Wednesday, September 12, 2018

Teologi Religionum



Kutipan Piagam Zaman Kita (Deklarasi Vatikan II)

Alinea 1 berbicara tentang keharusan yang dibawa serta oleh zaman (waktu) untuk menyadari kemajemukan dengan segala tuntutannya:

1.1.     “Zaman kita” adalah zaman umat manusia tambah hari tambah bersatu. Hubungan-hubungan antarbangsa berbeda semakin dilipatgandakan. Maka gereja dengan lebih saksama mempertimbangkan bagaimana sikapnya terhadap agama-agama nonkristen. Tugasnya memajukan kesatuan dan cinta kasih di antara manusia, bahkan di antara para bangsa, maka gereja dalam naskah ini terutama menyatakan perhatiannya akan faktor-faktor yang mempersatukan manusia satu dengan yang lain serta faktor-faktor yang memperkokoh kesatuan itu.
1.2.     Segala bangsa bersama-sama membentuk satu umat-Nya, berasal dari satu rumpun yang diciptakan Tuhan supaya mendiami permukaan bumi (Kis 17:26), dan mempunyai satu tujuan, yaitu Allah. Inayat Ilahi, kesaksian kebaikan-Nya serta rencana keselamatan-Nya diperuntukkan bagi semua orang (Kebij 8:1 Kis 14:17; Rm 2:6-7; 1 Tim 2:4), sampai tiba saatnya para terpilih dipersatukan dalam kota suci, yang dicemerlangkan oleh kemuliaan Allah dan di mana para bangsa menceminkan cahaya ilahi (Why 21:23).
1.3.     Manusia mengharapkan dari aneka agama jawaban atas rahasia-rahasia eksistensi insani yang telah dahulu kala maupun sekarang mendesak hati manusia: Apakah manusia itu? Apakah asal mula serta arti sengsara? Manakah jalan yang menuju kebahagiaan sejati? Apakah arti maut dan menghadapi hukuman dan pembalasan sesudah maut? Apakah sebenarnya rahasia asasi yang mengatasi daya tangkap manusia, meskipun meliputi keadaan kita seluruhnya: Dari mana asal kita dan ke mana kita bergerak?

            Nostra Aetate menyatakan penghargaan terhadap nilai-nilai keselamatan agama-agama non-Kristen:

Sejak zaman kuno sampai masa sekarang terdapatlah di antara pelbagai bangsa suatu kesadaran akan adanya zat penggerak gaib yang mendukung gerak alam dan hal ihwal hidup insani bahkan ada kalanya pengakuan akan adanya kuasa tertinggi atau malahan ... Bapa. Kesadaran memenuhi hidup manusia dengan rasa rohani. Agama-agama yang berkembang dalam rangka kebudayaan yang lebih maju, memakai jalan pikiran yang lebih halus dan istilah-istilah yang lebih tepat, tetapi sebenarnya berusaha untuk meyediakan jawaban-jawaban atas soal-soal yang sama dengan yang disebut di atas.

Tentang Hinduisme dikatakan,

Dalam Hinduisme manusia mengalami misteri ilahi dan mengungkapkannya dalam jumlah mythe aneka warna, dan dalam sistem filsafat yang cerdas. Di dalamnya seorang Hindu mencari kebebasan dari kerisauan hidup melalui tiga jalan: dengan macam-macam karya, dengan mengheningkan cipta secara mendalam atau dengan mempercayakan diri kepada hadirat Tuhan, bersikap asyik hati dan berbakti.

Tentang Buddhisme dikatakan,

Buddhisme dalam macam-macam alirannya mengakui bahwa dunia yang fana ini tak mungkin dapat memuaskan manusia; lantas mengajarkan jalan, melalui mana manusia, sepenuh hati lagi yakin, sanggup untuk memperoleh taraf kebebasan sempurna atau penerangan tertinggi, entah dengan daya upaya sendiri entah bantuan dari atas.

