Sunday, April 14, 2019

Prinsip dan Nilai-Nilai Kepemimpinan Di Toraja




 Prinsip-prinsip dan Nilai-Nilai Kepemimpinan 
Di Toraja
Menurut Aristoteles, manusia adalah makluk sosial “Zoon Politikon”[1] mempunyai hubungan satu dengan yang lain, baik hubungan antar-manusia maupun kelompok sosial. Dari hubungan ini muncul adanya kepemimpinan dan masalah pokok dalam kepemimpinan itu ada kuasa yang selalu dipertahankan. Kekuasaan senantiasa ada dalam setiap masyarakat baik yang sederhana maupun masyarakat yang sudah besar dalam hubungannya dengan kepemimpinan dan ini tentu tidak pada semua orang. Munculnya kekuasaan itu tergantung dari hubungannya antara yang berkuasa dan yang dikuasai, kelompok yang berkuasa itu disebut pemimpin dan kelompok yang dikuasai disebut yang dipimpin.
Kepemimpinan masyarakat Toraja mempunyai latar belakang mitos penciptaan dalam religi aluk todolo bahwa nenek moyang mereka berasal dari langit dengan membawa aluk Sola Pemali. Aluk Sola Pemali inilah yang mengatur segenap tatanan hidup manusia Toraja, baik individu maupun keluarga dan masyarakat, dan mitos to Manurun dilangi’.
Pada saat To Manurun di Langi’ tiba di bumi, Ia mendirikan rumah yang disebut Tongkonan dan hambanya mendirikan pondok di belakang Tongkonan itu. Tongkonan yang di dirikan To Manurun di Langi’ di sebut Tongkonan Layuk, artinya Tongkonan yang mulia. Setelah anak-anaknya dewasa, anak-anak itu pindah ke tempat lain dan disana mereka mendirikan Tongkonan baru dan menjadi penguasa di wilayah tersebut. Tongkonan tersebut sering di sebut tongkonan Pangala Tondok, artinya Tongkonan yang merintis pembukaan wilayah baru. Fungsinya sama dengan fungsi Tongkonan Layuk
Masing-masing tongkonan tersebut berkuasa di willayahnya dan mengklaim seluruh wilayah sekitarnya, termasuk isinya menjadi miliknya.
Keturunan yang lahir dari Tongkonan Layuk di sebut anak tongkonan atau anak Patalo (anak=anak ; patalo=menang), juga sering di sebut tedong Pariu’ (tedong=kerbau;Pariu=penarik). Masyarakat yang berada di dalam wilayah kekuasaan Tongkonan Layuk di sebut To Umpentionganni Tongkonan Layuk atau To Naonganni Tongkonan Layuk (Umpentionganni=bernaung di bawah ; naonganni=dinaungi oleh), yaitu orang-orang yang berlindung di bawah kekuasaan Tongkonann Layuk. Dengan demikian, tongkonan Layuk merupakan sumber dan pusat kehidupan manusia Toraja, sebab oleh dan di Tongkonan layuk inilah Aluk Sola Pemali di pelihara, di tegakkan, dan diselenggarakan.
Wilayah kekuasaan sebuah Tongkonan Layuk mempunyai istilah atau nama yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan nama Bua’, Penanian, Kaparengngesan, atau Lembang.[2]
Adapun pemegang kekuasaan adalah mereka yang berasal dari bangsawan atau dari Tongkonan Layuk dari daerah tertentu yang memimpin masyarakatnya dalam wilayah tertentu pula dan untuk mengangkat seorang pemimpin tertinggi diantara mereka, maka diadakanlah musyawarah di Tongkonan Layuk yang dihadiri pemimpin-pemimpin dari kalangan bangsawan atau dari anak tongkonan dengan mengambil kata mufakat berdasarkan beberapa kriteria[3] :
-          Bida, artinya murni keturunan bangsawan
-          Sugi, artinya sugi
-          Manarang sia kinaa, artinya pintar, bijaksana dan baik hati/murah hati
-          Barani, artinya barani
a.                              Bida
            Pemimpin Toraja harus bida atau bija, turunan tertentu .Bida artinya turunan bukan orang sembarang . Mitologi Toraja mengetengahkan bahwa bida itu umumnya orang bangsawan yang turun dari langit . (to manurun di langi’ ).DR.T.O.Ihroni menafsirkan bahwa to mnurun dilangi’ itu adalah para pendatang yang bila pandai serta memiliki wawasan yang lebih luas . karena itu mereka menjadi penguasa . mereka ini bergelar Puang, Ma’dika ,Ambe’,Tedong pariu’ ,Anak Topatalo dll . Bida tidak otomis menjadi pemimpin . mereka harus melalui latihan – latihan , mengembangkan kebijaksanaan , kerajinan dan keberanian yang di tunjang oleh kekayaan .
