Di Toraja
Menurut Aristoteles, manusia adalah makluk sosial “Zoon
Politikon”[1]
mempunyai hubungan satu dengan yang lain, baik hubungan antar-manusia maupun
kelompok sosial. Dari hubungan ini muncul adanya kepemimpinan dan masalah pokok
dalam kepemimpinan itu ada kuasa yang selalu dipertahankan. Kekuasaan
senantiasa ada dalam setiap masyarakat baik yang sederhana maupun masyarakat
yang sudah besar dalam hubungannya dengan kepemimpinan dan ini tentu tidak pada
semua orang. Munculnya kekuasaan itu tergantung dari hubungannya antara yang
berkuasa dan yang dikuasai, kelompok yang berkuasa itu disebut pemimpin dan
kelompok yang dikuasai disebut yang dipimpin.
Kepemimpinan masyarakat Toraja mempunyai
latar belakang mitos penciptaan dalam religi aluk todolo bahwa nenek moyang
mereka berasal dari langit dengan membawa aluk Sola Pemali. Aluk Sola Pemali
inilah yang mengatur segenap tatanan hidup manusia Toraja, baik individu maupun
keluarga dan masyarakat, dan mitos to Manurun dilangi’.
Pada saat To Manurun di Langi’ tiba di
bumi, Ia mendirikan rumah yang disebut Tongkonan dan hambanya mendirikan pondok
di belakang Tongkonan itu. Tongkonan yang di dirikan To Manurun di Langi’ di
sebut Tongkonan Layuk, artinya Tongkonan yang mulia. Setelah anak-anaknya
dewasa, anak-anak itu pindah ke tempat lain dan disana mereka mendirikan
Tongkonan baru dan menjadi penguasa di wilayah tersebut. Tongkonan tersebut
sering di sebut tongkonan Pangala Tondok, artinya Tongkonan yang merintis
pembukaan wilayah baru. Fungsinya sama dengan fungsi Tongkonan Layuk
Masing-masing tongkonan tersebut berkuasa
di willayahnya dan mengklaim seluruh wilayah sekitarnya, termasuk isinya
menjadi miliknya.
Keturunan yang lahir dari Tongkonan Layuk
di sebut anak tongkonan atau anak Patalo (anak=anak ; patalo=menang), juga
sering di sebut tedong Pariu’ (tedong=kerbau;Pariu=penarik). Masyarakat yang
berada di dalam wilayah kekuasaan Tongkonan Layuk di sebut To Umpentionganni
Tongkonan Layuk atau To Naonganni Tongkonan Layuk (Umpentionganni=bernaung di
bawah ; naonganni=dinaungi oleh), yaitu orang-orang yang berlindung di bawah
kekuasaan Tongkonann Layuk. Dengan demikian, tongkonan Layuk merupakan sumber
dan pusat kehidupan manusia Toraja, sebab oleh dan di Tongkonan layuk inilah
Aluk Sola Pemali di pelihara, di tegakkan, dan diselenggarakan.
Wilayah kekuasaan sebuah Tongkonan Layuk mempunyai
istilah atau nama yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan nama Bua’, Penanian,
Kaparengngesan, atau Lembang.[2]
Adapun
pemegang kekuasaan adalah mereka yang berasal dari bangsawan atau dari
Tongkonan Layuk dari daerah tertentu yang memimpin masyarakatnya dalam wilayah
tertentu pula dan untuk mengangkat seorang pemimpin tertinggi diantara mereka, maka
diadakanlah musyawarah di Tongkonan Layuk yang dihadiri pemimpin-pemimpin dari
kalangan bangsawan atau dari anak tongkonan dengan mengambil kata mufakat
berdasarkan beberapa kriteria[3]
:
-
Bida,
artinya murni keturunan bangsawan
-
Sugi,
artinya sugi
-
Manarang
sia kinaa, artinya pintar, bijaksana dan baik hati/murah hati
-
Barani,
artinya barani
a.
Bida
Pemimpin Toraja harus bida atau bija, turunan tertentu
.Bida artinya turunan bukan orang sembarang . Mitologi Toraja mengetengahkan
bahwa bida itu umumnya orang bangsawan yang turun dari langit . (to manurun di
langi’ ).DR.T.O.Ihroni menafsirkan bahwa to mnurun dilangi’ itu adalah para
pendatang yang bila pandai serta memiliki wawasan yang lebih luas . karena itu
mereka menjadi penguasa . mereka ini bergelar Puang, Ma’dika ,Ambe’,Tedong
pariu’ ,Anak Topatalo dll . Bida tidak otomis menjadi pemimpin . mereka harus
melalui latihan – latihan , mengembangkan kebijaksanaan , kerajinan dan
keberanian yang di tunjang oleh kekayaan .
b.
