PRINSIP-PRINSIP NILAI-NILAI DAN
PANDANGAN
HIDUP ORANG TORAJA
Makna kehidupan
ialah menjalani siklus kehidupan itu sendiri, artinya kembali kepada kehidupan
semula yang real, kehidupan di seberang sana. Untuk mencapai hal itu kita harus
hidup sesuai dengan ketentuan-ketentuan hidup, yaitu perintah-perintah religius
dari pandangan holistik itu. Jelas bahwa dalam kerangka sistem pandangan hidup
yang holistik ini, nilai-nilai itu ditentukan oleh tujuan dan makna hidup.
Dalam suatu masyarakat tradisional selalu ada kecenderungan untuk menomorduakan
kepentingan perorangan terhadap kepentingan persekutuan. Perorangan itu hanya
dapat hidup dalam kerangka kehidupan persekutuan. Jadi kepentingan bersama
berada di atas kepentingan pribadi. Perorangan itu harus berorientasi kepada
kepentingan persekutuan. Hanya dengan cara demikian ia bisa mengembangkan diri
sebagai individu. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa ia sama sekali tidak
mempunyai tanggung jawab dan kepentingan pribadi, karena sejak kelahirannya,
bahkan sebelum ia lahir, setiap manusia sudah menggenggam kemungkinan-kemungkinan
kehidupannya. Manusia masuk ke dalam dunia dengan tangan yang penuh potensi
yang harus ia kembangkan dalam kerangka kehidupan bersama. Dalam ARTIKEL ini KITA
akan melihat hanya beberapa nilai yang
menentukan kehidupan persekutuan itu serta tingkah laku manusia dalam kerangka
kehidupan bersama, nilai dasar sebagai berikut:
1. Kebahagiaan, kekayaan
2. Kedamaian
3. Persekutuan
4. Harga diri
5. Penghargaan terhadap tamu
6. Kesopanan
7. Kerajinan
8. Disukai semua orang
9. Nikah
10. Kesetiaan
11. Kejujuran
12. Penonjolan
diri (harga diri, 4).
Kriteria yang
menentukan dalam pertentangan prioritas nilai-nilai adalah nilai-nilai dasar
itu sendiri, tetapi rupanya nilai "kedamaian demi persekutuan" itulah
yang paling menentukan.
Makna kehidupan
persekutuan ialah hidup dalam kedamaian dan keharmonisan. Dalam benturan
nilai-nilai, ada saja nilai yang perlu dikorbankan demi persekutuan. Kebenaran
dan keadilan dapat dikorbankan demi kedamaian dan keharmonisan dalam
persekutuan. Nilai-nilai kehidupan itu pertama-tama berorientasi kepada
persekutuan. Sebab itu kita memberikan perhatian utama kepada nilai persekutuan
itu. Lambang persekutuan Toraja adalah tongkonan berdasarkan hubungan darah.
Prinsip dasar
suatu tongkonan adalah, bahwa setiap keluarga mulai dengan suami-istri berhak
membangun rumah. Rumah ini kemudian menjadi tongkonan bukan saja bagi anak-anak
atau cucu-cucu, tetapi bagi setiap keturunan dari yang mendirikan tongkonan itu
Orang Toraja dapat tanpa mengalami kesulitan menelusuri asal-usul genealoginya melalui
tongkonannya dan semua orang yang berasal dari tongkonan yang sama, membentuk
persekutuan tongkonan itu.
Seseorang bisa
saja menjadi anggota dari beberapa tongkonan, disebabkan perkawinan antara
anggota dari berbagai tongkonan. Tongkonan adalah pusat persekutuan yang
sentripetal. Kita msih akan melihat, bahwa hubungan-hubungan kekeluargaan itu
sangat erat . Persekutuan sebagai nilai tertinggi bagi orang Toraja
dilambangkan melalui tongkonan sebagai pusat persekutuan.
Penampakan-penampakan
lain dari ikatan-ikatan persekutuan adalah:
- Gotong-royong
dengan motif saling tolong-menolong. Hal ini sangat jelas dalam pekerjaan
sawah, ritus-ritus orang mati dan pesta adat lainnya.
- Kehadiran dan partisipasi pada
ritual-ritual adat adalah manifestasi dari hubungan-hubungan persekutuan dan tidak
boleh dinilai secara ekonomis atau materialistis.
- Kehidupan
bertetangga[1]
yang baik nampak dalam keadaan-keadaan darurat. Apabila seseorang membutuhkan
garam atau lombok, maka tetangganya akan membantunya secara otomatis. Apabila
kemudian tetangga itu mau mengembalikannya (membayarnya kembali), maka hal itu
akan diinterpretasi, bahwa ia menolak kehidupan bertetangga yang baik. Hal ini
akan dianggap sebagai penghinaan, karena ia tidak mau membina kehidupan
bertetangga dengan baik.
