Tuesday, April 9, 2019

Biografi: Bapa Gereja Justin Martyr



Bapa Gereja Justin Martyr

Latar Belakang Sejarah
Pada abad kedua, kekaisaran Romawi berjaya pada masa pemerintahan para kaisar yang disebut sebagai “five good emperors” atau “lima kaisar baik”. Pada masa itu, kekaisaran Romawi mengalami perkembangan yang pesat terutama di bidang politik dan militer. Perluasan wilayah kekuasaan Romawi pun mencapai puncaknya, sampai-sampai kejayaan Romawi dipercaya akan berlangsung selamanya.
Meskipun kaisar-kaisar tersebut disebut “kaisar baik”, penganiayaan terhadap kekristenan, yang sudah mulai dari abad pertama, terus berlangsung di bawah kekuasaan mereka. Sejak Kaisar Octavianus naik takhta, para kaisar menganggap diri mereka adalah dewa yang harus dipuja dan disembah. Orang-orang Kristen tentu saja menolak untuk menyembah kaisar. Selain itu, menjadi Kristen dianggap sebagai hal yang konyol dan melanggar hukum. Tidak jarang orang Kristen ditangkap, disiksa, dan dibunuh karena iman mereka.
Walaupun mengalami banyak penganiayaan, kekristenan terus bertumbuh dalam segala kesulitan yang harus dihadapinya. Meski seluruh kitab Perjanjian Baru sudah ditulis akan tetapi belum terjadi kanonisasi Alkitab. Theologi kekristenan saat itu berada pada masa awal perkembangannya. Tetapi dalam lembaran sejarah inilah muncul seorang yang kemudian dikenal dengan nama Justin Martyr.
Munculnya Justin Martyr
Lahir dengan nama Flavius Justinus, Justin Martyr sesungguhnya bukan berasal dari keluarga Kristen. Setelah menjadi Kristen, dia menyerahkan seluruh hidupnya untuk Tuhan yang dipercayainya, bahkan sampai akhirnya menjadi martir bagi Kristus. Gereja kemudian menyebutnya dengan nama Justin Martyr, sebagai penghargaan atas keberaniannya menghadapi penganiayaan dan rela mati demi mempertahankan imannya.
Sebagai seorang filsuf, sejak masa mudanya Justin mencari kebenaran yang dianggapnya dapat ditemukan dalam ajaran filsafat. Dalam perjalanannya mencari kebenaran, awalnya dia belajar di bawah seorang guru Stoik. Namun sang guru ternyata tidak dapat mengajarkan kepadanya tentang Tuhan. Kemudian dia belajar di bawah seorang pengikut Aristoteles yang lebih mementingkan uang pembayaran daripada filsafat, Justin segera meninggalkan gurunya ini, dan kemudian belajar di bawah seorang Pythagorian yang menuntun dia untuk mempelajari musik, geometri, dan astronomi terlebih dahulu. Justin tidak rela karena ia ingin menemukan kebenaran dan bukan mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Ia pun lagi-lagi meninggalkan gurunya ini.
Sampai akhirnya dia menemukan filsafat yang berkenan di hatinya di bawah pengajaran seorang Platonis. Justin merasa menemukan kebenaran karena melihat form atau idea dalam Platonisme memberikan petunjuk tentang Tuhan, dan merupakan tujuan dari filsafat Plato. Tetapi sebenarnya perjalanan Justin Martyr mencari kebenaran belum berakhir. Suatu ketika, tanpa sengaja ia bertemu dengan seorang Kristen yang sudah tua. Orang tua tersebut memperkenalkan kekristenan dan pengajaran nabi-nabi Perjanjian Lama kepadanya. Justin sangat tertarik dan kemudian mencari dan membaca kitab-kitab Perjanjian Lama. Akhirnya dia pun percaya akan kebenaran kitab-kitab tersebut dan menjadi Kristen. Layaknya sebuah perjalanan bagi mereka yang sungguh-sungguh mencari kebenaran, maka dalam anugerah Tuhan mereka akan menemukannya dalam firman Tuhan.
Justin adalah seorang apologet yang membela kekristenan dari semua tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang pada zamannya. Sebagaimana diungkapkan dalam bukunya yaitu First Apology dan Second Apology yang ditujukan kepada Kaisar Antonius Pius, kedua buku ini merupakan pembelaan iman orang Kristen atas penganiayaan yang dilakukan terhadap mereka.
Sebagai seorang filsuf, ia melihat kekristenan seharusnya setara dengan filsafat lainnya. Karena itu, tidak jarang ia berdiskusi dengan filsuf-filsuf lainnya untuk menegaskan pendiriannya tersebut dan bahkan tetap memakai sebuah jubah yang mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang filsuf.
Pada akhirnya Justin ditangkap dengan tuduhan mengajarkan agama yang dilarang oleh negara. Ketika diadili, dia tetap membela imannya dan mengatakan bahwa keyakinannya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat bukanlah suatu hal yang patut disalahkan. Di bawah kekuasaan Kaisar Marcus Aurelius, ia dihukum mati bersama beberapa temannya.

0 komentar:

Post a Comment