Sugi’ (kaya )
Seorang
pemimpin harus sugi’ atau kaya . kekayaan adalah nilai yang di kejar terutama
yang menyangkut manusia, hewan dan tanaman ( biasa di sebut tallu lolona )
Banyak anak di nilai tinggi oleh orang Toraja (sugi’ tarri ) Mereka yang tidak
mempunyai anak diusahakan ada anak angkat.Anak dilahirkan terutama untuk urusan
“urrundunan sara’ “terutama aluk tomate ,juga untuk mencari harta kekayaan
“Kasalle male melendong , lobo’ male meburinti ,sangtontian pelendongna
sangburia’peburitinna “. Kalau perempuan “ kasalle male meurang , lobo’ male
mekabumbu’, sangseran peurangna ,sangbakku’ pekabumbu’na . inilah adalah
ungkapan simbolis untuk upaya mengusahakan harta atau kebutuhan hidup .
Nilai
kekayaan orang Toraja terutama Babi , kerbau ,ayam .orang yang memelihara ayam
, di tingkatkan jadi pemelihara babi , babi menjadi kerbau , dan kerbau di
belikan sawah atau ditukar sementara dengan sawah .Di antara tanaman , padilah
tanaman utama . orang yang memiliki sawah yang luas dan menyimpan padi yang
lumayan di dalam lumbung . Lambang kekayaan orang Toraja ialah deretan lumbung
padi yang berukir melambangkan kekayaan berupa padi , sawah , rante dan hewan
piaraan,ringgi’ (ringgit).untuk mencari kekayaan maka orang Toraja mengutamakan
kerja “lebih baik duduk daripada tidur
;lebih baik berdiri daripada duduk lebih baik berjalan daripada berdiri :lebih
baik bekerja daripada berjalan “. Bagi mereka yang malas disindir yakni “
kumande labakkila’ mengkarang labukoyo “ yang artinya makan cepat bagai kilat kerja
lambat seperti siput .
Kalau
struktur pemerintahan Toraja ada Tongkonan yang melambangkan kekayaan yang
sekaligus menjadi cadangan bila keadaan paceklik yang disebut Tongkonan
pa’buntuan sugi’. Karna itu tidak dapat dipahami bila seorang pemimpin atau
pemuka tokoh simbolis tidak kaya .Secara praktis pemimpin Toraja harus kaya
supaya ia dapat menolong yang lemah dan supaya ia mampu bekerja walaupun tidak
ada gaji atau imbalan jasa .
c. Manarang (pandai ) dan Kinaa
(bijaksana , berbudi )
To pande ( to
marang ) ialah orang ahli misalkan pande bassi ( pandai besi ) , pande kayu
ialah pandai mengerjakan kayu , membangun rumah . ia pandai berdoa seperti to
minaa , pandai berbicara dalam kombangan , pada permusyawaratan .
Kepandaian
memang sangat di butuhkan oleh pemimpin , kebijakan untuk mengatur masyarakat
membutuhkan kepintaran . Di bidang hukum ,ia harus pandai – pandai
mengintropeksi nilai menjadi nilai yang
operasional . perlu di ketahui bahwa belum ada hukum dan undang – undang serta
penjelasannya yang siap diberlakukan . semuanya membutuhkan kearifan dan
kepandaian dari pemimpin . seorang
pemimpin haruslah mendalami seluk beluk kemasyarakatan , seluk beluk adat
istiadat , cara berfikir orang banyak dll. Semua ini membutuhkan kapaissanan
atau kepandaian yang didukung oleh kakinaan .
Kinaa artinya
punya hati , ada hati , budi . To kinaa artinya orang budiman , orang – orang
baik -baik .Dikalangan orang Toraja
gelar to kinaa terutama ditujukan kepada orang yang berada pada yang
berpengaruh baik yang menjadi panutan orang banyak. To kinaa di hormati karena
kebaikannya .seorang pemimpin harus kinaa , bida karena ia adalah orang to
kinaa pula.
Nilai
kepemimpinan seperti bida , barani ,sugi’ , manarang tidak ada gunanya tanpa
kakinaan inilah yang menopang dan memberi makna kepada seorang pemimpin . Dia
harus tokoh yang melambangkan moralitas yang baik , bahkan moralitas masyarakat
. dalam urutan nilai kepemimpinan biasanya kinaa ini dijadikan nomor satu
d. Barani (
Berani )
Orang Toraja pada masa lalu menghadapi
ancaman perang baik dari dalam maupun dari luar . konon dahulu orang Toraja
saling berperang antara satu daerah ( distrik ) dengan daerah lain dan dari
luar daerah juga ada banyak kemungkinan. Hal itu nyata dari ada Basse
(Perjanjian ) yang bertujuan menjamin keamanan antara pihak – pihak yang pernah
atau potensial berperang .Ada basse to padatindo yang di sebut basse
“Sanglentenan tallo ‘panda sangsorongan pindan “. Basse ini merupakan komitmen
bersama antara orang Toraja dan orang
Bone tidak akan saling menyerang lagi .Dikenal basse antara orang enrekang dan
Toraja untuk saling memperhatikan bila ada bahaya yang menancam . juga ada
basse antara orang Toraja dengan to masipi’ Batu Batara (Luwu).
