Tuesday, April 9, 2019

Homo Homini Lupus

Homo Homini Lupus

Bagian kisah hidup Daud saat melarikan diri dari kejaran Saul lalu pergi ke Gua Adulam selalu menggugah semangat. Bukan saja seluruh keluarganya datang mendapatkannya ke sana, tetapi juga berhimpun kepadanya orang-orang bermasalah, entah karena berbagai tekanan, atau dikejar-kejar debt collector, juga orang-orang yang sakit hati. Jumlahnya sekitar 400 orang laki-laki. Lalu Daud menjadi pemimpin mereka (baca: pemimpin sekelompok orang bermasalah). Hmm ...
Bayangkan diri Anda di posisi Daud! Tidak cukupkah masalah Daud yang dikejar-kejar Saul untuk dibunuh? Bahkan sebelum melarikan diri ke Gua Adulam, Daud bahkan sampai harus berlagak seperti orang gila di hadapan Akhis, raja Kota Gat. Bagi seorang pahlawan seperti Daud yang telah mengalahkan Goliat dan berlaksa-laksa musuh, mungkin sekali hal itu sangat merendahkan martabatnya. Lalu sekarang, 400 orang bermasalah datang kepadanya. Kalau bisa dihitung secara matematis, mungkin itu artinya masalah Daud paling tidak bertambah 400 kali!
Saat hidup dirundung masalah, lalu Tuhan menghantar sejumlah orang bermasalah ke hadapan kita, bagaimana respons Anda? Kisah di atas menjadi bagian pembentukan Tuhan untuk lebih menyiapkan Daud sebagai raja gembala (shepherd king) umat Tuhan.

Sekarang kisah kedua. Jika peristiwa di Adulam terjadi di saat Daud masih sangat muda, cerita berikut terjadi saat Daud diperkirakan berusia 50 tahun dan sudah 20 tahun jadi raja. Kali ini bukan di Gua Adulam, tetapi sedang berleha-leha di rooftop istana. Dua tempat yang sangat kontras, dan dua situasi yang sangat berbeda, ternyata membawa dua respons yang berbeda pula. Pada kisah pertama, Daud menjadi pemimpin orang-orang yang dipinggirkan. Pada kisah kedua, Daud menjadi serigala bagi sesamanya, homo homini lupus. Ironis, Daud menjadi seperti itu bukan saat susah dan banyak masalah, tetapi saat hidup terasa sangat mudah.
Mungkin kita perlu lebih banyak mengucap syukur setiap kali Tuhan menyodorkan masalah ke hadapan kita. Mungkin kita harus belajar lebih menikmati hidup, saat masalah bukan berkurang tetapi bertambah. Bagaimanapun, kesulitan sering mendorong kita datang kepada Tuhan, entah dengan susah, marah, atau sukacita. Jadi, mau minta masalah yang lebih banyak agar kita makin dekat Tuhan? Saya bergurau. Apa pun situasinya, mari kita belajar untuk terus datang kepada-Nya

0 komentar:

Post a Comment