”Kutipan Piagam Zaman Kita (Deklarasi Vatikan II)”
Alinea 1 berbicara tentang
keharusan yang dibawa serta oleh zaman (waktu) untuk menyadari kemajemukan
dengan segala tuntutannya:
1.1. “Zaman kita” adalah zaman umat manusia
tambah hari tambah bersatu. Hubungan-hubungan antarbangsa berbeda semakin
dilipatgandakan. Maka gereja dengan lebih saksama mempertimbangkan bagaimana
sikapnya terhadap agama-agama nonkristen. Tugasnya memajukan kesatuan dan cinta
kasih di antara manusia, bahkan di antara para bangsa, maka gereja dalam naskah
ini terutama menyatakan perhatiannya akan faktor-faktor yang mempersatukan
manusia satu dengan yang lain serta faktor-faktor yang memperkokoh kesatuan
itu.
1.2. Segala bangsa bersama-sama membentuk satu
umat-Nya, berasal dari satu rumpun yang diciptakan Tuhan supaya mendiami
permukaan bumi (Kis 17:26), dan mempunyai satu tujuan, yaitu Allah. Inayat
Ilahi, kesaksian kebaikan-Nya serta rencana keselamatan-Nya diperuntukkan bagi
semua orang (Kebij 8:1 Kis 14:17; Rm 2:6-7; 1 Tim 2:4), sampai tiba saatnya
para terpilih dipersatukan dalam kota suci, yang dicemerlangkan oleh kemuliaan
Allah dan di mana para bangsa menceminkan cahaya ilahi (Why 21:23).
1.3. Manusia mengharapkan dari aneka agama
jawaban atas rahasia-rahasia eksistensi insani yang telah dahulu kala maupun
sekarang mendesak hati manusia: Apakah manusia itu? Apakah asal mula serta arti
sengsara? Manakah jalan yang menuju kebahagiaan sejati? Apakah arti maut dan
menghadapi hukuman dan pembalasan sesudah maut? Apakah sebenarnya rahasia asasi
yang mengatasi daya tangkap manusia, meskipun meliputi keadaan kita seluruhnya:
Dari mana asal kita dan ke mana kita bergerak?
Nostra
Aetate menyatakan penghargaan terhadap nilai-nilai keselamatan agama-agama
non-Kristen:
Sejak
zaman kuno sampai masa sekarang terdapatlah di antara pelbagai bangsa suatu
kesadaran akan adanya zat penggerak gaib yang mendukung gerak alam dan hal
ihwal hidup insani bahkan ada kalanya pengakuan akan adanya kuasa tertinggi
atau malahan ... Bapa. Kesadaran memenuhi hidup manusia dengan rasa rohani.
Agama-agama yang berkembang dalam rangka kebudayaan yang lebih maju, memakai
jalan pikiran yang lebih halus dan istilah-istilah yang lebih tepat, tetapi
sebenarnya berusaha untuk meyediakan jawaban-jawaban atas soal-soal yang sama
dengan yang disebut di atas.
Tentang Hinduisme dikatakan,
Dalam
Hinduisme manusia mengalami misteri ilahi dan mengungkapkannya dalam
jumlah mythe aneka warna, dan dalam sistem filsafat yang cerdas. Di dalamnya
seorang Hindu mencari kebebasan dari kerisauan hidup melalui tiga jalan: dengan
macam-macam karya, dengan mengheningkan cipta secara mendalam atau dengan
mempercayakan diri kepada hadirat Tuhan, bersikap asyik hati dan berbakti.
Tentang Buddhisme dikatakan,
Buddhisme
dalam macam-macam alirannya mengakui bahwa dunia yang fana ini tak mungkin
dapat memuaskan manusia; lantas mengajarkan jalan, melalui mana manusia,
sepenuh hati lagi yakin, sanggup untuk memperoleh taraf kebebasan sempurna atau
penerangan tertinggi, entah dengan daya upaya sendiri entah bantuan
dari atas.
Pada
tempat pertama, dialog Kristen-Islam adalah dialog antarpribadi yang beriman:
Terhadap
umat Islam Gereja Katolik memandang dengan penghargaan yang besar.
Mereka ini menyembah Allah yang Mahaesa, yang hidup dan berdiri pada dhatnya sendiri, Mahamurah serta
Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang berfirman kepada manusia.
Umat
Islam berdaya upaya untuk menyerahkan diri dengan ikhlas hati kepada
hukum-hukum Allah yang tersembunyi, seperti Ibrahim, dengan siapa iman Islam
suka menggabungkan dirinya, menyerahkan diri kepada Tuhan.