            Pada tempat pertama, dialog Kristen-Islam adalah dialog antarpribadi yang beriman:

Terhadap umat Islam Gereja Katolik memandang dengan penghargaan yang besar. Mereka ini menyembah Allah yang Mahaesa, yang hidup dan berdiri pada dhatnya sendiri, Mahamurah serta Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang berfirman kepada manusia.
Umat Islam berdaya upaya untuk menyerahkan diri dengan ikhlas hati kepada hukum-hukum Allah yang tersembunyi, seperti Ibrahim, dengan siapa iman Islam suka menggabungkan dirinya, menyerahkan diri kepada Tuhan.
Sesungguhnya mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, namun menghormati-Nya sebagai nabi; mereka menghormati Ibunda perawan Maria dan terkadang menyeru kepadanya dengan khidmat.
      Tambahan pula umat Islam menantikan hari Tuhan atau membangkitkan semua orang serta memberi balasan kepada tiap orang sesuai dengan amal perbuatan masing-masing
Akibatnya umat Islam menghargai kehidupan yang berlandaskan moral, dan mengabdi Tuhan terutama dengan mendirikan shalat, memberikan sedekah serta berpuasa.
Sebenarnya dalam ayat-ayat lampau tidak sedikitlah perbedaan paham dan permusuhan timbul antara pihak Kristen dan pihak Muslim. Biarlah begitu, namun Muktamar Kudus ini mendesak semua supaya melupakan apa-apa yang lampau itu, dan berdaya upaya dengan seikhlas-ikhlasnya untuk terciptanya saling pengertian. Marilah kita bersama-sama berusaha untuk membina dan memajukan keadilan sosial, nilai-nilai akhlak serta damai dan kesejahteraan manusia.

Semua agama menjawab kerinduan hati manusia:

Sedemikian itu semua agama di semesta dunia berusaha menjawab kerinduan hati manusia dengan cara aneka warna, yaitu dalam mengemukakan jalan yang terdiri dari ajaran, kaidah-kaidah, kelakuan dan upacara suci.
Gereja Katolik tidak menolak apa saja pun yang benar dan suci dalam agama-agama lain. Dengan hormat yang tulus Gereja menghargai tingkah laku dan tata cara hidup, peraturan-peraturan dan ajaran-ajaran agama tersebut. Meskipun mereka itu dalam banyak hal khusus berbeda dari iman dan pengajaran Gereja, namun kerapkali memantulkan cahaya kebenaran yang menerangi sekalian orang.
Sungguhpun sedemikan halnya, Gereja memaklumkan Kristus serta berwajib mempermaklumkan-Nya tak terputus-putus, karena Dialah merupakan “jalan, kebenaran, dan hidup” (Yoh 14:6). Manusia mencapai keseluruhan hidup keagamaan dalam Kristus, dalam siapa Tuhan telah menyelamatkan segala-galanya (Bnd. 1 Kor 5:18-19).

Ajakan bersimpati Pada unsur-unsur positif, rohani, dan moral:

Berdasarkan asas-asas tersebut, maka Gereja menyerukan kepada putera-puteranya, agar mereka dalam kesaksian iman dan hidup kristiani menaruh simpati kepada unsur-unsur positif, rohani maupun moril, yang terdapat pada para penganut agama lain, lantas memelihara dan memperkembangkan unsur-unsur tadi. Sikap simpati itu juga harus mencakup nilai-nilai yang termuat dalam hidup masyarakat dan kebudayaan mereka. Dianjurkan supaya sikap tadi dinyatakan oleh dialog dan kerja sama dengan mereka dalam suasana tanggung jawab dan khidmat.



Kasih kepada Allah harus nyata melalui kasih kepada sesama manusia:

Kita tidak dapat berseru kepada Allah, Bapa sekalian orang, bila kita tidak mau bersikap saudara terhadap sebagian orang yang toh juga diciptakan menurut citra Allah. Sikap seseorang terhadap Allah Bapa dan sikap sesorang terhadap sesama saudaranya berkembang satu sama lain sebegitu erat sampai kitab suci mengatakan; “Barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengasihi Allah “ (1 Yoh 4:8). Karna itu batal sia-sialah dasar segenap teori atau praktik yang mengadakan diskriminasi antara manusia dan manusia atau antara bangsa dalam hal martabat manusiawi serta hak-hak yang timbul daripadanya.

Maka Gereja mengutuk setiap rupa diskriminasi atau hukuman karena ras, warna kulit, tingkat sosial atau agama sebagai bertentangan dengan semangat Kristen. Oleh karna itu Muktamar Kudus ini, dengan mengikuti tapak para rasul Santo Petrus dan Paulus, mencamkan dengan semangat “untuk memelihara pergaulan baik di tengah-tengah para bangsa” (1 Ptr. 2:12) dan sedapat-dapatnya, “sejauh hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang “ (Rm. 12:8) sehingga benar-benar menjadi an   ak-anak Bapa yang ada di surga.

0 komentar:

Post a Comment