b.                              Sugi’ (kaya )
Seorang pemimpin harus sugi’ atau kaya . kekayaan adalah nilai yang di kejar terutama yang menyangkut manusia, hewan dan tanaman ( biasa di sebut tallu lolona ) Banyak anak di nilai tinggi oleh orang Toraja (sugi’ tarri ) Mereka yang tidak mempunyai anak diusahakan ada anak angkat.Anak dilahirkan terutama untuk urusan “urrundunan sara’ “terutama aluk tomate ,juga untuk mencari harta kekayaan “Kasalle male melendong , lobo’ male meburinti ,sangtontian pelendongna sangburia’peburitinna “. Kalau perempuan “ kasalle male meurang , lobo’ male mekabumbu’, sangseran peurangna ,sangbakku’ pekabumbu’na . inilah adalah ungkapan simbolis untuk upaya mengusahakan harta atau kebutuhan hidup .
Nilai kekayaan orang Toraja terutama Babi , kerbau ,ayam .orang yang memelihara ayam , di tingkatkan jadi pemelihara babi , babi menjadi kerbau , dan kerbau di belikan sawah atau ditukar sementara dengan sawah .Di antara tanaman , padilah tanaman utama . orang yang memiliki sawah yang luas dan menyimpan padi yang lumayan di dalam lumbung . Lambang kekayaan orang Toraja ialah deretan lumbung padi yang berukir melambangkan kekayaan berupa padi , sawah , rante dan hewan piaraan,ringgi’ (ringgit).untuk mencari kekayaan maka orang Toraja mengutamakan kerja  “lebih baik duduk daripada tidur ;lebih baik berdiri daripada duduk lebih baik berjalan daripada berdiri :lebih baik bekerja daripada berjalan “. Bagi mereka yang malas disindir yakni “ kumande labakkila’ mengkarang labukoyo “ yang artinya makan cepat bagai kilat kerja lambat seperti siput .
Kalau struktur pemerintahan Toraja ada Tongkonan yang melambangkan kekayaan yang sekaligus menjadi cadangan bila keadaan paceklik yang disebut Tongkonan pa’buntuan sugi’. Karna itu tidak dapat dipahami bila seorang pemimpin atau pemuka tokoh simbolis tidak kaya .Secara praktis pemimpin Toraja harus kaya supaya ia dapat menolong yang lemah dan supaya ia mampu bekerja walaupun tidak ada gaji atau imbalan jasa .
c. Manarang (pandai )  dan Kinaa (bijaksana , berbudi )        
To pande ( to marang ) ialah orang ahli misalkan pande bassi ( pandai besi ) , pande kayu ialah pandai mengerjakan kayu , membangun rumah . ia pandai berdoa seperti to minaa , pandai berbicara dalam kombangan , pada permusyawaratan .
Kepandaian memang sangat di butuhkan oleh pemimpin , kebijakan untuk mengatur masyarakat membutuhkan kepintaran . Di bidang hukum ,ia harus pandai – pandai mengintropeksi nilai  menjadi nilai yang operasional . perlu di ketahui bahwa belum ada hukum dan undang – undang serta penjelasannya yang siap diberlakukan . semuanya membutuhkan kearifan dan kepandaian  dari pemimpin . seorang pemimpin haruslah mendalami seluk beluk kemasyarakatan , seluk beluk adat istiadat , cara berfikir orang banyak dll. Semua ini membutuhkan kapaissanan atau kepandaian yang didukung oleh kakinaan .
Kinaa artinya punya hati , ada hati , budi . To kinaa artinya orang budiman , orang – orang baik  -baik .Dikalangan orang Toraja gelar to kinaa terutama ditujukan kepada orang yang berada pada yang berpengaruh baik yang menjadi panutan orang banyak. To kinaa di hormati karena kebaikannya .seorang pemimpin harus kinaa , bida karena ia adalah orang to kinaa pula.
Nilai kepemimpinan seperti bida , barani ,sugi’ , manarang tidak ada gunanya tanpa kakinaan inilah yang menopang dan memberi makna kepada seorang pemimpin . Dia harus tokoh yang melambangkan moralitas yang baik , bahkan moralitas masyarakat . dalam urutan nilai kepemimpinan biasanya kinaa ini  dijadikan nomor satu
d. Barani ( Berani )