Sesungguhnya
mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, namun menghormati-Nya sebagai nabi;
mereka menghormati Ibunda perawan Maria dan terkadang menyeru kepadanya dengan
khidmat.
Tambahan pula umat Islam menantikan hari
Tuhan atau membangkitkan semua orang serta memberi balasan kepada tiap orang
sesuai dengan amal perbuatan masing-masing
Akibatnya
umat Islam menghargai kehidupan yang berlandaskan moral, dan mengabdi Tuhan terutama
dengan mendirikan shalat, memberikan sedekah serta berpuasa.
Sebenarnya
dalam ayat-ayat lampau tidak sedikitlah perbedaan paham dan permusuhan timbul
antara pihak Kristen dan pihak Muslim. Biarlah begitu, namun Muktamar Kudus ini
mendesak semua supaya melupakan apa-apa yang lampau itu, dan berdaya upaya
dengan seikhlas-ikhlasnya untuk terciptanya saling pengertian. Marilah kita
bersama-sama berusaha untuk membina dan memajukan keadilan sosial, nilai-nilai
akhlak serta damai dan kesejahteraan manusia.
Semua agama menjawab kerinduan hati manusia:
Sedemikian
itu semua agama di semesta dunia berusaha menjawab kerinduan hati manusia
dengan cara aneka warna, yaitu dalam mengemukakan jalan yang terdiri dari
ajaran, kaidah-kaidah, kelakuan dan upacara suci.
Gereja
Katolik tidak menolak apa saja pun yang benar dan suci dalam agama-agama lain. Dengan
hormat yang tulus Gereja menghargai tingkah laku dan tata cara hidup,
peraturan-peraturan dan ajaran-ajaran agama tersebut. Meskipun mereka itu dalam
banyak hal khusus berbeda dari iman dan pengajaran Gereja, namun kerapkali
memantulkan cahaya kebenaran yang menerangi sekalian orang.
Sungguhpun
sedemikan halnya, Gereja memaklumkan Kristus serta berwajib mempermaklumkan-Nya
tak terputus-putus, karena Dialah merupakan “jalan, kebenaran, dan hidup” (Yoh
14:6). Manusia mencapai keseluruhan hidup keagamaan dalam Kristus, dalam siapa
Tuhan telah menyelamatkan segala-galanya (Bnd. 1 Kor 5:18-19).
Ajakan bersimpati Pada unsur-unsur positif, rohani, dan
moral:
Berdasarkan
asas-asas tersebut, maka Gereja menyerukan kepada putera-puteranya, agar mereka
dalam kesaksian iman dan hidup kristiani menaruh simpati kepada unsur-unsur
positif, rohani maupun moril, yang terdapat pada para penganut agama lain,
lantas memelihara dan memperkembangkan unsur-unsur tadi. Sikap simpati itu juga
harus mencakup nilai-nilai yang termuat dalam hidup masyarakat dan kebudayaan
mereka. Dianjurkan supaya sikap tadi dinyatakan oleh dialog dan kerja sama
dengan mereka dalam suasana tanggung jawab dan khidmat.
Kasih kepada Allah harus nyata melalui kasih kepada
sesama manusia:
Kita
tidak dapat berseru kepada Allah, Bapa sekalian orang, bila kita tidak mau
bersikap saudara terhadap sebagian orang yang toh juga diciptakan menurut citra
Allah. Sikap seseorang terhadap Allah Bapa dan sikap sesorang terhadap sesama
saudaranya berkembang satu sama lain sebegitu erat sampai kitab suci
mengatakan; “Barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengasihi Allah “ (1 Yoh
4:8). Karna itu batal sia-sialah dasar segenap teori atau praktik yang
mengadakan diskriminasi antara manusia dan manusia atau antara bangsa dalam hal
martabat manusiawi serta hak-hak yang timbul daripadanya.
Maka
Gereja mengutuk setiap rupa diskriminasi atau hukuman karena ras, warna kulit,
tingkat sosial atau agama sebagai bertentangan dengan semangat Kristen. Oleh
karna itu Muktamar Kudus ini, dengan mengikuti tapak para rasul Santo Petrus
dan Paulus, mencamkan dengan semangat “untuk memelihara pergaulan baik di
tengah-tengah para bangsa” (1 Ptr. 2:12) dan sedapat-dapatnya, “sejauh hal itu
bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang “ (Rm. 12:8)
sehingga benar-benar menjadi an ak-anak Bapa yang ada di surga.
0 komentar:
Post a Comment