- Kehadiran
pada suatu ritual adat, entah "Rambu Tuka'" atau "Rambu
Solo'" adalah suatu tanda hubungan persekutuan. Apabila seseorang membayar
hutangnya, maka ia tidak boleh mengirim bayarannya itu lalu tidak menghadiri
ritus adat bersangkutan. Hal itu dianggap penghinaan, atau paling tidak akan
merusak hubungan yang baik.
- Pembayaran
hutang pada Aluk Rambu Solo' tidak boleh dinilai secara ekonomis, melainkan
hal itu merupakan pengakuan tentang hubungan dalam persekutuan.
- Dari beberapa ungkapan sastra dapat
ditarik kesimpulan, bahwa di dalam kehidupan orang Toraja nilai persekutuan itu
sangat tinggi.
"Misa' kada dipotuo, pantan kada dipomate" yang adalah
masalah hidup atau mati.
"Tengko situru', batakan siolanan", suatu
paralelisme dari: tenggala yang searah, kesepakatan; secara harafiah:
"tenggala yang searah dan batang tenggala yang sejalan", jadi satunya
kata dan perbuatan dalam persekutuan.
"Sangkutu'banne, sangbuke amboran", artinya:
bersatu bagaikan bibit padi di dalam ikatan.
Semua nilai
dasar harus dilihat dalam hubungannya dengan persekutuan, misalnya:
kebahagiaan, kekayaan, kedamaian dan harmoni.
Kekayaan dan
kebahagiaan terutama dihubungkan dengan "tallu lolona", artinya lolo
tau, lolo patuoan dan lolo tananan. Anak-anak adalah berkat yang menjamin
kelangsungan keturunan dan itu adalah salah satu nilai tertinggi.
Tetapi anak-anak
dan cucu-cucu harus hidup bahagia dan untuk itu mereka membutuhkan kerbau, padi
sebagai lambang dari kekayaan dan kemapanan.
"Karapasan" (ketentraman dan ketertiban dalam
persekutuan/komunitas) adalah nilai dasar yang dapat mengorbankan nilai-nilai
yang lain, misalnya kebenaran dan keadilan. Tetapi apabila seseorang atau
sekelompok manusia mempertahankan kebenarannya, maka kebenaran dan keadilan itu
ditentukan dengan penyelesaian melalui "sipakoko, silondongan, sira', dan
sebagainya".
"Unalli melo" (membeli kebaikan, artinya apa yang
baik dalam konteks kedamaian dan harmonni) dapat dianggap sebagai bukti, bahwa
orang Toraja mencintai kedamaian dan hubungan yang baik. Yang dimaksud dengan
itu bahwa kita harus bersedia menderita demi kebaikan untuk umum. Suatu contoh
dapat dilihat pada cara penyelesaian dalam hal sengketa tanah. Tanah yang
dipersengketakan itu, dibagi dua. Masing-masing mendapat bagian yang sama. Ide
penyelesaian itu adalah, bahwa masing-masing harus bersedia memberi dan
menerima demi kebaikan umum, artinya demi kebaikan dan demi harmoni.
Masing-masing membeli kebaikan itu dengan haknya atas tanah yang disengketakan dan untuk itu ia menerima kembali "karapasan", kedamaian dan harmoni, ditambah lagi separuh dari tanah yang sebenarnya telah dijualnya.
Di atas sudah
dilihat, bahwa konsepsi orang Toraja tentang kehidupan adalah siklus, artinya
bahwa nilai-nilai kehidupan itu berhubungan dengan keseluruhan siklus
kehidupan, dari kelahiran, kehidupan dan kematian, dari awal sampai akhir,
sampai yang akhir itu kembali mencapat awal. Tetapi gerak siklus ini tidak dapat
diulangi, dia "einmalig".
Apa dan
bagaimana kehidupan di langit itu, hanya bisa dibayangkan, dan fantasi
(imajinasi) adalah suatu hasil dari refleksi tentang pengalaman di dunia.
Episode kehidupan di dunia itu sangat penting dan bahkan menentukan bagi
kehidupan di seberang sana, karena kehidupan ini berada di bawah
perintah-perintah dan ketentuan-ketentuan religius yang mempengaruhi gerak dan
arah siklus kehidupan itu.
Itu berarti,
bahwa nilai-nilai dasar itu adalah penuntun dalam keseluruhan cara hidup dari
kelahiran sampai kematian. Atau dengan kata lain nilai itu sebagai
penuntundalam segal seluk beluk kehidupan orang Toraja.
0 komentar:
Post a Comment