Orang Toraja pada masa lalu menghadapi ancaman perang baik dari dalam maupun dari luar . konon dahulu orang Toraja saling berperang antara satu daerah ( distrik ) dengan daerah lain dan dari luar daerah juga ada banyak kemungkinan. Hal itu nyata dari ada Basse (Perjanjian ) yang bertujuan menjamin keamanan antara pihak – pihak yang pernah atau potensial berperang .Ada basse to padatindo yang di sebut basse “Sanglentenan tallo ‘panda sangsorongan pindan “. Basse ini merupakan komitmen bersama antara orang  Toraja dan orang Bone tidak akan saling menyerang lagi .Dikenal basse antara orang enrekang dan Toraja untuk saling memperhatikan bila ada bahaya yang menancam . juga ada basse antara orang Toraja dengan to masipi’ Batu Batara (Luwu).
Dalam struktur masyarakat ada Tongkonan Tanduk Tata’ alias Tongkonan Palasa Makati’ untuk menjaga tindakan penyerangan dari luar . Ada daerah yang diserahi tugas menjaga perbatasan yang digelar dengan “Dipasitoe la’bo’ petara sadang dipasideken doke perasa porrok”. Dari situasi yang seperti ini dan dari idelisme orang Toraja mengenai pertahanan keamanan maka figur seorang pemimpin harus berani yang tentu pula harus di dukung oleh kamanarangan .
Demikian sosok seorang pemimpin Toraja yang mengemban nilai kepemimpinan bida ,barani ,manarang , sugi’ dan kinaa .Pemimpin ini adalah tokoh yang dijagokan oleh masyarakatnya . Ia sebetulnya tokoh yang melambangkan nilai – nilai dasar dan ideal – ideal dari masyarakatnya .program apa yang dibuatnya tidak dipersoalkan . yang penting ia adalah potensial untuk mensejahterakan kelompoknya . Dia adalah tokoh yang penting .        
Pemilihan dan penentuan pemegang jabatan Parengnge ini dilaksanakan di Tongkonan Layuk dalam musyawarah seluruh keluarga Tongkonan Layuk tersebut, yang disebut kombongan Kalua’ , artinya musyawarah atau rapat besar dan luas.
Pada diri parengnge ini bertumpuk beberapa paduan fungsi, yaitu menjadi To Minaa (Iman atau Pemimpin keagamaan), menjadi ahli hukum dan sekaligus hakim, menjadi pemerintah serta pemimpin rapat atau pertemuan keluarga tongkonan (Kombongan Kalua’). Jadi Parengnge’ menjadi figur sentral, yang melaksanakan seluruh fungsi kepemimpinan dalam masyarakat, baik fungsi legislatif, eksekutif, Yudikatif maupun di bidang keagamaan. Pendeknya, Ia berfungsi untuk memelihara, melaksanakan, dan menegakkan Aluk Sola Pemali.
Dari uraian di atas nampak bahwa rakyak biasa tidak mempunyai peran apa-apa dalam kepemimpian tradisional Toraja. Mereka hanya tunduk sepenuhnya, tanpa partisipasi, emansipasi, dan demokrasi. Hal ini dapat dimaklumi, sebab masyarakat Toraja terbagi dalam beberapa kasta dan menganut closed social stratification yang merupakan ciri dari masyarakat feodalistik.[4]
Pada awalnya pelapisan sosial dalam masyarakat Toraja hanya terdiri dari dua lapisan, yaitu tuan dan hamba. Tetapi karena adanya perkawinan-perkawinan antara tuan dan hamba, muncullah pelapisan sosial yang baru. Sebab itu pelapisan sosial dalam masyarakat Toraja yang melembaga dalam tana’ ( kasta ) berkembang menjadi empat lapisan, yaitu:
1. Tana’ bulaan ( bulaan=emas ), yaitu bangsawan tinggi yang masih murni keturunan To Manurun di Langi’.
2. Tana’ bassi ( bassi=besi ), yaitu bangsawan menengah.
3. Tana’ karurung ( karurung=ujung enau ), yaitu orang merdeka.
4.Tana’ kua-kua ( kua-kua=sejenis gelagah yang biasa tumbuh ditempat berair, biasa ditanam di pematang sawah supaya tahan runtuh), yaitu para hamba.

 Terima kasih Telah Membaca, jangan Lupa Share Ya!!!!



[1] Hassan Sadily, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, PT. Bhineka Cipta, 1999, hlm. 274

[2] J.L.Parura, Tongkonan Dan Peranannya Dalam Masyarakat Toraja, makalah dalam buku notulen penataran para pendeta Gereja Toraja gelombang II (LPK Gereja Toraja, 1980), Dok.B-I-F-02, lampiran 2, hlm 4

[3] G. G. Raru’, Thesis, Fakultas Theologi UKSW Salatiga, 1983, hlm. 93


[4] Soerjono Soekanto, Sosiologi : suatu pengantar  ( Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1970 ), hlm. 136-138.

1 comment:

  1. Buy Iron Paddle Stainless Steel Easy Flush with Piece &
    Iron babyliss pro nano titanium curling iron Paddle Stainless men\'s titanium wedding bands Steel Easy titanium density Flush omega titanium with Piece & Piece | smith titanium TITanium Arts.

    ReplyDelete