Dalam struktur masyarakat ada Tongkonan
Tanduk Tata’ alias Tongkonan Palasa Makati’ untuk menjaga tindakan penyerangan
dari luar . Ada daerah yang diserahi tugas menjaga perbatasan yang digelar
dengan “Dipasitoe la’bo’ petara sadang dipasideken doke perasa porrok”. Dari
situasi yang seperti ini dan dari idelisme orang Toraja mengenai pertahanan
keamanan maka figur seorang pemimpin harus berani yang tentu pula harus di
dukung oleh kamanarangan .
Demikian sosok seorang pemimpin Toraja
yang mengemban nilai kepemimpinan bida ,barani ,manarang , sugi’ dan kinaa .Pemimpin ini adalah tokoh yang dijagokan
oleh masyarakatnya . Ia sebetulnya tokoh yang melambangkan nilai – nilai dasar
dan ideal – ideal dari masyarakatnya .program apa yang dibuatnya tidak
dipersoalkan . yang penting ia adalah potensial untuk mensejahterakan
kelompoknya . Dia adalah tokoh yang penting .
Pemilihan dan penentuan pemegang jabatan
Parengnge ini dilaksanakan di Tongkonan Layuk dalam musyawarah seluruh keluarga
Tongkonan Layuk tersebut, yang disebut kombongan Kalua’ , artinya musyawarah
atau rapat besar dan luas.
Pada diri parengnge ini bertumpuk beberapa
paduan fungsi, yaitu menjadi To Minaa (Iman atau Pemimpin keagamaan), menjadi
ahli hukum dan sekaligus hakim, menjadi pemerintah serta pemimpin rapat atau
pertemuan keluarga tongkonan (Kombongan Kalua’). Jadi Parengnge’ menjadi figur
sentral, yang melaksanakan seluruh fungsi kepemimpinan dalam masyarakat, baik
fungsi legislatif, eksekutif, Yudikatif maupun di bidang keagamaan. Pendeknya,
Ia berfungsi untuk memelihara, melaksanakan, dan menegakkan Aluk Sola Pemali.
Dari uraian di atas nampak bahwa rakyak
biasa tidak mempunyai peran apa-apa dalam kepemimpian tradisional Toraja.
Mereka hanya tunduk sepenuhnya, tanpa partisipasi, emansipasi, dan demokrasi.
Hal ini dapat dimaklumi, sebab masyarakat Toraja terbagi dalam beberapa kasta
dan menganut closed social stratification yang merupakan ciri dari masyarakat
feodalistik.[4]
Pada awalnya pelapisan sosial dalam
masyarakat Toraja hanya terdiri dari dua lapisan, yaitu tuan dan hamba. Tetapi
karena adanya perkawinan-perkawinan antara tuan dan hamba, muncullah pelapisan
sosial yang baru. Sebab itu pelapisan sosial dalam masyarakat Toraja yang
melembaga dalam tana’ ( kasta ) berkembang menjadi empat lapisan, yaitu:
1. Tana’
bulaan ( bulaan=emas ), yaitu bangsawan tinggi yang masih murni keturunan To
Manurun di Langi’.
2. Tana’
bassi ( bassi=besi ), yaitu bangsawan menengah.
3. Tana’
karurung ( karurung=ujung enau ), yaitu orang merdeka.
4.Tana’
kua-kua ( kua-kua=sejenis gelagah yang biasa tumbuh ditempat berair, biasa
ditanam di pematang sawah supaya tahan runtuh), yaitu para hamba.
Terima kasih Telah Membaca, jangan Lupa Share Ya!!!!
[1] Hassan Sadily, Sosiologi Untuk
Masyarakat Indonesia, PT. Bhineka Cipta, 1999, hlm. 274
[2]
J.L.Parura, Tongkonan Dan Peranannya Dalam Masyarakat Toraja, makalah dalam
buku notulen penataran para pendeta Gereja Toraja gelombang II (LPK Gereja
Toraja, 1980), Dok.B-I-F-02, lampiran 2, hlm 4
[3] G. G. Raru’, Thesis, Fakultas
Theologi UKSW Salatiga, 1983, hlm. 93
[4] Soerjono
Soekanto, Sosiologi : suatu pengantar (
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1970 ), hlm. 136-138.
Buy Iron Paddle Stainless Steel Easy Flush with Piece &
ReplyDeleteIron babyliss pro nano titanium curling iron Paddle Stainless men\'s titanium wedding bands Steel Easy titanium density Flush omega titanium with Piece & Piece | smith titanium TITanium Arts.