sangsorongan pindan “. Basse ini merupakan komitmen bersama antara orang  Toraja dan orang Bone tidak akan saling menyerang lagi .Dikenal basse antara orang enrekang dan Toraja untuk saling memperhatikan bila ada bahaya yang menancam . juga ada basse antara orang Toraja dengan to masipi’ Batu Batara (Luwu).
Dalam struktur masyarakat ada Tongkonan Tanduk Tata’ alias Tongkonan Palasa Makati’ untuk menjaga tindakan penyerangan dari luar . Ada daerah yang diserahi tugas menjaga perbatasan yang digelar dengan “Dipasitoe la’bo’ petara sadang dipasideken doke perasa porrok”. Dari situasi yang seperti ini dan dari idelisme orang Toraja mengenai pertahanan keamanan maka figur seorang pemimpin harus berani yang tentu pula harus di dukung oleh kamanarangan .
Demikian sosok seorang pemimpin Toraja yang mengemban nilai kepemimpinan bida ,barani ,manarang , sugi’ dan kinaa .Pemimpin ini adalah tokoh yang dijagokan oleh masyarakatnya . Ia sebetulnya tokoh yang melambangkan nilai – nilai dasar dan ideal – ideal dari masyarakatnya .program apa yang dibuatnya tidak dipersoalkan . yang penting ia adalah potensial untuk mensejahterakan kelompoknya . Dia adalah tokoh yang penting .        
Pemilihan dan penentuan pemegang jabatan Parengnge ini dilaksanakan di Tongkonan Layuk dalam musyawarah seluruh keluarga Tongkonan Layuk tersebut, yang disebut kombongan Kalua’ , artinya musyawarah atau rapat besar dan luas.
Pada diri parengnge ini bertumpuk beberapa paduan fungsi, yaitu menjadi To Minaa (Iman atau Pemimpin keagamaan), menjadi ahli hukum dan sekaligus hakim, menjadi pemerintah serta pemimpin rapat atau pertemuan keluarga tongkonan (Kombongan Kalua’). Jadi Parengnge’ menjadi figur sentral, yang melaksanakan seluruh fungsi kepemimpinan dalam masyarakat, baik fungsi legislatif, eksekutif, Yudikatif maupun di bidang keagamaan. Pendeknya, Ia berfungsi untuk memelihara, melaksanakan, dan menegakkan Aluk Sola Pemali.
Dari uraian di atas nampak bahwa rakyak biasa tidak mempunyai peran apa-apa dalam kepemimpian tradisional Toraja. Mereka hanya tunduk sepenuhnya, tanpa partisipasi, emansipasi, dan demokrasi. Hal ini dapat dimaklumi, sebab masyarakat Toraja terbagi dalam beberapa kasta dan menganut closed social stratification yang merupakan ciri dari masyarakat feodalistik.[4]
Pada awalnya pelapisan sosial dalam masyarakat Toraja hanya terdiri dari dua lapisan, yaitu tuan dan hamba. Tetapi karena adanya perkawinan-perkawinan antara tuan dan hamba, muncullah pelapisan sosial yang baru. Sebab itu pelapisan sosial dalam masyarakat Toraja yang melembaga dalam tana’ ( kasta ) berkembang menjadi empat lapisan, yaitu:
1. Tana’ bulaan ( bulaan=emas ), yaitu bangsawan tinggi yang masih murni keturunan To Manurun di Langi’.
2. Tana’ bassi ( bassi=besi ), yaitu bangsawan menengah.
3. Tana’ karurung ( karurung=ujung enau ), yaitu orang merdeka.
4.Tana’ kua-kua ( kua-kua=sejenis gelagah yang biasa tumbuh ditempat berair, biasa ditanam di pematang sawah supaya tahan runtuh), yaitu para hamba.

 Terima kasih Telah Membaca, jangan Lupa Share Ya!!!!



[1] Hassan Sadily, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, PT. Bhineka Cipta, 1999, hlm. 274

[2] J.L.Parura, Tongkonan Dan Peranannya Dalam Masyarakat Toraja, makalah dalam buku notulen penataran para pendeta Gereja Toraja gelombang II (LPK Gereja Toraja, 1980), Dok.B-I-F-02, lampiran 2, hlm 4

[3] G. G. Raru’, Thesis, Fakultas Theologi UKSW Salatiga, 1983, hlm. 93


[4] Soerjono Soekanto, Sosiologi : suatu pengantar  ( Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1970 ), hlm. 136-138.